Dengan demikian seorang blogger yang profesional dan jujur semestinya tak akan mengada-ngada atau menyajikan data-data plintiran, sekalipun ia menulis atas pesanan. Sifat tulisan di blog tersebut mendorong blogger bayaran untuk menulis dengan penuh tanggung jawab.
Meski materi yang ditulis oleh blogger bayaran adalah sebuah pencitraan untuk sang pembayar, pikiran dan tulisannya tetap akan bebas. Namun idealisme dan prinsip kejujuran serta tanggung jawab ini mungkin bisa berubah jika blogger bayaran tersebut adalah simpatisan atau penggemar fanatik parpol atau tokoh politik yang membayarnya. Apa saja akan ditulis, data apapun akan diolah, argumen apapun akan dirangkai meski harus dilakukan dengan melanggar beberapa etika atau aturan yang semestinya tidak dilakukan. Pertanyaannya apakah di antara blogger bayaran selama masa pemilu dan kampanye seperti saat ini ada yang professional dengan pikiran yang tetap bebas?. Ataukah semua merupakan blogger simpatisan? Atau blogger professional yang juga simpatisan?. Saya tak tahu jawabannya.
Lalu seberapa besar keberhasilan kampanye blogger bayaran di Indonesia dalam mempengaruhi massa di dunia maya?. Perlu diingat bahwa jika seorang blogger bayaran adalah sosok tenar yang terdidik, maka pembaca blog biasanya juga merupakan kaum terpelajar atau setidaknya orang-orang yang memiliki kebebasan berfikir yang kritis. Seperti komentar Hermawan Kartajaya lainnya, "pada akhirnya akan terlihat, mana yang dibayar, mana yang dibayari".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H