Mohon tunggu...
Wardana
Wardana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Negeri Malang, jurusan Akuntansi, memiliki hobi otomotif, olahraga, dan menyukaii mempelajari topik seputar ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengenal Investasi Saham dan Risiko Investasi Saham

30 Juli 2022   15:03 Diperbarui: 30 Juli 2022   15:21 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Saham biasa merupakan saham yang paling umum dan paling banyak diperjualbelikan di bursa efek. Saham biasa merupakan saham dengan harga yang cukup terjangkau, mulai dari Rp400 per lembarnya. Saham biasa atau common stock merupakan saham yang tidak memiliki hak lebih atas jenis saham yang lain. Lina Yuliana (2006:9-10) menyebutkan saham biasa dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan atau kinerja saham tersebut,  yaitu:

1. Blue Chip Stock  

         Saham ini juga disebut dengan saham unggulan yang merupakan saham dari emiten yang sudah mempunyai reputasi baik, memiliki pendapatan yang stabil, sudah berdiri lama, dan rajin memberikan dividen. Saham blue chip merupakan saham yang cocok untuk investasi jangka panjang. Akibat dari reputasi yang baik membuat harga saham jenis ini cenderung tinggi.

2. Income Stock

         Sesuai dengan namanya saham income atau pendapatan, sehingga saham ini mampu memberikan imbalan lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan oleh perusahaan pada tahun sebelumnya. Sehingga dividen yang diberikan akan semakin tinggi tiap tahunnya. Saham jenis ini cocok untuk investasi dana pensiun.

3. Growth Stock (well known)

         Saham bertumbuh umum dikenal yaitu jenis saham perushaan yang memimpin dalam suatu sektor industri, memiliki reputasi baik, dan memiliki peningkatan pada harga sahamnya. Perusahaan yang mengalami perkembangan pesat akan menjadi perusahaan dengan saham bertumbuh. Saham jenis ini cenderung relative mahal karena pertumbuhannya yang pesat.

4. Growth Stock (lesser-unknown)

         Saham bertumbuh kurang dikenal merupakan saham perusahaan yang baik tapi bukan pemimpin dalam sektor industrinya. Perusahaan ini memiliki penghasilan rata-rata yang tinggi. Walaupun, tidak setinggi saham well known karena memang perusahaan pada saham ini tidak sebesar saham well known.

5. Speculative Stock

         Saham spekulatif sesuai dengan namanya saham ini memiliki penghasilan yang tidak stabil. Perusahaan ini memiliki pendapatan yang tidak stabil sehingga cendering sulit diprediksi. Akan tetapi, mempunyai posisi yang mungkin memiliki penghasilan tinggi di masa depan. Saham seperti ini biasanya berasal dari perusahaan dari sektor industri baru yang belum terlalu dikenal. Saham ini termasuk saham dengan risiko tinggi, sehingga tidak cocok untuk investor pemula.

6. Cychical Stock 

         Saham bersiklis yaitu saham dari perusahaan emiten yang perkembangannya mengikuti kondisi ekonomi negara atau kondisi lingkungan bisnis secara umum selama ekonomi makro sedang dalam masa pertumbuhan. Emiten jenis saham ini akan dapat memperoleh pendapatan yang besar saat ekonomi makro sedang baik, demikian pula sebaliknya.

7. Defensive Stock 

         Saham bertahan yaitu saham dari perusahaan emiten yang tidak bergantung pada kondisi ekonomi makro maupun kondisi bisnis yang sedang terjadi. Dengan demikian, emiten memiliki kemampuan dan kapabilitas yang baik dalam menjaga dan mengantisipasi perubahan kondisi ekonomi. 

         Melakukan penanaman modal melalui saham biasa memberikan beberapa keuntungan. (Afriyeni & Marlius, 2019:6) menyebutkan bahwa ada beberapa keuntungan menjadi investor saham, yaitu:

  • Memiliki kemungkinan keuntungan dari  capital gain;
  • Mempunyai hak suara RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham);
  • Mempunyai peluang mendapatkan hak saham atas bonus;
  • Jangka waktu kepemilikan saham tidak dibatasi dan akan berakhir pada saat pemilik saham menjual sahamnya tersebut;
  • Mempunyai hak prioritas membeli right yang diterbitkan  emiten; dan
  • Memiliki peluang menerima dividen.

         Saham biasa memiliki banyak keuntungan dengan risiko yang tidak terlalu tinggi. Saham biasa memiliki beberapa karakteristik umum yang dapat membedakan saham biasa dengan saham preferen. Berikut karakteristik saham biasa, yaitu:

  • Memiliki hak suara atau voting dalam RUPS, sehingga dapat memilih jajaran pemangku jabatan manajemen perusahaan, serta memiliki hak kontrol atas kebijakan perusahaan.
  • Memiliki potensi besar keuntungan jangka panjang apabila perusahaan memiliki kinerja yang baik dan stabil.
  • Saham tidak dapat dikonversikan menjadi saham preferen
  • Akan baru mendapatkan bagian aset setelah pemegang saham preferen mendapatkan bagiannya terlebih dahulu.

C. Macam Jenis Saham Preferen

         Dikutip dari laman cermati.com saham preferen adalah saham gabungan saham biasa dan obligasi, dengan memberikan prioritas lebih kepada pemiliknya (Fiki Ariyanti:2021). Karena saham preferen merupakan gabungan saham biasa dan obligasi maka saham ini akan memberikan kontribusi yang lebih banyak bagi perusahaan. Saham preferen juga akan mendapatkan pendapatan berupa dividen dengan besaran bunga deposito, sehingga nilainya bersifat tetap tidak berubah-ubah. Karena kontribusi saham preferen yang lebih banyak daripada saham biasa maka saham ini juga disebut dengan saham istimewa. Ada beberapa kelebihan dari saham preferen yang disebut hak istimewa, yaitu:

  • Mendapatkan prioritas dalam pembagian dividen dibandingkan pemilik saham biasa;
  • Memiliki pembayaran dividen yang tetap, tergantung nilai persentase saham
  • Apabila perusahaan pailit, maka pemegang saham preferen mendapat prioritas mendapat aset perusahaan atau pembayaran kembali modal;
  • Saham preferen bisa ditukarkan dengan saham biasa; dan
  • Saham preferen dapat diperdagangkan di luar bursa saham.

         Akan tetapi, saham preferen juga memiliki beberapa kekurangan dibandingkan saham biasa, yaitu saham preferen sedikit sulit diperdagangkan karena memiliki jumlah yang sedikit, kepemilikan saham preferen tidak memiliki hak suara dalam RUPS, dan pemilik saham preferen tidak boleh membeli kembali saham perusahaan. Saham preferen dibagi lagi menjadi beberapa jenis, Lina Yuliana (2006:12) menyebutkan bahwa ada empat jenis saham preferen, yaitu:

1. Cumulative Preferred Stock

         Saham kumlatif yaitu saham dimana apabila perusahaan mengalami permasalahan keuangan yang menyebabkan tidak mampu membayarkan dividen maka dividen dapat diakumulasikan di periode berikutnya hingga perusahaan mampu membayarkan dividen;

2. Non cumulative Preferred Stock 

         Berbeda dengan saham kumulatif, saham jenis ini jika perusahaan mengalami masalah keuangan dan tidak bisa membayar dividen pada periode ini, maka tidak akan diakumulasikan pada tahun berikutnya. Sehingga dividen yang bersangkutan dianggap hilang;

3. Participation Preferred Stock 

         Saham preferen partisipatif, yaitu saham di mana pemiliknya mendapat dividen tambahan setelah mendapatkan dividen dari saham biasa. Tambahan ini sesuai kesepakatan yang sudah ada serta memperhatikan kondisi perusahaan. Saham ini juga akan memberikan tambahan dividen jika ada dividen yang tersisa dari total dividen yang dianggarkan.

4. Convertible preferred stock

            Sesuai dengan namanya saham ini dapat diubah menjadi saham biasa (common stock) dari emiten yang sama. Saham preferen yang sudah diubah saham biasa tidak bisa kembali diubah menjadi saham preferen.

         Saham preferen memiliki perbedaan yang cukup singnifikan dibandingkan dengan saham biasa. Saham preferen memiliki karakteristiknya sendiri. Saham preferen memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

  • Saham preferen bisa ditukar saham biasa.
  • Memiliki hak prioritas pembagian dividen
  • Memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran tunggakan dividen yang telah ditangguhkan oleh perusahaan emiten.
  • Memiliki berbagai tingkatan dan jenis saham.
  • Dapat diperjualbelikan di luar pasar modal,

D. Risiko Investasi Saham

         Memiliki saham perusahaan memang dapat menambah pendapatan dari investor. Pendapatan ini diperoleh dari dividen maupun capital gain. Akan tetapi, harus diingat bahwa semakin tinggi laba yang akan didapatkan maka akan makin tinggi pula risiko yang akan muncul, hal ini umum dengan kalimat "high profit, high risk". Risiko dari penanaman saham dapat dikelompokan menjadi dua hal, yaitu sistematis dan non sistematis (Afriyeni & Marlius, 2019:4). Penelitian yang dilakukan  Diana Tambunan (2020:118) menjelaskan bahwa risiko sistematis adalah risiko dari pasar modal dan memiliki secara umum keseluruh emiten, risiko ini muncul karena perubahan kebijakan makro. Sedangkan risiko non sistematis merupakan risiko dari internal emiten itu sendiri, sehingga untuk menghindari risiko ini investor dapat melakukan penanaman modal yang tidak terpusat pada satu sektor. Risiko kerugian dapat muncul apabila harga beli lebih tinggi dari harga jual pada saham yang telah dimiliki. Umumnya harga jual saham akan turun apabila pendapatan atau laba yang diperoleh emiten sedang turun, yang mengakibatkan menurunkan tingkat kepercayaan investor terhadap emiten. Hal demikian disampaikan di penelitian yang telah dilaksanakan Nurul Hayati (2010;60),  bahwa rasio return on equity (ROE) atau rasio pendapatan terhadap ekuitas, dan debt to equity (DER) atau rasio liabilitas terhadap ekuitas akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap emiten, semakin tinggi ROE dan semakin rendah DER maka semakin tinggi kepercayaan investor terhadap emiten (Hayati, 2010:55). Hal tersebut terjadi karena para pemegang saham memiliki asumsi bahwa perusahaan sedang dalam kondisi baik, dengan sedikit utang dan memiliki rasio laba yang tinggi. Para investor yakin bahwa emiten tersebut akan menguntungkan di masa mendatang, sehingga akan enggan untuk menjual sahamnya. Jika, dijual sekalipun harganya akan tinggi karena emiten dalam kondisi baik dan berpotensi menghasilkan laba. Hal ini akan berbanding terbalik jika rasio ROE rendah sedangkan rasio DER tinggi, maka kepercayaan investor akan menurun sehingga akan menjualnya. Jika, menjual saham dalam jumlah lebih banyak dari permintaan pasar, tentu harga saham akan turun. Investor pun akan rugi akibat capital loss.  Afriyeni (2019:5-6) menjelaskan bahwa resiko yang muncul dalam investasi saham dapat dipengaruhi pada faktor ekonomi mikro dan faktor ekonomi makro.

1. Faktor Ekonomi Makro

         Faktor ekonomi makro merupakan faktor ekonomi yang muncul dari kondisi perekonomian negara yang bersangkutan. Apabila negara dengan krisis ekonom maka jelas iki akan mengahambat pertumbuhan ekonomi termasuk pada sektor bursa efek. Ada beberapa hal yang termasuk pada faktor ekonomi makro, yaitu kondisi perekonomi negara, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan kurs valas (valuta asing),

2. Faktor Ekonomi Mikro

         Faktor ekonomi mikro merupakan faktor yang muncul dan mempengaruhi pada perusahaan itu sendiri, Jadi, faktor ini tidak berdampak pada semua perusahaan melainkan hanya pada perusahaan tertentu saja. Ada beberapa faktor ekonomi mikro ,yaitu faktor kebijakan dan regulasi pemerintah, struktur modal emiten, struktur aktiva emiten, dan rasio earning per share (eps).

E. Analisis Emiten Guna Mengurangi Risiko

         Terlibat di pasar modal sebagai investor memang memiliki berbagai keuntungan dan risiko. Semakin besar keuntungan maka semakin besar pula risikonya. Namun, keuntungan ini sifatnya tidak pasti, karena tiap tahun perusahaan akan selalu mengalami penjualan yang akan naik turun. Sehingga dalam melakukan investasi harus memperhatikan serta memperkirakan berapa tingkat penghasilan atau keuntungannya. Ketidakpastian dalam tingkat penghasilan merupakan permasalahan inti dari investasi. Investor perlu mempertimbangkan unsur ketidakpastian karena ketidakpastian ini merupakan risiko investasi dan perlu diminimalisasi. Untuk meminimalisasi terjadinya risiko investasi saham maka investor dapat memperkirakan penghasilan dan kinerja emiten di masa depan dengan cara menganalisis kinerja perusahaan di masa lampau. Secara umum investor dapat menggunakan dua pendekatan dalam menganalisis kinerja emiten, yaitu pendekatan fundamental dan pendekatan teknikal. Melalui kedua pendekatan tersebut investor diharapkan dapat menganalisis kinerja perusahaan guna mengurangi risiko yang akan ditanggung dan memaksimalkan keuntungan yang akan diterima (Arista & Astohar, 2013:2). Analisis pendekatan  fundamental lebih menekankan pada kinerja internal perusahaan dan menilai laporan keuangan perusahaan dalam kurun waktu beberapa tahun. Kemudian dari laporan tersebut calon investor dapat memperkirakan bagaimana kinerja perusahaan tersebut di masa depan. Analisis fundamental menggunakan dasar data fundamental perusahaan, yaitu data yang berasal dari laporan keuangan perusahaan, sedangkan analisis teknikal menggunakan data naik turunnya harga di pasar modal untuk menilai sahamnya (Hayati, 2010:53). Maka, jika dilihat dari pendekatan teknik analisis, analisis fundamental lebih baik dan relevan digunakan pada investasi jangka panjang karena teknik ini menganalisis kinerja keuangan perusahaan secara menyeluruh dengan melihat laporan keuangan. Sedangkan, analisis teknikal lebih cocok digunakan untuk investasi jangka pendek karena teknik ini lebih menganalisis perubahan harga jual saham. Analisis fundamental mengutamakan laba yang diperoleh dari dividen, sedangkan analisis teknikal mengutamakan laba yang diperoleh dari selisih harga penjualan saham atau capital gain.

1. Analisis Fundamental dalam Investasi Jangka Panjang

         Analisis fundamental adalah analisis harga saham melalui penilaian kinerja laporan keuangan perusahaan. Investor yang akan menanamkan uangnya pada dalam jangka panjang akan lebih optimal apabila menggunakan analisis fundamental. Menggunakan analisis fundamental investor akan mengetahui kinerja perusahaan selama beberapa tahun kebelakang yang kemudian menghitung berbagai rasio keuangan perusahaan. Investor jangka panjang akan lebih mengutamakan keuntungan yang diperoleh dari dividen daripada keuntungan yang diperoleh dari capital gain. Sehingga investor akan lebih memperhatikan seberapa besar laba perusahaan dan apakah dividen rutin dibagikan oleh emiten. Nurul Hayati (2010:55) menyebutkan bahwa ada beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba di masa mendatang, yaitu EPS (Earning Per Share), ROA (Return on Assets), ROE (Return on Equity), DER (Debt to Equity), rasio lancar, dividen payout ratio dan PVB (Price to Book Value).

  • EPS

         Rasio ini yang menilai seberapa besar nilai laba bersih yang kemungkinan akan diterima tiap lembar. Semakin tinggi nilai EPS semakin besar pendapatan yang akan diterima dan semakin tinggi peluang mendapatkan dividen besar,

  • ROA

         Rasio keuangan yang memperhitungkan antara laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aset yang dimiliki perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengelola aset dalam memperoleh laba. Semakin tinggi nilai ROA maka semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan tersebut.

  • ROE

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun