Mohon tunggu...
Wardah PutriMaghfirah
Wardah PutriMaghfirah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas

Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tantangan dan Masalah Penerapan Desentralisasi di Indonesia

29 Oktober 2021   21:28 Diperbarui: 29 Oktober 2021   21:36 2555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah reformasi tahun 1998 Negara Indonesia lebih menerapkan nilai-nilai demokrasi. Sebelum adanya reformasi, indonesia berada dalam era orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto yang menjadi presiden selama 32 tahun. Rezim orde baru ini dapat dibilang otoriter, karena sikap otoriter ini muncullah aksi "turun ke jalan" di berbagai daerah di Indonesia untuk menurunkan rezim orde baru, dan membuat indonesia menjadi lebih demokratis dalam berbagai hal. Setelah berakhirnya orde baru, mencullahera reformasi. Pada era reformasi ini mulai muncul yang namanya desentralisasi. 

Desentralisasi merupakan bahasa Latin yang terdiri dari kata "de" artinya lepas, dan "centrum" artinya pusat, sehingga bila diartikan, desentralisasi berarti melepaskan diri dari pusat. Melepaskan diri dari pusat bukan berarti daerah tersebut sepenuhnya melepaskan diri dari pusat atau lepas dari negara.

Tapi lebih ke pelimpahan wewenang kekuasaan yang awalnya dipegang oleh pemerintah pusat, ke berbagai daerah yang ada di Indonesia dengan tujuan agar daerah tersebut dapat mengurus rumah tangganya sendiri. Menurut Joeniarto, desentralisasi dimaksudkan untuk memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri.

Azas-azas yang dipakai dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah awalnya yaitu UU No. 5 tahun 1974 berubah menjadi UU No. 22 tahun 1999 karena memang ada yang diperbaiki setelah masuknya reformasi. Dalam UU No. 5/74 yang dimaksudkan dengan desentralisasi adalah penyerahan "urusan" pemerintahan, sedangkan dalam UU No. 22/99 dikatakan sebagai penyerahan "wewenang" pemerintahan. Penyerahan urusan dengan penyerahan wewenang merupakan dua hal yang berbeda. 

Penyerahan wewenang yang dimaksud oleh UU No. 5 tahun 1974 bahwa wewenang itu hanyalah untuk melaksanakan tugas serta urusan bukan wewenang untuk mengatur daerahnya sendiri dalam berbagai hal, kewenangan semua bidang pemerintahan. pelimpahan wewenang itu berbeda halnya dengan wewenang seperti yang ada pada otonomi daerah dalam UU No.22/99, dimana otonomi itu bukan karena dilimpahkan tetapi karena itu merupakan hak dari daerah.

Namun setelah peralihan penyelenggaraan pemerintahan daerah pada orde baru ke era reformasi masih dapat kita temui berbagai masalah dalam desentralisasi ini, ini menandakan bahwa desentralisasi belum berjalan dengan baik. berikut ini ada beberapa permasalahan yang terjadi dalam desentralisasi di Indonesia seperti yang dijelaskan oleh Faisal dan Akmal (2016) Ada beberapa permasalahan yang dikhawatirkan bila dibiarkan berkepanjangan akan berdampak sangat buruk pada susunan ketatanegaraan Indonesia. Masalah tersebut sebagai berikut :

1. Adanya Eksploitasi Pendapatan Daerah

Dalam otonomi daerah, daerah memiliki kewenangan yang kuat untuk mengelola keuangan yang dihasilkan oleh daerah, mulai dari memperoleh uang, pengelolaan uang, dan pemanfaatan uang atau alokasi pendapatan daerah. Hal seperti ini membawa masalah bagi daerah, dan berpikir bahwa daerah akan melakukan upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi, perolehan pendapatan daerah. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa daerah harus mempunyai dana yang cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun pembangunan.

2. Pemahaman terhadap Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah yangBelum Mantap.

Indonesia sejak awal-awal reformasi sudah menerapkan desentralisasi, oleh karena itu kita harus paham betul tentang desentralisasi dan otonomi daerah. Desentralisasi dibutuhkan untuk mencapai efektifitas dan efesiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah, penyelenggaraan pemerintahan akan lebih efektif dan efisien, karena negara ini sangat besar tidak cukup satu pemimpin saja untuk mengatur daerah daerah yang ada di Indonesia. 

Indonesia juga memiliki kekayaan alam dan budaya yang berbeda-beda, dengan adanya desentralisasi ini daerah bisa membuat kebijakannya sendiri yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di daerah tersebut. Dengan adanya desentralisasi ini rakyat juga bisa lebih dekat dengan pemimpinnya karena sebagian pemimpin merupakan warga asli dari daerah tersebut.

3. Penyediaan Aturan Pelaksanaan Otonomi Daerah yang Belum Memadai.

Ada dua penyebab utama yang mendasari hal ini terjadi. Pertama yaitu karena pemerintah pusat tidak serius memberikan hak otonomi kepada pemerintah daerah. Yang kedua yaitu desentralisasi sudah menggelembungkan semangat yang tak terkendali di kalangan sebagian elit di daerah sehingga memunculkan sentimen kedaerahan yang amat kuat. Istilah "putra daerah mulai mengemuka dimana-mana, masyarakat seperti mengharuskan bahwa yang harus menjadi pemimpin di suatu daerah adalah warga asli atau putra daerah.

4. Kondisi SDM Aparatur Pemerintahan yang Belum Menunjang Sepenuhnya Pelaksanaan Otonomi Daerah.

Desentralisasi atau otonomi daerah akan bisa berjalan dengan baik jika Sumber daya manusianya sudah menunjang. Karena sumberdaya manusia inilah yang berperan penting untuk menjalankan otonomi daerah. Sikap yang harus dimiliki oleh aparatur pemerintah yaitu sikap integritas, dengan adanya sikap integritas, setinggi apapun jabatan seseorang sebagai aparatur negara tidak akan melakukan pelanggaran, masalah besar yang dihadapi oleh indonesia saat ini adalah korupsi dan korupsi juga menunjukkan bahwa aparatur negara tidak memiliki integritas.

5. Korupsi di Daerah.

jika dipandang dari kacamata apapun perilaku pejabat publik yang cenderung menyukai menerima uang yang bukan haknya adalah tidak etis dan tidak bermoral, dana yang seharusnya dipergunakan oleh pemerintah daerah dengan baik malah dihambur-hamburkan atau digunakan untuk kepentingan pribadi.

6. Adanya Potensi Munculnya Konflik Antar Daerah

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999  menekankan bahwa tidak ada hubungan hierarki antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota,sehingga pemerintah kabupaten dan pemerintah kota menganggap kedudukannya sama dan tidak taat kepada pemerintah provinsi. ancaman disintegrasi juga dapat memicu sebuah konflik, adanya potensi sumber daya alam di suatu wilayah, juga rawan menimbulkan perebutan dalam menentukan batas wilayah masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun