Ya Rasulullah salamun'alaik
Ya Rafi 'assya ni waddaraji
Siapa yang cinta pada nabinya
Pasti bahagia dalam hidupnya
Muhammadku Muhammadku dengarlah seruanku
Aku rindu aku rindu kepadamu Muhammadku
Lagu favorit anak saya ini sangat menyentuh hati. Saya senang sekali anakku tiga tahun usianya sudah bisa bershalawat atas nabi dan menikmati lagu, seruan cinta untuk nabi. Bagi saya, menanamkan akhlak mulia, kecintaan atas Allah dan Rasul sejak dini, menjadi fondasi kuat menanamkan damai dan kasih dalam dirinya.
Damai dan kasih dalam diri, bagi saya, penting ditanam, dipupuk, dipelihara. Rasa cinta bisa pudar bahkan hilang. Menjaganya adalah pekerjaan sepanjang hidup. Padahal rasa cinta lah yang mendorong kita untuk peduli sesama, hormati orang lain, sibuk berbuat baik menebar kebajikan dan malu ketika melakukan apa pun, sekecil apa pun, yang melukai hati apalagi fisik orang lain.
Mendengar berita dini hari, sehari jelang Idul Fitri, tentang ledakan di kawasan Masjid Nabawi sungguh mengiris hati. Ledakan berasal dari bom bunuh diri, entah siapa, belum ada yang mengklaimnya. Yang pasti, bom kebencian ini sudah terjadi berkali-kali sepanjang Ramadhan, menimbulkan duka mendalam untuk pemeluk Islam juga warga dunia, di Istanbul Turki, di Dhaka Bangladesh, di Irak, lalu yang menyedihkan terjadi juga di Arab Saudi, kawasan parkir Masjid Nabawi, Madinah, lalu di dekat gedung konsulat AS di Jeddah, dan kota Qatif kawasan komunitas Syiah. (sumber)
Di Baghdad Irak, masih berlangsung Hari Berkabung Nasional selama tiga hari sejak Senin, menyusul ledakan di pusat belanja saat berbuka puasa. Dilaporkan 200 orang tewas, enam gedung hancur, dan jutaan hati terluka karena Idul Fitri harus dilewati dengan duka mendalam, kehilangan kerabat dan kehilangan rasa aman.
Di Istanbul dan Dhaka, ada dua teman saya di sana, yang semoga baik saja. Sudah saya pastikan salah satunya baik-baik saja, hanya doa yang bisa saya lakukan mengiringi keberadaan mereka di sana.
Di Madinah. Ini yang saya tak habis pikir, saya turut rasakan duka mendalam. Di kawasan suci, tempat Nabi Muhammad dimakamkan, tempat Nabi dan keluarganya dimakamkan, tempat umat muslim seluruh dunia berbagi kasih, mengungkapkan kerinduan atas nabi, berdoa atas nabi dan keluarganya, para role model muslim dan muslimah seluruh dunia, tempat beribadah, aksi kebencian itu berani-beraninya dilakukan di kawasan Masjid Nabawi.
Masjid Nabawi adalah masjid terbesar kedua di dunia setelah Masjidil Haram Mekkah. Di kawasan inilah Nabi Muhammad SAW dimakamkan (wafat 632 Masehi), dan seluruh umat muslim dari berbagai penjuru dunia, lebih dari 1 juta jamaah, berbagi kerinduan atas nabi, teladan sepanjang jaman, di tempat ini. Makam istri dan keluarga Rasulullah pun ada di tempat ini. Makam sederhana dengan tumpukan batu kerikil tanpa nisan di atasnya, menjadi bukti sejarah perjalanan Rasulullah menebar kebaikan di muka bumi.
Saya masih terus belajar tentang keteladanan Nabi Muhammad, dan memang hanya dari Rasulullah saya mendapatkan contoh kepemimpinan dan akhlak pribadi mulia. Saya tidak menemukannya dari yang lain, yang sempurna seperti Rasul.
Saya belajar betapa Rasulullah merawat cinta dalam hatinya. Tak pernah marah apalagi menebar benci. Islam besar atas kepemimpinannya yang penuh cinta ini. Saya belajar dari kyai Husein Muhammad yang selalu berbagi kisah Nabi melalui akun Facebooknya, tentang Ketidakmengertian. Betapa dulu, pada jamannya, Nabi menyebarkan kebaikan, ajaran, kebenaran kepada orang yang belum mengerti, dengan penuh kasih. Atas segala hinaan, cacian, hujatan, bahkan perlakukan kasar kepadanya, Nabi Muhammad SAW tak membalasnya, namun justru memaklumi semua tindakan itu, dengan alasan ketidakmengertian. Mereka yang menghina tak mengerti, hanya belum mengerti apa yang Nabi ingin sampaikan, jadi tak perlu meresponsnya dengan reaktif apalagi membalasnya dengan perlakuan penuh kebencian. Saya menangis membaca kisah itu. Betapa nabiku teladan terbaik yang selalu relevan sepanjang jaman.
Namun untuk apa yang terjadi di Masjid Nabawi lebih dari seribu tahun sepeninggalnya Nabi Muhammad, sungguh tidak bisa dimengerti. Kalau lagi-lagi yang melakukannya adalah teroris yang mengatasnamakan agama, sungguh semakin tak bisa dimengerti. Dari mana mereka belajar menafsirkan ketidaksukaan, perlawanan atau apa pun itu istilah mereka, dengan penuh kebencian yang melukai seperti itu. Bukankah Rasulullah tauladan kepemimpinan yang sempurna,sudah mencontohkan, untuk tidak menebar keburukan di muka bumi. Hanya dengan cinta kasih, sebuah ajaran bisa menguasai dunia dan lekang sepanjang jaman.
Saya membayangkan betapa mungkin Rasulullah teriris dan menangis. Di dekat makamnya terjadi peristiwa yang sungguh ironis, tindakan tidak mewakili sebutir beras pun ajarannya menebar kebajikan dengan damai di muka bumi. Atau mungkin Rasulullah berkata jangan takut, mereka hanya tidak mengerti. Entahlah Rasul, apa yang Rasul lakukan menyikapi ini. Kalau saya, menangis atas apa yang terjadi di dekat Masjid Nabawi jelang Idul Fitri. Sulit sekali mengatakan setidaknya dalam hati saja, bahwa mereka hanya tidak mengerti. Sulit karena yang mereka lakukan sudah sangat melampaui batas. Semoga hidayah segera mengisi hati mereka. Semoga lunak hati mereka sehingga tidak lagi menyebar benci.
Saat banyak orang muslim mendambakan datang ke Raudhah, sholat di Masjid Nabawi, “bertemu” rasulullah dan keluarganya di sana, beribadah dan memanjatkan doa, melepas kerinduan atas nabi, berbagi dan menebar kasih, orang-orang yang tidak mengerti ini sungguh menyianyiakan indahnya semangat berbagi Rasulullah yang konon katanya begitu terasa di Raudhah.
Sungguh sia-sia apa yang dilakukan para pembenci, yang membunuh dirinya sendiri, di kawasan Masjid Nabawi.
Saya jadi semakin rindu, ingin datang ke Raudhah, "bertemu" Nabi, "mengunjungi" kerabatnya, istrinya yang luar biasa, berdoa di Masjid Nabawi, semoga seluruh umat muslim di dunia menemukan cinta Rasul dan menerapkannya dalam hidup, untuk menjaga bumi titipan, untuk menjaga relasi yang menenangkan, penuh cinta, apa pun agamanya, seperti yang sudah dicontohkan ribuan tahun silam oleh Nabi Muhammad SAW.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H