Passion Angga dan Kepeduliannya
Ada yang menarik di sela pengumuman FFPI 2015. Angga mengatakan bahwa ia memulai membuat film juga sejak SMA, sama seperti pelajar yang memenangkan FFPI 2015. Sama sejarahnya namun berbeda kondisinya, karena menurut Angga di masanya, belum banyak pendukung seperti ekskul sinematografi belum ada, kamera sulit didapat, belum lagi proses produksi yang masih sangat manual. Sebagai bentuk dukungannya kepada pelajar yang berminat dan mau belajar menjadi sineas lebih professional, Angga pun memberikan kesempatan magang kepada para pemenang kategori pelajar.
Angga bukan saja mengumumkannya langsung di atas panggung. Begitu turun panggung, saya perhatikan ia mencatat sesuatu dalam kertas, membaginya menjadi tiga potongan dan memberikannya satu per satu kepada ketiga pemenang kategori pelajar. Kebetulan salah satu pemenang duduk di depan saya, dan sekilas saya mendengar Angga berkata langsung kepadanya untuk menghubungi nomor yang tertera di kertas tersebut. Angga ingin memastikan semua pelajar itu mendapatkan kesempatan terlibat dalam pembuatan filmnya tahun ini, dengan mendatangi ketiga pemenang satu per satu.
Ketiga pemenang FFPI 2015 kategori pelajar pun mendapatkan kesempatan emas belajar membuat film dari ahlinya, dengan dilibatkan Angga yang berencana memproduksi enam film tahun ini.
FFPI 2015 nyatanya bukan sekadar memfasilitasi pelajar, mahasiswa, dan umum para sineas muda untuk mendapatkan panggung menunjukkan karyanya lewat kompetisi. FFPI 2015 jelas telah berbuat lebih, membuka kesempatan untuk sineas muda belajar dan mengumpulkan pengalaman untuk meningkatkan kualitas diri dan keterampilannya memproduksi film.
Dengan terfasilitasi, bukan tak mungkin sineas muda ini akan bertumbuh menjadi pelaku industri film berkualitas. Menariknya, selain para finalis ini masih berusia muda, sebagian besar berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebagian dari mereka memulai ketertarikan terhadap dunia film dari ekskul sinematografi. Seperti pemenang pertama kategori umum, pembuat film Bubar Jalan, adalah belajar film dari ekskul sinematografi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, Bandung.
Soal ini, Angga berkomentar optimistis, “Masa depan film Indonesia ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur,” katanya seraya menjawab rasa penasaran penonton nobar lantaran sebagian besar film berbahasa Jawa, mengangkat budaya dan mengambil latar Jawa.
Pada akhirnya, FFPI 2015 pun melahirkan optimisme dan generasi penerus film Indonesia, yang semakin menyebar bukan hanya dari ibukota tapi bakat muda dari berbagai daerah di Indonesia.