Mohon tunggu...
Wardah Fajri
Wardah Fajri Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Pengembara Penggerak Komunitas

Community Development -Founder/Creator- Social Media Strategist @wawaraji I www.wawaraji.com Bismillah. Menulis, berjejaring, mengharap berkah menjemput rejeki. Blogger yang menjajaki impian menulis buku sendiri, setelah sejak 2003 menjadi pewarta (media cetak&online), menulis apa saja tertarik dengan dunia perempuan, keluarga, pendidikan, kesehatan, film, musik, modest fashion/fashion muslim, lifestyle, kuliner dan wisata.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kenapa Kamu Pakai Jilbab? Film Hijab Menjawab

15 Januari 2015   01:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:07 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_346312" align="aligncenter" width="540" caption="Gala Premiere Film Hijab"][/caption]

Kenapa kamu pakai jilbab? Inilah pertanyaan yang mengawali perjalanan empat perempuan bersahabat dalam film Hijab. Sebuah film sitkom yang disutradarai  Hanung Bramantyo, dengan Zaskia Adya Mecca sebagai konseptor juga produser dan Haikal Kamil selaku produser dari Dapur Film.

Ketiga nama yang saya sebutkan adalah sepasang suami istri (Hanung-Zaskia)dan adik-kakak (Zaskia-Haikal). Mereka adalah keluarga yang sangat akrab dengan industri kreatif terutama perfilman. Lewat Dapur Film, insan kreatif ini melebur menghasilkan sebuah film perdana, yang kata Hanung dibuat dari hati.

Malam Gala Premiere film Hijab juga dikerjakan oleh kru Dapur Film yang sebagian besar adalah keluarga. Ini adalah film keluarga yang diproduksi keluarga sutradara dan aktris.

Lewat tulisan ini, saya tidak ingin menulis sinopsis film. Kenapa? Karena film ini akan tayang di bioskop sehari lagi, 15 Januari 2015. Saya tak ingin mengurangi keseruan dan kesan personal yang barangkali akan Anda dapati setelah menyaksikan sendiri film ini. Namun saya terusik untuk berbagi pengalaman dan perspektif saya dari film Hijab ini.

Pertanyaan di awal tulisan juga di judul tadi, akan terjawab di hampir semua bagian film ini. Meski begitu, penonton perlu menyimak sampai akhir, dan saya rasa tanpa dipaksa menyimak, penonton pun akan menikmati karena film ini mengalir membuat penonton tak ingin beranjak lantaran emosi campur aduk antara haru, lucu, sedih hingga memancing ledak tawa. Seperti kata Hanung, saksikan film sampai credit tittle selesai ditayangkan. Memang benar, dengan duduk santai sampai tak ada lagi tontonan di layar, akhir cerita di film ini menegaskan jawaban dari pertanyaan tadi. Jawaban yang sangat lengkap dan membekas, sehingga pesan film ini akan terbawa pulang oleh penontonnya.

Setidaknya itulah yang saya rasakan sepulang menonton di bioskop XXI Epicentrum. Saya dan suami sangat beruntung mendapatkan undangan khusus, yang saya nilai personal, dalam Gala Premiere Film Hijab, selasa, 13 Januari 2015.

[caption id="attachment_346313" align="aligncenter" width="540" caption="DokPri"]

14212360641654237247
14212360641654237247
[/caption]

Adalah Mbak Erlisativani, GM Mazaya Cosmetics yang mengusahakan dua tiket untuk kami. Mengusahakan karena khusus malam itu, pembagian tiket sepenuhnya di tangan penyelenggara, Dapur Film. Di antara relasi, kerabat, pemeran dan para pendukung film, saya dan suami beruntung mendapatkan tiket itu. Mazaya Cosmetics adalah pendukung film ini.

Saya berpikir, undangan Gala Premiere Film Hijab adalah karena persahabatan. Karena persahabatan pula, saya passionate menuliskan pengalaman berkesan ini. Sejak pembukaan Gala Premiere, saat Hanung memberikan sambutan dan kata-katanya saya kutip beberapa di bagian awal tulisan ini, hingga akhir film dan penonton bersalaman dengan kru dan pemain, bahkan di perjalanan pulang ke rumah yang terburu-buru karena terbayang puteri saya sudah menunggu di rumah, otak saya penuh dengan kata-kata, siap menuliskan pengalaman ini.

Ini sekadar catatan yang sangat personal sehingga isinya pun sangat subyektif. Soal ulasan film, saya berencana akan menuliskannya setelah menonton untuk kedua kalinya nanti. Saya memang perlu dua kali menonton film Hijab untuk membuat ulasan lebih detil. Bukan karena saya tidak menangkap pesannya. Tapi lebih karena pengalaman menonton film Hijab saat Gala Premiere memberi kesan mendalam bagi saya, sangat personal.

Pertama, karena saya bisa merasakan semangat kreativitas yang mandiri dari Dapur Film dan bagaimana sebuah keluarga di industri kreatif memproduksi sebuah film dan menyelenggarakan Gala Premiere dengan lancar dan penuh kekeluargaan. Saya ikut merasakan produksi film ini, lagi-lagi berkat persahabatan Mbak Erli. Saya dan rekan kerja pernah berkesempatan membahas beberapa rencana saat film hijab msh dalam proses syuting. Kami datang ke lokasi syuting dan berbincang banyak hal, termasuk bersama Haikal. Saya merasa "hidup" saat berada di lokasi syuting menyaksikan Zaskia mengenakan busana muslim khimar, Hanung dan kru yang sibuk menata lokasi syuting, dan beberapa aktris yang tengah bersiap-siap. Saya betah seperti merasa itu dunia saya.

Waktu berlalu, saya tak lagi bertemu mereka. Tiba-tiba sebuah pesan singkat saya terima, undangan nonton dari mbak Erli. Wah, film Hijab yang saya nanti ternyata sudah selesai produksi dan siap tayang.

Meski sedikit mengikuti proses pembuatan film ini, jujur, saya tidak tahu sebelumnya apa isi film Hijab. Namun saya percaya film ini istimewa. Saya mengikuti jejak Hanung dan film garapannya. Saya percaya akan ada yang khas dari film ini. Apalagi film ini dikerjakannya bersama istri, Zaskia yang juga seorang pengusaha bisnis busana muslim online dan pemilik butik brand Mecanism. Saya sangat yakin, film ini hadir dengan cara kreatif ala Hanung-Zaskia.
Hijab, dari judulnya pun sederhana sarat makna. Film yang muncul di momen yang tepat karena hijab bukan hanya sedang jadi tren tapi lifestyle. Bagaimana tren dan lifestyle itu diterjemahkan dalam film? Hijab memberikan jawabnya.

Menyaksikan Haikal, Zaskia, Tasya (kakak Zaskia) yang sibuk hilir mudik menyiapkan gala premiere memberikan kesan betapa film ini dikerjakan dengan passion. Saya pun merasakan semangat itu saat duduk manis di studio 1. Hal itu sudah sangat menginspirasi saya secara pribadi.

Kedua, kesan mendalam saya rasakan saat menonton film bahkan menyisakan perasaan campur aduk dalam perjalanan pulang. Mungkin saya terlalu sensitif, atau saya sedang galau, sehingga saya mudah sekali terharu bahkan menangis. Baik saat menonton maupun saat membahasnya dengan suami.

Film Hijab, bagi saya, sangat menyentuh secara personal. Film ini seakan menceritakan diri saya sendiri.Ternyata bukan hanya saya yang merasakan demikian, mbak Erli pun mengaku merasakan hal yang sama. Orang lain bisa saja merasa demikian. Wajar, karena film Hijab memang sangat dekat dengan keseharian, potret realitas, yang dikemas dengan sangat ringan tapi berbobot.

Gaya khas Hanung masih muncul di film ini. Sindiran halus, kritik sosial yang disampaikan dengan sangat "manis" lewat adegan dan dialog di film, potret realitas yang disajikan dengan jujur berani melawan mainstream, ada di film ini. Seperti film Hanung, "Jomblo" yang ringan menghibur tapi tetap sarat pesan, film "?" yang membawa banyak pesan bermakna soal toleransi beragama, film religi "Perempuan Berkalung Sorban" atau "Sang Pencerah" yang mencerahkan, menurut saya film Hijab menyediakan semua yang tertuang dalam berbagai film itu. Film hijab menyuarakan permpuan dan dunianya yang kompleks. Bicara soal keluarga, pasangan menikah, pilihan perempuan bekerja, hijab, dan hiburan yang berpadu dalam film ini.

Jangan terkecoh dengan judulnya, Hijab. Ini bukan film religi. Unsur drama komedi lebih kental jadi jangan ragu tertawa, jangan malu menangis haru karena isi film ini memang sangat dekat dengan keseharian kita.

Film Hijab adalah kita. Terutama tentang perjalanan perempuan dengan hijabnya. Perjuangan perempuan sebagai istri, ibu, dan dirinya sendiri. Pergulatan perempuan dengan dunianya. Saya bisa merasakan setiap konflik yang tercurahkan di film ini. Saya pun merasa sangat dekat dengan pemeran film karena perbincangan mereka, konflik mereka, sangat dekat dan menyentuh secara personal.

Ah, saya kok jadi terjebak menulis review.

Terakhir, saya ingin katakan, bagi pengguna hijab, datanglah ke bioskop, tonton film ini sendiri atau bergerombol, penuhi studio bioskop dan rasakan sendiri pengalaman batin yang akan mengusik emosi Anda. Anda seperti melihat perjalanan berhijab sendiri dalam film ini. Bisa jadi ada cerita yang sama atau mirip dari film ini. Saya merasakan sekali bagaimana perjalanan saya berhijab terwakili dari film ini. Belum lagi pergulatan perempuan bekerja dan kompleksitas rumah tangga.

Bagi yang belum/tidak berhijab, jangan sungkan. Film ini punya banyak pesan lain. Ini bukan semata bicara hijab. Juga sama sekali tidak bermaksud mengajak apalagi menggurui. Berhijab adalah proses. Barangkali dengan menonton film ini menjadi bagian kecil dari proses Anda berhijab kalau memang ada niatan memakainya.

Bagi muslim, menurut saya, film ini semestinya bisa membuka mata hati untuk melatih kemampuan bertoleransi bahwa ada paham yang belum tentu sama bagi sesama muslim tapi bukan lantas perbedaan itu "menceraikan" kita.

Untuk nonmuslim, kalau penasaran, jangan takut nonton film ini. Jangan terpedaya dengan judulnya. Karena lewat kisah persahabatan dan keluarga muda di kota besar ini tersimpan banyak pesan bermakna, dan semoga bisa menjadi perekat kebersamaan.

Ah rasanya rencana saya gagal. Saya tidak ingin menulis review, tapi tetap saja saya tak tahan goda menulis sedikit ulasan film Hijab ini. Saksikan saja sendiri di bioskop mulai 15 Januari. Buktikan bagaimana film Hijab bisa memengaruhi Anda.

Efek terhadap saya: saya merasa lebih percaya diri pakai jilbab (yang baru saya kenakan "lagi" beberapa bulan belakangan) dan lebih bersemangat menggeluti dilema dunia perempuan.

Mengutip dua pemeran pendukung film Hijab yang saya temui usai Gala Premiere, ini sedikit gambaran film untuk Anda:

Lasuardi Sudirman, atau akrab disapa Didi,  Make-Up Artist Mazaya Cosmetic yang berperan sebagai penjahit, mengaku terharu menonton film ini karena menurutnya ceritanya sangat dekat dengan keseharian. Selain film ini sangat menghibur karena terlalu sering mengundang tawa.

Sementara, Ustadzah Hj Lulung Ummu Mumtaza yang memerankan dirinya sendiri di film ini mengatakan, film Hijab membantu dakwah dengan cara yang tidak menggurui. Film ini adalah potret realitas di masyarakat, bukan membenarkan tindakan yang digambarkan dalam film, tapi memotret apa yang ada. Film ini juga mencontohkan cara berhijab yang benar, bagaimana memperbaiki diri, dan bersikap sebagai istri.

Sooal hijab, Hj Lulung merasakan pengalaman batin usai menonton film ini. Ada bagian yang membuatnya haru karena ingat putrinya.
"Puteri saya berhijab hanya di sekolah tapi tidak di rumah, tapi orang lain mencemooh karena kok puteri ustadzah jilbabnya setengah-setengah," katanya.

Orang menghakimi padahal berhijab adalah proses. Banyak alasan untuk memakainya, yang pasti dengan berhijab seseorang sedang berusaha menjadi lebih baik lagi.

"Berjilbab bukan berarti malaikat" kata Hj Lulung. "Tapi dengan berhijab kita akan berusaha terus memperbaiki sikap."

Ini hanyalah bebeberapa pesan yang tertuang di film ini dan mudah dicerna, di antara banyak pesan lainnya dari cerita persahabatan di film Hijab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun