Mohon tunggu...
Wara Katumba
Wara Katumba Mohon Tunggu... independen -

POLITIK LU TU PENGADU (POLITIKus LUcu TUkang PENGAngguran berDUit

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perbandingan Untung-Rugi Program Rumah Susun Ahok-Djarot dan Rumah DP Nol Rupiah Anies-Sandi

26 Maret 2017   11:08 Diperbarui: 26 Maret 2017   19:00 2539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: republika.co.di/tempat kumuh, liputan6.com/rusun - eited by wara katumba

Warga ingin mencari lahan kosong di wilayah DKI Jakarta untuk hunian itu sulit kecuali lahan di parkiran, dibawah kolong jembatan atau serobot lahan orang lain, bantaran sungai dan lain-lain yang justru menimbulkan konflik, kekumuhan, jorok, tidak beraturan, semrawut yang sangat tidak pantas ada didalam sebuah kota besar apalagi ibukota Negara seperti Jakarta.

Jika adapun sudah dimiliki dan harganya sangat mahal, maka solusi yang paling tepat bagi warga DKI Jakarta yang berpenghasilan dikelas ekonomi menengah kebawah untuk menjangkau hunian yang layak tersebut sudah ditawarkan dua pasangan calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta Ahok-Djarot dan Anies-Sandi.

Manakah Program rumah dari kedua pasangan Cagub yang masuk akal dan tidak membebani warga?

Rumah Susun Ahok-Djarot

Program Rumah susun (Rusun) Ahok-Djarot sudah dibangun ratusan hingga ribuan yang direncanakan terus berjalan beberapa tahun ke depan dan dampaknya bisa dilihat, kekumuhan tahap demi tahap sudah berkurang, rumah liar yang tidak layak sudah hilang dan rumah bukan peruntukkannya sudah ditertibkan.

Itu semua dampak dari relokasi yang dilakukan Ahok-Djarot dari tempat yang jorok dan kotor dipindah ke tempat yang bersih dan sehat.

Banyak pihak yang beranggapan bahwa apa yang dilakukan Ahok-Djarot adalah penggusuran,tentu harus dibedakan Relokasi dan Penggusuran secara umum.

Relokasi adalah pemindahan warga dari tempat illegal dan tidak layak ke tempat yang layak seperti contoh dibawah:

sumber: republika.co.di/tempat kumuh, liputan6.com/rusun - eited by wara katumba
sumber: republika.co.di/tempat kumuh, liputan6.com/rusun - eited by wara katumba
Tampak pada foto diatas, pemukiman kumuh yang tidak sehat dipindahkan/relokasi ke Rusun terlihat bersih dan rapi

Penggusuran adalah pemindahan warga dari tempat illegal ke tempat yang tidak jelas alias ditelantarkan seperti contoh dibawah:

sumber: sindonews.com/ratna sarumpaet, monitorday.com/tenda-tenda - edited by wara katumba
sumber: sindonews.com/ratna sarumpaet, monitorday.com/tenda-tenda - edited by wara katumba
Tampak pada foto diatas yang merasa tergusur justru aktivis dan pemilik tenda-tenda yang berasal dari partai politik. Kita tahu partai politik mana yang dimaksud.

Contoh sederhana diatas sangat mudah dipahami dimana perbedaan antara Relokasi dan Penggusuran.

Jadi, apa yang dilakukan Ahok-Djarot dengan cara relokasi sangat efektif dan berhasil mengurangi beberapa dampak negative diantaranya kota semakin rapi dan bersih “Tidak kumuh”, titik banjir berkurang, taman hijau dan taman bermain semakin banyak “RPTRA”

Setelah menetap di rusun, ada yang beranggapan harus bayar sewa, ternyata tidak sewa. Adapun bayaran yang dimaksud adalah biaya perawatan rusun berkisar Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per hari dilengkapi berbagai fasilitas dari pendidikan, pekerjaan, transportasi, kesehatan, sakit hingga wafat dan lain-lain diperhatikan.

Warga DKI bisa menghuni rusun sampai seumur hidup bahkan sampai delapan turunan sudah dijamin Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Artinya, warga yang menempati rusun secara tidak langsung sebagai pemilik/hak milik karena dijamin seumur hidup turun temurun.

Kewajiban warga yang dikelurkan dengan angka maksimal sebesar Rp 15.000 per hari dikalikan 30 hari maka cukup menghabiskan Rp 450.000 per bulan tanpa harus memikirkan sakit, transportasi, terutama cicilan rumah.

Menghitung untung-rugi selama tinggal di rusun dengan mencontoh batas umur kita hanya 25 tahun:

Konversi 25 tahun X 12 = 300 bulan.

Perawatan rusun Rp 450.000/bulan X 300 bulan = Rp 135.000.000 per 25 tahun.

Jadi, selama 25 tahun hidup di rusun kita menghabiskan biaya perawatan rusun sebesar Rp 135.000.000 dijamin tanpa diusir.

Angka yang terbilang kecil dengan fasilitas yang lengkap dan sewaktu-waktu ada kerusakan pada rusun cukup dilaporkan ke petugasnya dan tanpa harus memikirkan batas waktu selama ditempati dibandingkan dengan mencicil rumah yang harus memikirkan biaya jika ada kerusakan pada rumah cicilan tersebut.

Rumah DP Nol Rupiah Anies-Sandi

Tidak mau kalah dengan Rusun Ahok-Djarot yang sudah berjalan beberapa tahun, Anies-Sandi menawarkan Rumah DP Nol Persen saat debat Cagub yang diselenggarakan KPU, namun karena banyak kritikan karena tidak masuk akal berubah menjadi DP Nol Rupiah yang sesungguhnya sama saja dalam dunia hitung/matematika.

Nol Persen dan Nol Rupiah tetap dalam kondisi Nol yang tidak bisa mempengaruhi Persen dan Rupiah, hanya di dunia developer sebutan Nol Rupiah tidak lazim digunakan, yang lazim justru Nol Persen karena tehnis penghitungan cicilan rumah selalu menggunakan system persen dengan menentukan jangka waktu dan nilai rupiah yang berbeda.

Harus dimaklumi karena Anies-Sandi minim soal developer sehingga mudah tidak konsisten terhadap suatu persoalan dari Persen ke Rupiah hingga merambah rumah yang tidak berwujud sampai dengan rumah berwujud dalam bentuk Rusun.

“Jadi kami tidak masuk dalam bentuk rumahnya, kami masuk dalam bentuk pembiayaannya. Pembiayaan itu dalam bentuk perbankannya, bukan bentuk jenis rumahnya,” kata Anies. (Sumber)

Tidak berselang beberapa lama kemudian, program tersebut berubah wujud menjadi :

"Menurut Anies, jika program rumah DP 0 rupiah direalisasikan dalam bentuk rumah susun, ia ingin lokasinya dekat dengan stasiun atau kendaraan umum lain". (Sumber)

Dari “tidak masuk dalam bentuk rumahnya” berubah menjadi “direalisasikan dalam bentuk rumah susun”, Apakah program Rumah DP Nol Rupiah adalah program Rumah jadi-jadian?

Jadi, sulit dimengerti Rumah DP Nol Rupiah seperti apa wujud sesungguhnya membuat sebagian orang awam bingung untuk mencernanya.

Namun, kita abaikan wujud rumahnya, masuk kehitungan angka rupiah yang harus dipersiapkan warga agar dapat memiliki rumah yang belum jelas alias rumah awang-awang.

Untuk mendapat rumah harga cash yang murah di Jakarta tentu sangat sulit dibandingkan rumah system cicilan tentunya akan lebih mahal, perbandingan harga cash dan cicilan bisa selisih satu per tiga/empat maupun setengah harga lebih tingggi cicilan seperti yang diterapkan program Rumah DP Nol Rupiah.

Jika menarik contoh hitungan rusun Ahok-Djarot Rp 135.000.000 per 25 tahun maka kita tidak akan pernah bisa mendapat rumah cicilan murah seharga diatas tersebut.

Harga cicilan rumah termurah di Jakarta bisa diambil dengan nilai terendah berkisar Rp 300.000.000 (300 juta) dengan tempo cicilan disamakan dengan contoh hitungan Rusun Ahok-Djarot 25 tahun dan kualifikasi warga ekonomi menengah kebawah atau pendapatannya menyamai UMP DKI Jakarta.

UMP DKI Jakarta  2017 berkisar Rp 3,35 juta, maka nilai cicilan rumah yang sanggup dibayarkan berkisarannya berapa dengan mematok UMP, selebihnya untuk kebutuhan sehari-hari kecuali ada bantuan fasilitas lengkap seperti Rusun yang diterapkan Ahok-Djarot tersebut.

Hitungan-hitungan yang sangat sederhana seharusnya tidak butuh syarat menabung 6 bulan kemudian hasil tabungan untuk cicilan permulaan yang digemborkan Anies.

"Bukan nol persen, tapi DP-nya nol rupiah. Makanya, itu si debitur harus mengumpulkan dana sekitar enam bulan untuk DP tersebut," papar Anies. (Sumber)

Penjelasannya terkesan dikocok-kocok dan membingungkan, dengan cara mengumpulkan dana enam bulan untuk DP sama saja bukan DP Nol Rupiah namanya, kenapa tidak menggunakan cara sederhana?

Misalkan untung-rugi selama menyicil rumah dengan DP Nol Rupiah dengan penghasilan UMP sebagai berikut:

Harga Rumah Rp 300 juta, jangka waktu cicilan 25 tahun disamakan dengan contoh hitungan rusun Ahok-Djarot, maka

Konversi 25 tahun X 12 = 300 bulan

300 juta : 300 bulan = 1 juta per bulan

Jadi, Rp 1 juta perbulan untuk cicilan dengan mematok penghasilan UMP bagi warga ekonomi menengah kebawah adalah nilai yang realistis dan tidak membebani dan sisanya dipergunakan untuk kebutuhan yang mendasar.

Sebenarnya, DP Nol Rupiah tidak mempengaruhi nilai cicilan yang ingin diterapkan Anies-Sandi, hanya bahasa Lips servis yang ditonjolkan untuk memikat warga.

Seandainya diterapkan DP Nol Rupiah maka ada beberapa kerugian yang diterapkan Anies-Sandi jika dibandingkan dengan Rusun yang diterapkan Ahok-Djarot adalah :

Anies-Sandi, Pengeluaran per bulan sebesar Rp 1 juta selama 25 tahun jumlah total Rp 300 juta dengan catatan rumah jadi hak milik namun jika ada kerusakkan / aus karena usia jadi tanggung jawab pemilik akhirnya akan mengeluarkan biaya lagi.

Jika terjadi bisa dibayangkan, cicilan lunas tapi rumah justru sudah rusak karena kita tidak bisa menentukan kualitas bahan bangunan karena bagian tanggung jawab pengembang.

Sementara, Fasilitas-fasilitas gratis dipertanyakan karena rumah yang diwujudkan tidak jelas, apakah ditentukan Anies-Sandi dalam bentuk kompleks/rusun atau calon pemilik rumah menentukan lokasi tempat.

Jika lokasi tempat tinggal warga terpisah dengan warga yang lain tidak dimungkinkan fasilitas gratis akan terpenuhi kecuali warga ditempatkan dalam satu tempat dengan jumlah warga yang banyak seperti rusun.

Ahok-Djarot,Pengeluaran per bulan sebesar Rp 450 ribu selama hidupnya 25 tahun jumlah total Rp 135 juta dengan catatan rusun bisa ditinggal turun-temurun, tidak ada bedanya seperti rumah milik sendiri dan jika ada kerusakkan / aus karena usia jadi tanggung jawab Pemprov sehingga warga tidak perlu memikirkan rumah apakah kondisinya mulai rusak atau rusak parah dimakan usia dan tentu fasilitas-fasilitas gratis lengkap terpenuhi serta beberapa jaminan ditanggung Pemprov DKI.

Perbandingan dari angka Rp 300 juta “Rumah Anies-Sandi” dengan Rp 135 juta “Rumah Ahok-Djarot” dalam kurun waktu yang sama-sama 25 tahun mencapai selisih Rp 165 juta, selisih angka yang terpaut jauh melebihi separuh.

Program rumah sama-sama menawarkan hunian seumur hidup namun nilai setorannya yang berbeda jauh.

Jadi, Melihat selisih angka yang cukup mencolok maka program rumah dari dua pasangan Cagub mana yang masuk akal dan realistis dari segi untung-rugi?

Pada akhirnya, program-program yang ditawarkan Anies-Sandi yang belum jelas merasa dicontek oleh pihak Ahok-Djarot dari mulai Rumah DP Nol Rupiah, pasukan warna-warni, Kartu Jakarta Lansia hingga OK-Otrip, program dengan kata-kata yang asing dan bombastis harus dikaji ulang karena isinya seperti asap yang menyengat mata dan hidung sehingga sulit bisa dimengerti dan membingungkan apalagi ingin menyamai program Ahok-Djarot yang sudah berjalan.

Salam DP/Dewi Persik…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun