"Saya dan Mpok Sylvi akanmengalokasikan anggaran untuk pemberdayaan komunitas RT/RW sebesar Rp 1 miliarper RW per tahun," (sumber)
“berjanji memberi bantuan Rp 5 jutasetahun untuk setiap keluarga miskin.” (sumber)
Alokasi dana yang dihabiskan per tahun dari jumlah RW seluruh DKI Jakarta dengan jumlah total 2.709 RW dikalikan Rp1 miliar maka total Rp 2,709 triliun per tahun. (sumber jumlah RW)
Seandainya setiap orang mengantongi Rp1,5 juta per bulan dari perkiraan “hitungan bulat” separuh UMP DKI Jakarta2016, maka satu tahun menjadi Rp 18juta/orang.
Dari Rp 1 miliar dalam satu komunitas RW, berapa orang yang akan menikmati uang tersebut ?
Rp 1 miliar dibagi 18 juta/orang/tahun = 555,5 orang atau dibulatkan menjadi 555 orang dalam satu pemberdayaan komunitas RW tersebut.
Dari 555 orang per komunitas RW dikalikan jumlah 2.709 RW maka total 1.503.495 orang se DKI Jakarta.
Siapa saja komunitas tersebut ? Tidak dijelaskan, bisa dari kader-kader pendukung Agus-Sylvi atau yang belum bekerja (Pengangguran) termasuk kader-kader malas (Pemalas).
Rp 18 juta/tahun atau Rp 1,5 juta/bulan yang didapat per orang cukup lumayan untuk masyarakat ekonomi ke bawah yang tidak perlu sibuk bekerja, bahkan bagi pengangguran dan pemalas berhak juga.
Jika terjadi maka pengangguran dan pemalas akan bertambah banyak dan terciptanya bibit-bibit premanisme sehingga akan mengganggu dan mengancam ketenangan hidup warga di daerah tempat tinggalnya masing-masing.
Begitu pun program keluarga miskin mendapat Rp 5 juta per tahun, program yang sangat mudah dimanipulasi dari kategori kemiskinannya, siapa yang berhak ataupun tidak akan dijadikan alat politik seperti yang dilakukan ayahanda tercinta yang berhasil menelurkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan sukses dimana waktu penyalurannya bisa ditentukan dengan sesuka hati apalagi waktu penyalurannya menjelang pemilu.
Program Rp 1 miliar per RW per tahun dan program keluarga miskin mendapat Rp 5juta per tahun tersebut mendidik orang menjadi pengangguran dan pemalas, maka penduduk DKI Jakarta dibawa Agus-Sylvi akan menciptakan pengangguran dan pemalas bertambah banyak, serta kejahatan merajalela akibat banyaknya pengangguran dan pemalas yang hidup dari program tersebut diatas.
Tentu, Pihak yang sangat dirugikan adalah pelaku pajak atau pembayar pajak terutama yang berasal dari pembayar pajak tinggi seperti perusahaan atau pengusaha, uangnya dimanfaatkan untuk menghidupi pengangguran dan pemalas.
Mereka tidak akan rela uang pajak tersebut dipergunakan hanya untuk dihamburkan ke komunitas RW yang tidak jelas tersebut.
Bukankah dana tersebut lebih bermanfaat digunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan atau membuat pelatihan berbagai bidang kegiatan seperti pelatihan menjahit, bengkel, dan usaha kreatif lainnya yang lebih mendorong masyarakat bekerja daripada dimanjakan dengan iming-iming tunai.
Kalau dana tersebut digelontorkan dari saku pribadi Agus-Sylvi atau dari "bunker" Ayahanda yang sudah menjabat Presiden 10 tahun tidak menjadi persoalan, tetapi diambil dari dana APBD DKI Jakarta hanya dibagikan cuma-cuma untuk kepentingan komunitas yang tidak jelas hanyalah janji khayalan yang tidak pernah akan terwujud menjadi persoalan.
Jangankan Rp 1,5 juta per bulan, Rp 500 ribu per bulan diberi cuma-cumasiapa yang tidak senang ? kecuali orang yang sudah wafat.
Yang dipastikan senang minimal 1.503.495 warga se DKI Jakarta penerima “Program1 miliar per RW” dengan menghabiskan Rp2,709 triliun per tahun, ditambah keluarga miskin mendapat Rp 5 juta pertahun sesuai keinginan.
Calon Gubernur lain bisa juga melakukan hal yang sama, terutama calon petahana sangat mudah mewujudkannya saat menjabat bahkan nilainya mungkin lebih besar dari Rp 1 miliar, namun apakah boleh dan pantas dilakukan? Jelas, Programyang mengajarkan pendidikan manja, pengangguran dan malas bukan hal yang diharapkan petahana.
Ayahanda Beye sukses menjalankan berbagai program hingga mahir bersilatlidah sampai ada yang menyebut “Terlicik”.
Berlebihan mengatakan “Terlicik”, yang benar adalah tokoh yang cerdas “Mengakali”.
Apakah mau diberi predikat “Pengangguran” dan “Pemalas” selama dipimpin tukang iming-iming ?
Salam Iming-Iming…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H