Program Rp 1 miliar per RW per tahun dan program keluarga miskin mendapat Rp 5juta per tahun tersebut mendidik orang menjadi pengangguran dan pemalas, maka penduduk DKI Jakarta dibawa Agus-Sylvi akan menciptakan pengangguran dan pemalas bertambah banyak, serta kejahatan merajalela akibat banyaknya pengangguran dan pemalas yang hidup dari program tersebut diatas.
Tentu, Pihak yang sangat dirugikan adalah pelaku pajak atau pembayar pajak terutama yang berasal dari pembayar pajak tinggi seperti perusahaan atau pengusaha, uangnya dimanfaatkan untuk menghidupi pengangguran dan pemalas.
Mereka tidak akan rela uang pajak tersebut dipergunakan hanya untuk dihamburkan ke komunitas RW yang tidak jelas tersebut.
Bukankah dana tersebut lebih bermanfaat digunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan atau membuat pelatihan berbagai bidang kegiatan seperti pelatihan menjahit, bengkel, dan usaha kreatif lainnya yang lebih mendorong masyarakat bekerja daripada dimanjakan dengan iming-iming tunai.
Kalau dana tersebut digelontorkan dari saku pribadi Agus-Sylvi atau dari "bunker" Ayahanda yang sudah menjabat Presiden 10 tahun tidak menjadi persoalan, tetapi diambil dari dana APBD DKI Jakarta hanya dibagikan cuma-cuma untuk kepentingan komunitas yang tidak jelas hanyalah janji khayalan yang tidak pernah akan terwujud menjadi persoalan.
Jangankan Rp 1,5 juta per bulan, Rp 500 ribu per bulan diberi cuma-cumasiapa yang tidak senang ? kecuali orang yang sudah wafat.
Yang dipastikan senang minimal 1.503.495 warga se DKI Jakarta penerima “Program1 miliar per RW” dengan menghabiskan Rp2,709 triliun per tahun, ditambah keluarga miskin mendapat Rp 5 juta pertahun sesuai keinginan.
Calon Gubernur lain bisa juga melakukan hal yang sama, terutama calon petahana sangat mudah mewujudkannya saat menjabat bahkan nilainya mungkin lebih besar dari Rp 1 miliar, namun apakah boleh dan pantas dilakukan? Jelas, Programyang mengajarkan pendidikan manja, pengangguran dan malas bukan hal yang diharapkan petahana.
Ayahanda Beye sukses menjalankan berbagai program hingga mahir bersilatlidah sampai ada yang menyebut “Terlicik”.
Berlebihan mengatakan “Terlicik”, yang benar adalah tokoh yang cerdas “Mengakali”.