Mohon tunggu...
Wahyu Permana
Wahyu Permana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Urgensi Perpu No 2 Tahun 2017

18 Juli 2017   17:38 Diperbarui: 18 Juli 2017   18:42 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca dikeluarkannya Perpu No. 2 Tahun 2017 Tentang Penganti UU No 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Masyarakat menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pihak yang kontra menganggap Perpu ini merupakan bentuk kebijakan pemerintah yang otoriter, tidak demokratis, dan bahkan anti kepada Umat Islam. Kelompok yang pro mengatakan Perpu ini memang dibutuhkan untuk menyempurnakan aturan sebelumnya yang dianggap tidak memberikan ketegasan kepada negara untuk mengatur ormas yang sudah mencapai 344.039 ormas.

Sebagai sebuah negara demokrasi perdebatan publik adalah sesuatu yang wajar. Hal ini merupakan bagian dari proses pendewasaan sistem politik dan ketatanegaraan yang mengarah ke bentuk yang lebih demokratis, solid dan semakin memperkuat masyarakat sipil civil society. Demokrasi yang bukan semata-mata untuk demokrasi, namun untuk mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.

Ditengah kontroversi pro dan kontra Perpu ini, ada upaya-upaya untuk membangun opini yang menghadapkan antara pemerintah dengan rakyat (baca Umat Islam). Pemerintah diopinikan anti kepada umat Islam karena Perpu ini hanya akan digunakan untuk memberangus ormas Islam. Opini ini jelas salah dan menyesatkan. Tidak ada satu katapun dalam Perpu No. 2 Tahun 2017 yang terkait dengan kata Islam. Perpu ini bersifat netral dan tidak dibuat untuk membubarkan ormas Islam, apa lagi menghambat dakwah Islam.

Hampir tidak mungkin di negara yang mayoritas berpenduduk Muslim pemerintah mengambil posisi berhadap-hadapan dengan umat Islam. Bahkan, sejarah mencatat pemerintahan Indonesia di era manapun akan jatuh mana kala berlawanan dengan kelompok mayoritas yakni umat Islam. Siapapun pemerintahannya pasti akan sangat memperhitungkan kepentingan dan aspirasi umat Islam.

Jatuh Bangun Organisasi Radikal

Kita masih ingat bangsa ini pernah punya sejarah dengan gerakan-gerakan radikal yang bertujuan merubah haluan negara. Tidak lupa pernah ada gerakan Darul Islam Indonesia, baik di Jawa Barat Karto Suwiryo maupun di Sulawesi Selatan Kahar Muzzakar. Setelah itu ada lagi gerakan Partai Komunis Indonesia yang bahkan hampir berhasil melakukan kudeta berdarah dengan membunuh 7 orang perwira TNI. Setelah itu Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang juga ingin melepaskan diri dari NKRI. Selanjutnya pernah ada juga gerakan N11 yang juga bercita-cita membangun negara berdasarkan ajaran Islam dan sampai hari ini bahkan memiliki pesantren terbesar di daerah Jawa Barat. Pada tahun 90-an muncul kelompok Darul Arqon yang juga bercita-cita membangun negara berdasarkan agama Islam. Terakhir Hitzbut Tahir yang secara jelas dan terang benderang memiliki tujuan untuk mengganti dasar negara dan membentuk sistem Khalifah di Indonesia, mengacu pada gerakan Hitzbut Tahir di berbagai negara.

Namun pada akhirnya sejarah juga yang memaparkan bahwa pada akhirnya bangsa Indonesia tetap menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara. NKRI sudah final menjadi kesepakatan bangsa Indonesia dan tidak ingin digantikan oleh bentuk lain. Upaya-upaya yang dilakukan kelompok-kelompok apapun yang ingin mengganti dasar dan berubah bentuk negara harus disikapi dengan tegas oleh pemerintah.

Perpu Represif ?

Perpu No 2 Tahun 2017 yang dituduhkan sebagai bentuk represi kepada umat Islam, sangat lah tidak mendasar. Bahkan tidak ada satu kata Islam pun di Perpu ini yang dapat dijadikan pemikiran bahwa Perpu ini anti kepada Umat Islam. Terlalu jauh dan terlalu berlebihan, bahkan, apabila Perpu ini dikatakan bertujuan hanya untuk memberangus salah satu ormas Islam.

Jelas Perpu ini akan mengatur setiap organisasi massa, apapun alirannya, apapun bentuknya. Jadi Perpu ini tidak hanya mengkhususkan kepada organisasi atau umat Islam an sich. Setiap ormas yang bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara, tentunya harus ditertibkan melalui Perpu ini. Bisa saja ormas tersebut beraliran radikal dan ekstrim, baik ekstrim kiri maupun ekstrim kanan. Perkembangan pesat ormas-ormas radikal di dalam dan luar negeri merupakan ancaman yang nyata bagi negara dan masyarakat itu sendiri.

Apalagi bagi ormas-ormas yang jelas landasannya bukan Pancasila dan nyata-nyata bertujuan untuk mengganti sistem pemerintahan dengan dasar agama. Apabila dibiarkan, perkembangan yang cepat dari ormas tadi akan menghacurkan eksistensi dan keberlangsungan negara. Karena itu sudah sewajarnya dan seharusnya negara memiliki kewenangan untuk mencabut ijin pendirian sekaligus membubarkan organisasi.

Apakah harus ditunggu dulu sampai sebuah ormas menggalang kekuatan rakyat dengan senjata, baru dibubarkan oleh pemerintah ? Tentunya tidak.

Tidak ada sistem pemerintahan di negara manapun yang membiarkan adanya potensi gangguan yang akan merongrong dan bahkan membubarkan negara tersebut serta menggantinya dengan sistem lain. Tidak ada satu pun. Bahkan hal itu juga terjadi di negara-negara yang sistemnya berdasarkan nilai-nilai agama. Akan sangat naif apabila negara tidak mengatur dan abai terhadap urusan sepenting ini.

Otoriter vs Demokratis

Apakah lantas dengan membuat Perpu ini lalu pemerintah dapat dikategorikan bertindak otoriter ? Apakah Perpu ini sama sekali tidak memberi ruang adanya gugatan dari ormas yang dibubarkan ? Apabila memang hal itu yang menjadi isi dari Perpu ini maka wajar apabila dikatakan otoriter.

Namun sepanjang masih ada mekanisme hukum yang memungkinkan ormas yang dicabut ijinnya melakukan sanggahan secara fair dan terbuka, hal itu berarti pemerintah masih demokratis dan menggunakan jalur hukum dalam penyelesaian sengketa dengan rakyat. Pemerintah masih menghargai hak-hak dasar setiap warga negara dan menjunjung tinggi kesamaan setiap warga dalam bidang hukum.

Mekanisme persetujuan Perpu ini juga akan dibahas di DPR RI dan diberikan ruang untuk melakukan Judicial Reviewdi Mahkamah Konstitusi termasuk melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Seluruh mekanisme dan tahapan tersebut dapat dilakukan secara terbuka, objektif dan argumentatif tanpa ada tekanan dari pemerintah. Lantas dimana segi otoriter atau tidak demokratisnya mekanisme penyusunan Perpu ini ?

Pemerintah sebagai lembaga yang mengeluarkan juga berhak untuk mencabut ijin terhadap ormas manakala ada hal-hal di dalam undang-undang yang dilanggar. Asas ini lah yang disebut contrarius actus ketika suatu badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan keputusan tata usaha negara dengan sendirinya juga (otomatis), badan/pejabat tata usaha yang bersangkutan yang berwenang membatalkannya.Tanpa ada penekanan sebagaimana yang termaktub di dalam Perpu, maka proses pencabutan ijin akan lama dan bertele-tele sementara persoalannya sudah di depan mata.

Ormas Radikal

Keberadaan ormas radikal sudah mengancam eksistensi negara karena jelas-jelas bertujuan mengganti dasar dan bentuk negara menjadi sistem lain berdasar agama. Walaupun belum menggunakan kekuatan senjata namun hal itu tinggal masalah waktu dan momentumnya. Apalagi ormas-ormas radikal tersebut sudah menyebarkan anggotanya diberbagai kelompok masyarakat, mulai dari mahasiswa di perguruan tinggi, partai politik dan parlemen, birokrasi pemerintah dan bukan tidak mungkin di kepolisian dan angkatan bersenjata.

Bukti otentik menunjukkan ada kampus dimana ratusan mahasiswa dibaiat untuk anti kepada Pancasila dan negara. Masjid-masjid di beberapa kementerian pun sudah melakukan ceramah-ceramah yang radikal dan anti keberagaman. Bahkan beberapa pejabat dan staf salah satu departemen terlibat langsung menjadi anggota ISIS.

Banyak yang tidak percaya dan merasa bahaya radikalisme hanya isapan jempol belaka. Padahal bahaya kelompok radikal tersebut sudah di depan mata. Namun melihat perkembangan ISIS di luar negeri yang semakin terdesak sangat mungkin melakukan strategi divergensi dengan mengembalikan anggotanya ke negara asal. Data dari Kementerian Dalam Negeri Turki menyebutkan dari total 4.957 militan asing ISIS yang ditangkap di Turki, warga Rusia adalah yang terbanyak di dunia, yakni 804 orang. Diikuti kemudian oleh warga Indonesia yang berjumlah 435 orang. Sementara itu pengamat terorisme dari Univesitas Malikussaleh Kabupaten Aceh Utara, Al Chaidar keberadaan kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) yang pengikutnya di Indonesia diperkirakan berjumlah 2 juta orang. Kelompok-kelompok inilah yang harus diwaspadai karena berpotensi menciptakan aksi-aksi kekerasan, teror dan konflik horizontal dengan sesama warga masyarakat.

Perpu No. 2 Tahun 2017 Anti Islam ?

Kecurigaan bahwa Perpu ini dibuat pemerintah karena anti kepada umat Islam, otoriter, tidak demokratis, sangat mudah terbantahkan. Namun opini tersebut terus dilontarkan oleh kelompok-kelompok yang akan terkena dampak dari Perpu tersebut. Mereka inilah yang memiliki agenda untuk mendapatkan kekuasaan melalui cara-cara yang justru tidak demokratis dan konstitusional. Pola dan strategi kelompok ini adalah menyebarkan paham radikal untuk bersikap anti kepada pemerintah. Setelah timbul ketidakpercayaan kepada pemerintah lalu mereka menggalang kekuatan untuk mengganti dasar negara dan sekaligus merubah bentuk negara sesuai dengan paham yang mereka yakini.

Masyarakat pada umumnya tidak memahami agenda kekuasaan yang menjadi misi utama kelompok-kelompok tersebut. Atau masyarakat diindoktrinasi bahwa sistem pemerintahan dan negara ini bertentangan dengan ajaran dan akidah Islam. Gerakan politik yang dilakukan kelompok ini dikemas melalui dakwah keIslaman versi kelompok tersebut. Padahal di kalangan umat Islam sendiri ide sistem pemerintahan berbentuk khilafah sendiri banyak tidak disetujui oleh para ulama. Gagasan khilafah yang diusung oleh kelompok ini hanyalah sebuah ijtihad dari pendiri organisasi tersebut.

Karena itu sangat tidak tepat apabila umat Islam di Indonesia direpresentasikan oleh kelompok dan golongan tersebut. Mayoritas umat Islam di Indonesia cenderung moderat dan sudah menerima bentuk negara kesatuan dan dasar negara Pancasila sebagai konstitusi dalam berbangsa dan bernegara. Terlalu gegabah menklaim seluruh umat Islam di Indonesia anti kepada Pancasila dan anti kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Justru sebaliknya, secara sosiologis umat Islam Indonesia berbeda karakternya dengan umat Islam dimana negara tempat organisasi tersebut lahir.

Pancasila Hadiah Terbaik Umat Islam Untuk Indonesia

Sejarah mencatat peran umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Baik dalam masa perjuangan fisik, masa diplomasi hingga perumusan dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Tidak terhitung pengorbanan para pejuang yang beragama Islam gugur di medan pertempuran. Para tokoh Islam mengobarkan semangat juang dengan doktrin jihad dan mati syahid apabila meninggal di medan pertempuran. Panitia 9 yang merumuskan Piagam Jakarta, sebagai dasar negara Pancasila, mayoritas beranggotakan tokoh-tokoh Islam yang tidak diragukan keIslamannya. Atas kerelaan tokoh-tokoh umat Islam juga, kalimat "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" dihapus demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia lepas dari penjajahan.

Sangat ahistoris dan tidak menghargai jasa para founding fathersapabila segala jerih payah mereka mendirikan negara ini harus hilang karena adanya sekelompok orang yang ingin meraih kekuasaan melalui jalan inkonstitusional. Bangsa ini telah sepakat bahwa Pancasila dan NKRI sudah final. Oleh karena itu segala upaya untuk mengganti dasar dan merubah bentuk negara harus dicegah sedini mungkin, sesegera mungkin. Jangan biarkan pemikiran radikal tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan politik yang dapat memecah belah, bahkan membubarkan negara ini.

Memilih Tidak Populis

Pemerintah sangat mungkin diopinikan otoriter dan tidak demokratis dengan dikeluarkannya Perpu ini. Namun resiko tersebut sepadan dengan tujuan akhir dari Perpu ini untuk merawat dan menjaga keberlangsungan negara dan bangsa Indonesia. Apapun resikonya, demi tegaknya Pancasila dan NKRI, resiko apapun harus dipertaruhkan.

Banyak kelompok-kelompok yang terkesan kontra dan anti Perpu ini justru malah akan menikmati seandainya mereka terpilih menjadi pemerintah yang berkuasa. Karena sejatinya Perpu ini dibutuhkan oleh siapapun pemerintah yang sah dan terpilih melalui jalur konstitusional.

Rezim bisa berganti dan presiden bisa terpilih kembali atau tidak namun bangsa Indonesia dan NKRI tetap harus ada sepanjang masa. Keberadaan Perpu ini adalah salah satu upaya kita untuk menjaga dan merawat keberlangsungan negara dan bangsa Indonesia.

Pemerintahan Jokowi memilih tidak populis di mata sebagian masyarakat untuk sebuah tujuan yang lebih besar. Bisa jadi apa yang diputuskan hari ini juga tidak akan dirasakan oleh Presiden Jokowi sendiri. Namun yang akan merasakan adalah seluruh rakyat Indonesia yang tetap hidup aman dan damai dalam NKRI yang berbhineka. Bukan hanya satu dua kelompok, namun rakyat Indonesia akan terhindar dari perpecahan dan konflik antar kelompok dan golongan, utamanya dari  kelompok-kelompok radikal.

Penutup

Bangsa Indonesia yang sangat heterogen dan multikultural terdiri dari berbagai pulau, suku, budaya, agama dan kepercayaan, tetap harus tegak berdiri ditengah berbagai tantangan dan ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Ibarat sebuah rumah besar, Perpu ini merupakan komponen yang harus ada apabila kita masih ingin rumah besar itu ada dan kita ingin hidup aman, damai dan sejahtera di dalamnya.

 Perpu No. 2 Tahun 2017 ini merupakan ikhtiar kita untuk merawat dan menjaga keberlangsungan negara dan bangsa Indonesia untuk tetap ada besok dan selamanya. Negara dan bangsa ini tetap berjalan untuk mensejahterakan dan memberikan rasa keadilan kepada seluruh rakyat Indonesia, kepada anak dan cucu kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun