Mohon tunggu...
Wahyu Permana
Wahyu Permana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Urgensi Perpu No 2 Tahun 2017

18 Juli 2017   17:38 Diperbarui: 18 Juli 2017   18:42 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah harus ditunggu dulu sampai sebuah ormas menggalang kekuatan rakyat dengan senjata, baru dibubarkan oleh pemerintah ? Tentunya tidak.

Tidak ada sistem pemerintahan di negara manapun yang membiarkan adanya potensi gangguan yang akan merongrong dan bahkan membubarkan negara tersebut serta menggantinya dengan sistem lain. Tidak ada satu pun. Bahkan hal itu juga terjadi di negara-negara yang sistemnya berdasarkan nilai-nilai agama. Akan sangat naif apabila negara tidak mengatur dan abai terhadap urusan sepenting ini.

Otoriter vs Demokratis

Apakah lantas dengan membuat Perpu ini lalu pemerintah dapat dikategorikan bertindak otoriter ? Apakah Perpu ini sama sekali tidak memberi ruang adanya gugatan dari ormas yang dibubarkan ? Apabila memang hal itu yang menjadi isi dari Perpu ini maka wajar apabila dikatakan otoriter.

Namun sepanjang masih ada mekanisme hukum yang memungkinkan ormas yang dicabut ijinnya melakukan sanggahan secara fair dan terbuka, hal itu berarti pemerintah masih demokratis dan menggunakan jalur hukum dalam penyelesaian sengketa dengan rakyat. Pemerintah masih menghargai hak-hak dasar setiap warga negara dan menjunjung tinggi kesamaan setiap warga dalam bidang hukum.

Mekanisme persetujuan Perpu ini juga akan dibahas di DPR RI dan diberikan ruang untuk melakukan Judicial Reviewdi Mahkamah Konstitusi termasuk melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Seluruh mekanisme dan tahapan tersebut dapat dilakukan secara terbuka, objektif dan argumentatif tanpa ada tekanan dari pemerintah. Lantas dimana segi otoriter atau tidak demokratisnya mekanisme penyusunan Perpu ini ?

Pemerintah sebagai lembaga yang mengeluarkan juga berhak untuk mencabut ijin terhadap ormas manakala ada hal-hal di dalam undang-undang yang dilanggar. Asas ini lah yang disebut contrarius actus ketika suatu badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan keputusan tata usaha negara dengan sendirinya juga (otomatis), badan/pejabat tata usaha yang bersangkutan yang berwenang membatalkannya.Tanpa ada penekanan sebagaimana yang termaktub di dalam Perpu, maka proses pencabutan ijin akan lama dan bertele-tele sementara persoalannya sudah di depan mata.

Ormas Radikal

Keberadaan ormas radikal sudah mengancam eksistensi negara karena jelas-jelas bertujuan mengganti dasar dan bentuk negara menjadi sistem lain berdasar agama. Walaupun belum menggunakan kekuatan senjata namun hal itu tinggal masalah waktu dan momentumnya. Apalagi ormas-ormas radikal tersebut sudah menyebarkan anggotanya diberbagai kelompok masyarakat, mulai dari mahasiswa di perguruan tinggi, partai politik dan parlemen, birokrasi pemerintah dan bukan tidak mungkin di kepolisian dan angkatan bersenjata.

Bukti otentik menunjukkan ada kampus dimana ratusan mahasiswa dibaiat untuk anti kepada Pancasila dan negara. Masjid-masjid di beberapa kementerian pun sudah melakukan ceramah-ceramah yang radikal dan anti keberagaman. Bahkan beberapa pejabat dan staf salah satu departemen terlibat langsung menjadi anggota ISIS.

Banyak yang tidak percaya dan merasa bahaya radikalisme hanya isapan jempol belaka. Padahal bahaya kelompok radikal tersebut sudah di depan mata. Namun melihat perkembangan ISIS di luar negeri yang semakin terdesak sangat mungkin melakukan strategi divergensi dengan mengembalikan anggotanya ke negara asal. Data dari Kementerian Dalam Negeri Turki menyebutkan dari total 4.957 militan asing ISIS yang ditangkap di Turki, warga Rusia adalah yang terbanyak di dunia, yakni 804 orang. Diikuti kemudian oleh warga Indonesia yang berjumlah 435 orang. Sementara itu pengamat terorisme dari Univesitas Malikussaleh Kabupaten Aceh Utara, Al Chaidar keberadaan kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) yang pengikutnya di Indonesia diperkirakan berjumlah 2 juta orang. Kelompok-kelompok inilah yang harus diwaspadai karena berpotensi menciptakan aksi-aksi kekerasan, teror dan konflik horizontal dengan sesama warga masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun