“Saat Ramadan 2025, murid akan libur selama satu bulan.”
Mendengar wacana ini, Anda merasa senang atau sedih? Siapa yang tidak suka libur, apalagi libur panjang. Liburnya lama, tapi tetap gajian (bagi pekerja). Enak toh…?
Tapi, apakah enak juga bagi peserta didik? Tidak. Libur nataru dua minggu saja, butuh usaha ekstra untuk mengembalikan semangat dan fokus belajar. Kalau satu bulan…? Bisa jadi loyo otaknya!
Libur satu bulan selama Ramadan adalah salah satu janji kampanye Prabowo dalam Pilpres 2024. Setelah menjadi presiden, akankah dia menepati janjinya ini?
Menteri Agama Nasaruddin Umar tak menampik adanya wacana libur sebulan selama Ramadan 2025. Wacana itu masih terus dikaji terkait dampaknya. Di Madrasah dan pondok pesantren libur selama puasa, ujar Nasaruddin (30/12/2024).
Meski begitu, Menag belum tahu apakah semua jenjang sekolah akan diliburkan atau hanya jenjang tertentu. Nasaruddin berharap, di bulan Ramadan anak-anak bisa lebih rajin beribadah, mengaji, dan menghafal Al-Quran.
Wacana ini muncul setelah mempertimbangkan berbagai aspek seperti efektivitas proses belajar mengajar, serta kebutuhan siswa dan guru dalam menjalankan ibadah dengan lebih khusuk.
Pro-kontra libur 1 bulan
Berdasarkan kalender Hijriyah yang disusun Kemenag, awal Ramadan diperkirakan jatuh pada 1 Maret 2025. Wacana ini menimbulkan banyak pro-kontra di masyarakat maupun di dunia maya. Ada yang menyambut gembira, agar siswa bisa lebih fokus menjalankan ibadah puasa, tarawih (dilakukan setelah maghrib, bukan?) dan mendalami ilmu agama. Namun, ada juga yang khawatir jika libur panjang bisa mempengaruhi kualitas akademik siswa, terutama dalam menghadapi ujian sekolah atau persiapan kelulusan.
Pengamat sosial dan keagamaan, Anwar Abbas menilai, libur sekolah selama Ramadan dapat memberi kesempatan pada siswa untuk lebih memahami esensi bulan suci. “…agar anak-anak tahu bulan puasa itu adalah bulan suci yang harus dihormati,” ujar Abbas.
Menurut Abbas, pendidikan tetap bisa dilakukan secara daring, sehingga siswa tetap bisa belajar meski tidak datang ke sekolah. Namun, di era sekarang, efektifkah pembelajaran daring?