"Tuhan berkatilah rumah ini." demikian biasanya poster doa untuk suatu rumah. Diberkati dalam hal apa? Kelimpahan materi? Keamanan? Kenyamanan? Atau, kerukunan?
Aku dan istri punya kerinduan sejak pacaran, kelak jika sudah berumahtangga semoga bisa menjadi saluran berkat untuk orang lain, dalam hal sekecil apa pun. Kami sendiri pernah mendapat banyak berkat dari teman dan sahabat di rumah mereka. Pernah menumpang tinggal saat ke kota lain, mendapat tumpangan kendaraan, sampai kiriman barang maupun makanan.
Kami menempati rumah di sebuah kompleks, rumah yang dibeli bapak. Rumah tipe 36 ini cukup untuk kami tinggal, meskipun terasa sempit karena banyak mainan anak, dan perkakas memasak milik istri. Meski kecil, kami ingin rumah ini menjadi rumah berkat.
Dalam ibadah tutup tahun di gereja, tema khotbahnya adalah "Disukai Allah dan Manusia". Intinya, khotbah ini mengingatkan dan mendorong kita untuk merefleksikan diri, apakah kita sudah menjadi orang yang disukai Allah dan manusia?
Bagaimana kita bisa disukai Allah dan manusia? Melalui teladan Samuel dan Yesus, kita bisa mempelajarinya. Aku rangkum di sini.
Meski tidak ada agenda liburan ke luar kota, kami bersyukur bisa membuka rumah kami untuk sesama. Meski bukan mengadakan pesta seperti pada umumnya, tapi dengan kehadiran teman dan sahabat yang silih berganti, kami merenungkan di pergantian tahun, semoga memang kami bisa disukai Allah dan manusia.
Memberi ruang untuk menyandarkan kepala
Menyandarkan kepala adalah kata yang pas. Jika menginap, pasnya ya di hotel atau guest house. Rumah kami tidak punya kualitas seperti itu. Mau gimana, rumah sering bocor nih. Tapi kalau sekedar menyandarkan kepala, ya ada.
Sepupu istriku kuliah di Semarang. Akhir semester ini libur sejak pertengahan Desember. Dia datang lagi untuk menginap beberapa hari di Salatiga. Anakku senang, ada teman bermain dan tidur. Kami bisa menikmati waktu dalam libur Natal ini dengan berkunjung ke rumah kerabat dan ke taman kota.
Beberapa tahun lalu, kami juga memberi tumpangan pada adik kelas istri. Dia mengunjungi adiknya yang kuliah di Salatiga. Meski hanya sebagai tempat bersandar, kami bersyukur bisa sedikit berbagi. Kami tahu rasa syukur mendapat tumpangan untuk menyandarkan kepala.
Mampir dan mengobrol
Ada kakak rohani kami yang kini berdomisili di Jakarta, datang main ke Jawa Tengah. Orang tuanya masih ada di Semarang. Mereka bermain ke tempat wisata sekitar Salatiga, lalu mengajak kami ketemu untuk makan ronde (sekoteng)--minuman khas Salatiga.
Selain makan, kami bisa mengobrol berbagi cerita dan saling menguatkan. Tak lupa, mereka mendoakan keluarga kami.
Ada teman kuliah dan komunitas yang sama, kini berdomisili di Surabaya, sedang mudik ke Semarang. Ia datang ke rumah bersama calonnya, dan beberapa teman persekutuan. Mereka membawakan kue untuk anak kami. Kami juga banyak sharing, bercanda, dan mengenang masa-masa kuliah. Temanku ini, jurusan teologi, juga mendoakan untuk keluarga kami. Terima kasih ya kakak dan teman-teman!
Undangan makan malam
Sudah menjadi tradisi dalam keluarga kecil kami untuk mengerjakan projek berbagi. Kali ini, kami mendapat ide untuk melakukan open house kecil-kecilan. Kami sadar banyak keterbatasan, jadi bagaimana mau menyambut tamu?
Kami kerjakan berdua. (Romantis nih ye!) Aku dan istri membereskan rumah, istri berbelanja dan memasak. Si kecil dititipkan di tempat Mbah. Mbah juga membantu memasak nasi dan lauk. Terima kasih ya Mbah!
Kami mengundang teman-teman mahasiswa Simalungun (daerah asal istri, orang Batak). Kami pernah diundang dalam acara Marsumbuhsihol (temu kangen). Begini-begini kami sudah dianggap orang tua, hehe.
Selain itu kami mengundang teman-teman persekutuan dan guru-guru Sekolah Minggu yang tidak pulkam. Selepas ibadah tutup tahun, kami mengundang mereka untuk santap malam di rumah. Bisa makan sambil mengobrol, bercanda dan saling berkenalan. Mereka datang silih berganti sampai hampir jam 11 malam. Lalu lanjut ke acara masing-masing.
Kami mengajak serta Mbah ke acara makan malam. Selesai para tamu pulang, kami menyaksikan penyalaan petasan dan kembang api di teras. Lalu saling memberi ucapan kepada tetangga. Indahnya kerukunan ini!Â
Dalam budaya orang Batak, ada tradisi mandokhata saat Natal dan pergantian tahun (bicara, saling bermaafan). Sedang di keluarga asalku, tak ada acara begituan. Maka, istriku mengambil inisiatif untuk mengadaptasi acara itu mumpung Mbah datang menginap. Lalu kami akhiri dengan berdoa dan beristirahat.
Pertemuan saat transit
Kakak rohani istriku tinggal di Bogor. Anaknya kuliah di daerah Jawa Timur. Setiap mau mengunjungi atau mengantar anaknya, mereka transit di Salatiga. Kota kecil ini sangat nyaman lho!
Hampir setiap transit, mereka mampir ke rumah. Kami saling bercerita, menikmati snack dan minuman. Istriku produsen minuman herbal, kakak itu sangat suka dan sering pesan minuman herbal, maupun buah-buahan seperti alpukat.
Datang juga adikku dan suaminya. Mereka hanya libur di tahun baru. Bersyukur bisa meluangkan waktu untuk berkunjung.
Demikianlah, hari-hari di libur nataru ini. Tak disangka, tamu datang silih berganti. Semoga memang rumah kami menjadi rumah berkat. --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H