Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Teks Pidato yang Hilang di Kelas

4 Desember 2024   12:07 Diperbarui: 4 Desember 2024   12:16 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dokumen yang hilang, harus dipecahkan detektif | Foto: Freepik.com, fanpop.com

Barang bukti, keterangan para saksi, kejadian yang di luar kebiasaan bisa menjadi bukti bagi seorang detektif untuk memecahkan kasus. Bahkan, sehelai rambut yang jatuh bisa menjadi barang bukti yang penting.

Aku suka nonton film petualangan dan detektif dibanding drakor yang menularkan perasaan baper. Imajinasi dan cara berpikir para tokoh dalam film detektif merepresentasikan kecerdasannya dalam mengolah semua data dan informasi untuk memecahkan kasus dan menemukan pelaku (biasanya kasus pembunuhan).

Selain One Piece, salah satu anime yang aku suka adalah Detective Conan. Oleh temanku--seorang penggemar anime, aku mendapat informasi akun Youtube yang mengunggah banyak episode Detective Conan (di sini). Maka, di waktu senggang aku sempatkan nonton 1-2 episode.

Aku membayangkan, betapa cerdasnya seorang yang berprofesi sebagai detektif. Tidak hanya kemampuan mengolah informasi, insting dan nurani dibutuhkan dalam menangani kasus. Bahkan ada pula film detektif yang menampilkan, tokohnya punya indera keenam sehingga bisa tahu fakta yang tak terlihat oleh mata. Keren ya! 

Suatu hari, di kelasku ada kasus yang misterius. Meski ada CCTV di kelas, rasanya tidak cukup. Melainkan dibutuhkan seorang detektif untuk memecahkan kasus ini. Begini ceritanya...

Aku hendak membagikan teks pidato yang telah ditulis murid-murid beberapa hari sebelumnya. Aku izinkan mereka mempelajari teks tersebut sebelum dibacakan (tugas praktik) di depan teman-temannya di kelas. Seperti biasa, sebelum membagikan pada murid, aku menghitung, memastikan jumlahnya sesuai. Mengantisipiasi supaya tidak ada yang tertinggal, jatuh, atau terselip di tempat lain.

Ada 21 murid dalam satu kelas. Pada hari  yang aku tentukan untuk menulis teks, satu murid tidak masuk, jadi belum mengerjakan. Satu murid lainnya sudah menulis tapi tidak lengkap, sehingga aku memintanya melengkapi. Praktis, ada 19 teks yang dikumpulkan padaku, betul? Tidak perlu kemampuan detektif untuk memahami hal ini.

Aku membagi teks pidato tersebut menjadi dua, kuberikan kepada dua murid perempuan untuk dibagikan kepada teman-temannya. Aku berpesan supaya teman-temannya dengan pasti menerima teks tersebut. 

Lima menit kemudian...

Seorang murid laki-laki (sebut saja Joko) mengeluh belum mendapatkan teksnya. Kok bisa...? Aku meminta murid itu bertanya pada dua teman perempuan yang bertugas membagikan, sebut saja Cindy dan Dian. Kedua murid perempuan ini sudah membagikan teks sesuai nama temannya, tapi milik Joko tidak ada. Misterius...

Aku mengecek daftar nilai, memastikan bahwa Joko memang sudah mengumpulkan. (Aku beri tanda centang di samping namanya) Aku juga masih ingat, Joko ini salah satu yang paling semangat mengumpulkan, dia menyerahkannya langsung padaku kemarin. Aku juga menyampaikan di kelas, siapa tahu ada yang melihat teks milik Joko. Mungkin terselip, atau jatuh.

Nihil. Tidak ada. Apa bukti yang aku punya...?

Anak-anak di kelas ini suka usil. Kadang menyembunyikan teks/ lembar kerja milik temannya. Itu terjadi beberapa kali. Lalu, karakter Joko ini juga suka usil. Dia sok tahu dan suka menyerobot antrian maupun dalam berbicara. Mungkinkah ada teman yang tidak suka pada Joko, lalu menyembunyikan teks pidatonya?

Atau, justru aku yang salah hitung atau menaruh di suatu tempat. Jadi aku juga bisa jadi suspek. Tapi aku menyangkal. Aku yakin sudah menghitung dengan benar sebelum menyerahkan pada Cindy dan Dian. Aku tidak punya masalah pribadi dengan Joko. Integritasku sebagai guru otentik!

Maka, Cindy dan Dian juga berpotensi menjadi tersangka. Setahuku, mereka juga bukan pendendam, meski mungkin sekali dua pernah jengkel juga dengan ulah Joko di kelas.

Ini perkara sulit. Solusi terkini, aku meminta Joko menulis ulang teksnya. Syukurnya, secara kognitif dia tidak masalah. Dia ingat betul isi teks yang dia tulis sebelumnya. (Tipe anak yang pintar sebenarnya, tidak menyalin dari internet)

Dua puluh menit kemudian. Para murid selesai melakukan persiapan. Siap untuk segera membacakan pidatonya di kelas. Joko juga sudah selesai menulis teks pidato yang baru. Tiba-tiba...

Dian meraih laci mejanya. Teks pidato Joko ada di sana! Bagaimana bisa? Apakah Dian yang menyembunyikannya? Atau Cindy? Atau justru murid lainnya? Entahlah.

Aku mengingatkan pada murid di kelas agar tidak berbuat iseng atau sengaja menyembunyikan karya temannya, apa pun alasannya. Kalau ketahuan, aku bisa memberikan nilai nol pada pelakunya. Aku pun menawarkan pada Joko, mau memakai teks lama atau yang baru. Dia pilih teks yang baru. Masalah selesai.

Dalam kasus ini tidak perlu bantuan detektif, sebab teks yang hilang telah ditemukan. Meski kasusnya belum terpecahkan secara tuntas. Seperti banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Tak pernah tuntas siapa pun presidennya. Mungkin kasus ini bisa diangkat ke dalam layar lebar. Bahwa hanya detektif yang bisa memecahkan kasus misterius ini. --KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun