Aku mengecek daftar nilai, memastikan bahwa Joko memang sudah mengumpulkan. (Aku beri tanda centang di samping namanya) Aku juga masih ingat, Joko ini salah satu yang paling semangat mengumpulkan, dia menyerahkannya langsung padaku kemarin. Aku juga menyampaikan di kelas, siapa tahu ada yang melihat teks milik Joko. Mungkin terselip, atau jatuh.
Nihil. Tidak ada. Apa bukti yang aku punya...?
Anak-anak di kelas ini suka usil. Kadang menyembunyikan teks/ lembar kerja milik temannya. Itu terjadi beberapa kali. Lalu, karakter Joko ini juga suka usil. Dia sok tahu dan suka menyerobot antrian maupun dalam berbicara. Mungkinkah ada teman yang tidak suka pada Joko, lalu menyembunyikan teks pidatonya?
Atau, justru aku yang salah hitung atau menaruh di suatu tempat. Jadi aku juga bisa jadi suspek. Tapi aku menyangkal. Aku yakin sudah menghitung dengan benar sebelum menyerahkan pada Cindy dan Dian. Aku tidak punya masalah pribadi dengan Joko. Integritasku sebagai guru otentik!
Maka, Cindy dan Dian juga berpotensi menjadi tersangka. Setahuku, mereka juga bukan pendendam, meski mungkin sekali dua pernah jengkel juga dengan ulah Joko di kelas.
Ini perkara sulit. Solusi terkini, aku meminta Joko menulis ulang teksnya. Syukurnya, secara kognitif dia tidak masalah. Dia ingat betul isi teks yang dia tulis sebelumnya. (Tipe anak yang pintar sebenarnya, tidak menyalin dari internet)
Dua puluh menit kemudian. Para murid selesai melakukan persiapan. Siap untuk segera membacakan pidatonya di kelas. Joko juga sudah selesai menulis teks pidato yang baru. Tiba-tiba...
Dian meraih laci mejanya. Teks pidato Joko ada di sana! Bagaimana bisa? Apakah Dian yang menyembunyikannya? Atau Cindy? Atau justru murid lainnya? Entahlah.
Aku mengingatkan pada murid di kelas agar tidak berbuat iseng atau sengaja menyembunyikan karya temannya, apa pun alasannya. Kalau ketahuan, aku bisa memberikan nilai nol pada pelakunya. Aku pun menawarkan pada Joko, mau memakai teks lama atau yang baru. Dia pilih teks yang baru. Masalah selesai.
Dalam kasus ini tidak perlu bantuan detektif, sebab teks yang hilang telah ditemukan. Meski kasusnya belum terpecahkan secara tuntas. Seperti banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia. Tak pernah tuntas siapa pun presidennya. Mungkin kasus ini bisa diangkat ke dalam layar lebar. Bahwa hanya detektif yang bisa memecahkan kasus misterius ini. --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H