Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ikan Kaleng Jadi Menu Makan Bergizi Gratis, Emang Bergizi?

21 November 2024   14:06 Diperbarui: 21 November 2024   14:08 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ikan kaleng | foto: detikhealth

Program makan bergizi gratis--program andalan Prabowo-Gibran--adalah program yang revolusioner dan andalan mereka pada masa pencalonan presiden-wakil presiden. Diterapkan di negara kepulauan sebesar Indonesia, gratis pula; efisienkah...?

Setelah melakukan uji coba makan bergizi gratis (MBG) di berbagai sekolah, beredar kabar ikan kaleng diusulkan sebagai menu. Saat uji coba di sekolahku, menunya dari jasa catering lokal dengan varian nasi, sayur, dan lauk. Baru satu bulan dilantik, menunya dibanting dengan ikan kaleng. Apa karena dananya tidak ada?

Penggunaan ikan kaleng (termasuk sarden) diusulkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono. Alasannya, ikan kaleng memiliki kandungan protein yang mencukupi. Namun, banyak pihak mengkritik ide ini. Sebab, ikan kaleng dianggap makanan ultra proses (makanan dengan tambahan gula, garam, dan lemak dalam jumlah tinggi) sehingga kurang cocok menjadi lauk pendamping program MBG.

Di samping itu, produksi ikan segar di Indonesia melimpah, kenapa memilih ikan kaleng? Ikan segar memiliki kandungan gizi paling baik dibanding ikan kaleng kemasan. Aku pernah mendengar penjelasan dari seorang dokter. Makanan yang paling baik bagi tubuh adalah yang paling minim proses pengolahannya. Contoh, opor ayam dan ayam goreng (bukan tepung)--bentuknya belum banyak berubah--lebih banyak gizinya dibanding bakso atau sosis.

Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Budi Sulistyo menambahkan, ide penggunaan ikan kaleng juga karena ikan segar tak selalu tersedia di beberapa daerah. Nah di sini keliru berpikirnya. Negara seluas Indonesia dengan beragam bentang alam dari hutan, gunung, pantai hingga padang rumput berikut sumber daya yang dihasilkan. Jangan paksakan program nasional atas keberagaman di daerah. Mirip kebijakan Ujian Nasional, Jangan paksakan lumba-lumba mendaki gunung. 

Pemerintahan Prabowo harusnya memetakan daerah dengan kekayaan hasil buminya. Di daerah pesisir melimpah dengan ikan. Anak-anak di pesisir dan daerah sekitarnya pasti sudah sering makan ikan--bahkan sampai bosan. Di daerah lain seperti gunung atau hutan, yang sulit mendapat ikan, jangan paksakan makan ikan kaleng. Ini bukan tentara yang sedang bertugas di pedalaman. 

Pada ikan ada banyak kandungan gizi seperti protein, lemak, vitamin, mineral, dan asam lemak Omega-3. Padahal ada banyak jenis makanan yang bisa menjadi alternatif selain ikan--penghasil utama lemak Omega-3. Misalnya ikan teri (lebih mudah didistribusikan karena dikeringkan), kedelai, dan kacang kenari. (hellosehat.com) Untuk anak-anak yang tinggal di luar pesisir, daging ayam, sapi, kacang-kacangan bisa menjadi alternatif selain ikan air tawar. Tidak harus dipaksakan dengan ikan kaleng. 

KKP juga menilai, ikan kaleng dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk usaha kuliner sehingga UMKM dapat berpartisipasi dalam program ini. Padahal pengusaha katering akan lebih senang belanja bahan segar dari pasar, bukan memakai ikan kaleng. 

Ikan kaleng, apakah bergizi?

Ahli Gizi Universitas Gajah Mada (UGM) Toto Sudargo berujar, nilai gizi ikan kaleng dan ikan segar hampir sama. Pada dasarnya, ikan kaleng adalah produk ikan yang telah melalui proses pengalengan. Kalau gizinya berkurang, paling hanya 5-10%. (Tapi belum termasuk bahan pengawet yang dipakai ya, Pak!) Selama proses pengalengan, lanjut Toto, kualitas ikan tetap sama, dengan catatan produk tersebut belum kadaluwarsa, kalengnya tidak rusak, mengembung, atau bocor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun