Program makan bergizi gratis--program andalan Prabowo-Gibran--adalah program yang revolusioner dan andalan mereka pada masa pencalonan presiden-wakil presiden. Diterapkan di negara kepulauan sebesar Indonesia, gratis pula; efisienkah...?
Setelah melakukan uji coba makan bergizi gratis (MBG) di berbagai sekolah, beredar kabar ikan kaleng diusulkan sebagai menu. Saat uji coba di sekolahku, menunya dari jasa catering lokal dengan varian nasi, sayur, dan lauk. Baru satu bulan dilantik, menunya dibanting dengan ikan kaleng. Apa karena dananya tidak ada?
Penggunaan ikan kaleng (termasuk sarden) diusulkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono. Alasannya, ikan kaleng memiliki kandungan protein yang mencukupi. Namun, banyak pihak mengkritik ide ini. Sebab, ikan kaleng dianggap makanan ultra proses (makanan dengan tambahan gula, garam, dan lemak dalam jumlah tinggi) sehingga kurang cocok menjadi lauk pendamping program MBG.
Di samping itu, produksi ikan segar di Indonesia melimpah, kenapa memilih ikan kaleng? Ikan segar memiliki kandungan gizi paling baik dibanding ikan kaleng kemasan. Aku pernah mendengar penjelasan dari seorang dokter. Makanan yang paling baik bagi tubuh adalah yang paling minim proses pengolahannya. Contoh, opor ayam dan ayam goreng (bukan tepung)--bentuknya belum banyak berubah--lebih banyak gizinya dibanding bakso atau sosis.
Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Budi Sulistyo menambahkan, ide penggunaan ikan kaleng juga karena ikan segar tak selalu tersedia di beberapa daerah. Nah di sini keliru berpikirnya. Negara seluas Indonesia dengan beragam bentang alam dari hutan, gunung, pantai hingga padang rumput berikut sumber daya yang dihasilkan. Jangan paksakan program nasional atas keberagaman di daerah. Mirip kebijakan Ujian Nasional, Jangan paksakan lumba-lumba mendaki gunung.Â
Pemerintahan Prabowo harusnya memetakan daerah dengan kekayaan hasil buminya. Di daerah pesisir melimpah dengan ikan. Anak-anak di pesisir dan daerah sekitarnya pasti sudah sering makan ikan--bahkan sampai bosan. Di daerah lain seperti gunung atau hutan, yang sulit mendapat ikan, jangan paksakan makan ikan kaleng. Ini bukan tentara yang sedang bertugas di pedalaman.Â
Pada ikan ada banyak kandungan gizi seperti protein, lemak, vitamin, mineral, dan asam lemak Omega-3. Padahal ada banyak jenis makanan yang bisa menjadi alternatif selain ikan--penghasil utama lemak Omega-3. Misalnya ikan teri (lebih mudah didistribusikan karena dikeringkan), kedelai, dan kacang kenari. (hellosehat.com) Untuk anak-anak yang tinggal di luar pesisir, daging ayam, sapi, kacang-kacangan bisa menjadi alternatif selain ikan air tawar. Tidak harus dipaksakan dengan ikan kaleng.Â
KKP juga menilai, ikan kaleng dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk usaha kuliner sehingga UMKM dapat berpartisipasi dalam program ini. Padahal pengusaha katering akan lebih senang belanja bahan segar dari pasar, bukan memakai ikan kaleng.Â
Ikan kaleng, apakah bergizi?
Ahli Gizi Universitas Gajah Mada (UGM) Toto Sudargo berujar, nilai gizi ikan kaleng dan ikan segar hampir sama. Pada dasarnya, ikan kaleng adalah produk ikan yang telah melalui proses pengalengan. Kalau gizinya berkurang, paling hanya 5-10%. (Tapi belum termasuk bahan pengawet yang dipakai ya, Pak!) Selama proses pengalengan, lanjut Toto, kualitas ikan tetap sama, dengan catatan produk tersebut belum kadaluwarsa, kalengnya tidak rusak, mengembung, atau bocor.
Senada dengan Toto, ahli dan basis data Nutrisi Nasional Departemen Pertanian Amerika Serikat menyatakan ikan kaleng dan ikan segar punya nilai gizi yang hampir sama, dikutip dari The New York Times. Namun, jika disuruh memilih apakah ikan kaleng atau ikan segar, menurut Toto akan lebih banyak yang memilih ikan segar yang terasa manis, enak, dan tidak mengandung banyak natrium seperti ikan kaleng. Menurut Budi, pihak KKP memberikan informasi katalog dulu kepada Badan Gizi Nasional, mereka yang akan menentukan.
Mengandung bakteri mematikan
Mengonsumsi ikan kaleng berlebihan dapat membahayakan kesehatan. Dilansir dari Healthline, ikan kaleng mengandung beberapa bisphenol-AÂ (BPA) yaitu bahan kimia yang sering digunakan dalam kemasan makanan, termasuk kaleng. Sebuah studi menunjukkan, BPA dalam makanan kaleng dapat berpindah dari lapisan kaleng ke makanan. Dari 78 makanan kaleng, ditemukan kandungan BPA sebesar 90%. Penelitian lain juga memperjelas bahwa makanan kaleng adalah penyebab paparan utama BPA.
Ikan kaleng juga mengandung bakteri mematikan Clostridium botulinum. Orang yang mengonsumsi makanan kaleng berisiko menderita botulisme, penyakit serius penyebab kelumpuhan dan kematian jika tidak segera diobati. Banyak kasus botulisme berasal dari makanan yang pengemasannya tidak benar sehingga mengembung, penyok, retak, atau bocor.
Laporan detikhealth, pada Maret 2018, ditemukan jenis cacing Anisakis sp. pada tiga merek ikan kaleng. Cacing tersebut dalam kondisi sudah mati di dalam kemasan kaleng, bukan akibat kerusakan kemasan atau kedaluwarsa. Nah loh...
Kerusakan kemasan kaleng selama proses distribusi membuat siswa udara di dalam mempercepat reaksi oksidasi besi sehingga konsentrasi logam makanan makin tinggi. Logam ini bercampur dengan makanan dan menyebabkan efek toksik bagi kesehatan manusia. Makanan kaleng yang terkontaminasi logam berat dalam konsentrasi tinggi jika dimakan manusia bisa menyebabkan gangguan sistem syaraf, pertumbuhan terhambat, gangguan reproduksi, mudah infeksi, kelumpuhan, menurunkan tingkat kecerdasan hingga kematian.
Penutup
Sebelum benar-benar disahkan, semoga BGN dan pemerintah bisa mengkaji lebih tuntas program MBG ini. Lagi pula, di tengah ketidakstabilan ekonomi seperti sekarang, yang lebih dibutuhkan masyarakat adalah jaminan pekerjaan, tidak banyak potongan gaji yang tidak jelas, melebihi dari ikan kaleng. --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H