Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Ini Akibat Jika Tega pada Anak Batita

23 Oktober 2024   19:35 Diperbarui: 24 Oktober 2024   19:07 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengasuh anak adalah satu hal yang susah susah gampang susah. Betulan susah.

Bukan cuma karena tak ada sekolah menjadi orang tua, adanya gap antar-zaman, melainkan karena gap generasi, yakni kita sebagai orang tua dengan kakek-nenek dari anak-anak kita.

Kakek-nenek (Mbah) adalah pihak yang paling mengasihi cucu. Sisa hidupnya pun rela diberikan demi kebahagiaan cucu. Mbah tidak tega kalau melihat cucunya menangis, maka semua yang diminta akan dipenuhi, tak peduli berlawanan dengan nilai orang tua si anak.

Orang tua yang punya prinsip benar dan dewasa, akan lebih tega (dalam arti positif) pada anak. Bukan karena tidak sayang. Justru karena sayang, mendidik untuk kebaikan anak, sehingga tidak memenuhi semua keinginan anak.

Dalam hari-harinya mengurus anak dan rumah tangga, istriku sering dikejutkan dengan tingkah anak. Selain keterampilan baru yang bisa dipresentasikan, anak bisa mengulang semua yang ia lihat dan dengar. Ia juga bisa mengaransemen informasi di kepalanya menjadi suatu karya orisinil. 

Intinya, banyak tingkah polahnya menandakan otaknya yang terus berkembang. Berikut ini akibat jika tega pada anak.

1) Bisa mandiri

Mandiri bisa diartikan sanggup mengelola kehidupan sendiri. Sudah bekerja, punya nafkah untuk menghidupi keluarga, mengusahakan kesejahteraan keluarga.

Bagi anak, definisi mandiri cukup sederhana. Menaruh sendal di dekat tembok, bukan di depan pintu. Mengembalikan mainan yang selesai dipakai. Menaruh gelas ke wastafel. Mencopot sendiri helm; adalah beberapa contoh. Sebab kami mengajari sejak dini. Di awal sulit, anak tidak mengerti perintah kami. Namun dia melihat kami, lalu diikuti.

2) Memiliki imajinasi luas

“Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Pengetahuan terbatas. Imajinasi mengelilingi dunia.” Albert Einstein 

Aku sepakat dengan Einstein. Pengetahuan gampang dipelajari, dan gampang dilupakan. Imajinasi membuka pintu-pintu ketidaktahuan.

Anak kami sudah terbiasa melihat alat berat bekerja di proyek dekat rumah kami. Ekskavator, truk jungkit, buldozer, truk silinder, dan molen sudah akrab baginya.

Sudah akrab dengan alat berat | dokumentasi pribadi 
Sudah akrab dengan alat berat | dokumentasi pribadi 

Suatu hari, istriku takjub melihat anak mengeluarkan selimut pink kesayangannya. Biasanya dia akan meringkuk di ruang tengah, ditutup selimut. Kali ini beda. Dicampakkannya selimut itu. Ia mengambil miniatur alat berat. Buat apa...?

Ditatanya alat berat itu di atas selimut. "Ini ekskavatornya bekerja mengeruk tanah!" ujarnya. Wow! Dia melihat selimut itu bak tumpukan tanah di proyek. Imajinasinya tinggi.

3) Bisa adaptif

Kalau kami tidak tega, maka semua yang anak kami minta akan diberikan. Es krim, permen, enggan mandi, nonton HP, dan banyak lagi.

Kami tega, maka jika sesuatu minim manfaat dan malah menghambat pertumbuhan anak, kami tegas, "NO!" (Sesekali makan es krim enak kok, kalau pas gajian.)

Alat berat di atas
Alat berat di atas "gundukan tanah" | dokumentasi pribadi/RN

Kami tega, maka kami alihkan anak dari HP dengan berinteraksi, memegang, memodifikasi, dan memainkan benda-benda di sekitarnya. Entah mainannya, perkakas tukang, atau panci mamaknya.

Sesekali dia merengek minta nonton kalau ingat. Tapi dia tahu, rengekannya tak bekerja bagi papa dan mamanya. Kalau kami ke rumah Mbah, dia juga tidak berani minta nonton pada kami. Malah, dia akan mengambil truk dan ekskavatornya untuk mengeruk tanah di belakang rumah Mbah.

Anak kami paling suka kalau diajak ke tempat wisata yang banyak hewan, pohon, dan ada air. Bisa main air!

Demikian pengalaman kami. Jadi orang tua yang tega pada anak, malah bisa memberi banyak manfaat. --KRAISWAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun