“Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Pengetahuan terbatas. Imajinasi mengelilingi dunia.” Albert Einstein
Aku sepakat dengan Einstein. Pengetahuan gampang dipelajari, dan gampang dilupakan. Imajinasi membuka pintu-pintu ketidaktahuan.
Anak kami sudah terbiasa melihat alat berat bekerja di proyek dekat rumah kami. Ekskavator, truk jungkit, buldozer, truk silinder, dan molen sudah akrab baginya.
Suatu hari, istriku takjub melihat anak mengeluarkan selimut pink kesayangannya. Biasanya dia akan meringkuk di ruang tengah, ditutup selimut. Kali ini beda. Dicampakkannya selimut itu. Ia mengambil miniatur alat berat. Buat apa...?
Ditatanya alat berat itu di atas selimut. "Ini ekskavatornya bekerja mengeruk tanah!" ujarnya. Wow! Dia melihat selimut itu bak tumpukan tanah di proyek. Imajinasinya tinggi.
3) Bisa adaptif
Kalau kami tidak tega, maka semua yang anak kami minta akan diberikan. Es krim, permen, enggan mandi, nonton HP, dan banyak lagi.
Kami tega, maka jika sesuatu minim manfaat dan malah menghambat pertumbuhan anak, kami tegas, "NO!" (Sesekali makan es krim enak kok, kalau pas gajian.)
Kami tega, maka kami alihkan anak dari HP dengan berinteraksi, memegang, memodifikasi, dan memainkan benda-benda di sekitarnya. Entah mainannya, perkakas tukang, atau panci mamaknya.