Ingin menyerah
Dulu waktu pertama kali mengajak anak kemah (di kafe daerah perbukitan), ingin juga mengajak anak kemah di Gunung Andong. Lha ini baru trekking ke air terjun pun sudah minta digendong. Ingin menyerah rasanya.
"Ayo, gendong Papa" seru istriku memberi semangat. Si anak sudah makin banyak bobotnya. Menggendong sampai ke air terjun bisa encok, nih!
Melatih mental
Sebenarnya, selain demi menikmati keindahan air terjun, trekking ini demi melatih mental. Ya mental anakku, ya mental kami sebagai orangtua.
Daripada menonton Youtube seharian, mengajaknya trekking di alam bisa menyalurkan energinya, bisa mengeksplor hal-hal di sekitar, berikut merangsang imajinasinya saat menyentuh air, tanah, batu, dan pohon.
Bagi orangtua, sikap mudah menyerah jika harus menggendong anak adalah tanda pesimis. Cemen. Namun, selagi masih ada tenaga dan kaki untuk melangkah, gas ajalah! Aku gendong anakku di pundak, satu demi satu langkah menaiki anak tangga, berat tapi terus melangkah. Capek, istirahat sebentar. Lanjut lagi. Jika jalan rata, kami dorong anak berjalan kaki, "Nanti bisa main air di sana!"Â
Perjuangan memberi hasil
Syukurnya, aku dan istri tidak menyerah. Anak kami mengeluh tapi tidak tantrum. Ia tetap mau berjalan, sesekali digandeng mamanya. Setelah berjalan sekitar 20 menit, kami menepi di salah satu tepi sungai yang aliran airnya tenang. Anak kami "berenang" (baca: berendam), sambil kami sarapan. Karena harus berangkat pagi, istri memasak dan membungkus untuk bekal.
Sekitar 20 menit, kami selesai sarapan dan mau melanjutkan perjalanan. Tapi seperti biasa, si bayi susah diajak keluar dari air. Ia maunya mainan air. Padahal hari makin siang. Kami tidak ingin pulang kesorean.