Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Aku Ingin Pemilihan Ulang!

5 September 2024   12:30 Diperbarui: 5 September 2024   14:16 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan film Laskar Pelangi | foto: www.imdb.com

Ketidakadilan adalah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Oleh sebab itu, keadilan harus ditegakkan di seluruh dunia, tak soal sepinggir apa pun suatu kelompok manusia hidup. Tak ketinggalan di negara demokrasi ini.

Saat Pemilu, tahapan yang paling mengkhawatirkan dan melelahkan adalah saat penghitungan suara. Ada saksi yang mengawasi. Jika ada indikasi kecurangan atau kelalaian dari panitia pemungutan suara, maka saksi bisa menuntut dilakukan penghitungan ulang. Apa jadinya kalau mereka menuntut dilakukan pemilihan ulang? Repot.

***

Kucai telah bertahun-tahun menjadi ketua kelas kami. Namun bagi kami ketua kelas adalah jabatan yang paling tidak menyenangkan. Jabatan itu sangat menyebalkan, karena harus mengingatkan anggota kelas agar tidak berisik padahal diri sendiri pun tak bisa diam. Itu sebabnya, tak ada dari kami yang ingin menjadi ketua kelas, apalagi kelas kami ini sudah terkenal susah dikendalikan. "...anak-anak kuli ini kelakuannya seperti setan. Terutama Borek, kalau tak ada guru tingkahnya seperti pasien rumah sakit jiwa yang buas."

Berulang kali Kucai menolak jabatan seumur hidup itu. Namun, setiap kali Bu Mus mengingatkan betapa mulianya menjadi seorang pemimpin, ia pun luluh dan dengan hati yang seperti jutaan ton timah, ia bersedia menjabat lagi.

Kucai memiliki network yang luas seperti juntaian kabel optik menjulur di samudra, menghubungkan segala hajat orang di seluruh dunia lintas benua. Kecuali di tanah Belitong yang miskin penduduknya ini. Ia pintar bersilat lidah. Perkara peneng sepeda dengan aparat desa, informasi tempat menjual beras jatah PN (Perusahaan Negara) Timah, atau cara mendapat karcis malam separuh harga, Kucai pawangnya.

"...Aku sudah tidak tahan, Ibunda, aku menuntut pemungutan suara yang demokratis untuk memilih ketua kelas baru. Aku juga tak sanggup mempertanggungjawabkan kepemimpinanku di padang Masyar nanti, anak-anak kumal yang tak bisa diatur ini hanya akan memberatkan hisabku!"

Itu yang aku maksud di awal artikel ini. Di pelosok negeri seperti Belitong ini pun, prinsip demokrasi tetap berusaha dijunjung tinggi. Di situlah keadilan hendak ditegakkan.

Novel Laskar Pelangi | foto: blogger.googleusercontent.com
Novel Laskar Pelangi | foto: blogger.googleusercontent.com

Kucai tampil emosional. Tangannya menunjuk-nunjuk ke atas seperti Bung Tomo hendak membakar semangat rakyat Surabaya. Ia menumpahkan semua unek-unek yang dipendamnya bertahun-tahun lamanya. Kami semua menahan tawa melihat pemandangan itu demi menghormati keberanian Kucai.

Bu Mus pun terkejut. Tak pernah sebelumnya ia mendapat tanggapan selugas itu dari muridnya. Selain menjadi denyut jantung SD Muhammadiyah, beliau ingin menegakkan pilar keadilan di sekolah ini. Maka beliau meminta kami menuliskan nama ketua kelas yang baru di selembar kertas, kecuali Harun yang tak bisa menulis.

Kucai riang bukan kepalang. Ia merasa telah mendapat keadilan dan menganggap bahwa deritanya sebagai ketua kelas akan segera berakhir. Suasana kelas menjadi gugup menunggu detik-detik penghitungan suara. Tak kalah mendebarkan dari penghitungan suara pemilihan presiden.

Sembilan gulungan kertas di tangan Bu Mus. Beliau sendiri pun gugup. Gulungan pertama dibuka. 

"Borek!" Borek pucat, Kucai melonjak girang. Jelas ia yang menulis nama Borek, kawan sebangku yang seperti pasien rumah sakit jiwa. Gulungan kedua. "Kucai!"

"Kucai!" 

"Kucai!"

Kucai pucat, lemas, dan mau pingsan. Begitu seterusnya sampai gulungan kertas ke sembilan. Bu Mus beralih pada Harun, yang lalu mengeluarkan senyum khas. "Kucai!" Kucai terpuruk.

Hari ini kami mendapat pelajaran penting tentang demokrasi. Ternyata prinsip-prinsipnya tidak efektif untuk jabatan kering seperti ketua kelas di sekolah miskin ini.

***

Lain di Belitong, lain pula di kota-kota besar seperti Jakarta. Di Belitong, khususnya di SD Muhammadiyah jabatan ketua kelas tidak diinginkan siapa pun. Di Jakarta, jabatan kepala daerah, gubernur sampai presiden diperebutkan tak urusan jika mencemari demokrasi. Kalau perlu, ubah aturannya agar bisa menjabat. Dimulai dari fenomena MK: "Membantu Keponakan". --KRAISWAN

Catatan:
Sebagian kalimat dikutip dari novel Laskar Pelangi (Andrea Hirata)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun