Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Seru dan Haru Mengajak Mbah Pertama Naik Kereta

9 Juli 2024   16:23 Diperbarui: 13 Juli 2024   15:58 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang keberangkatan, kami berlari tertatih menuju kereta. Sudah berat banyak bawaan, dilengkapi omelan istri, "Kan udah kubilang, tadi langsung masuk ke tempat keberangkatan. Tuh, penuh keretanya!" Alamaaakk...

Alhasil, kami berdiri sampai Stasiun Wates. Syukurnya, selama perjalanan kereta ini petugasnya rajin mengecek di dalam gerbong, memastikan anak-anak, perempuan, dan lansia mendapat prioritas tempat duduk. Mbah, istri dan anakku menjadi prioritas.

Seru dan haru mengajak Mbah naik kereta

Dari segi adrenalin dan risiko, perjalanan dengan kereta tidak ada apa-apanya dibanding pesawat. Tapi sistem tempat duduk di KRL dan jarak yang panjang membuat perjalanan ini melelahkan dan membuat haru. Si Mbah yang sudah tua punggungnya harus berdiri dan berjejalan di dalam angkutan.

Namun juga seru, karena pengalaman pertama ini bakal berkesan bagi Mbah. Pertama kali naik kereta, tapi harus berdiri sepanjang jalan. Inilah pengalaman berharga bisa berpetualang bersama anak-cucu. Jeda sebentar dari rutinitas harian yang melelahkan dan menjemukan.

Lebih menghargai pasangan

Perjalanan kali ini bukan piknik ke pantai atau tempat wisata, melainkan mengunjungi teman. Ialah Ibu Piah, dulu rekan kerja istriku--produsen gula semut--saat masih bekerja. Bagiku dan istri, sudah sering kami mengunjunginya. Bagi kami dan anak, ini kali kedua. Terakhir ke sini motoran, anak belum setahun.

Di teras rumah Bu Piah | dokumentasi pribadi
Di teras rumah Bu Piah | dokumentasi pribadi

Kami tiba sekitar jam 3 sore. Setelah memberi salam dan berkenalan, kami duduk sejenak. Bu Piah sudah menunggu sejak pagi. Seperti biasa, ia menjamu tamunya dengan wedang jahe hangat.

Kami putuskan menginap karena tidak mungkin langsung balik. Badan lelah, hari sudah gelap. Setidaknya kami akan menemani Bu Piah dua hari ini. Banyak cerita kami bagikan dengan Bu Piah, seputar kesibukan sehari-hari, relasi dengan orang di sekitar, maupun pelayanan.

Dalam momen makan malam, aku mendapat satu mutiara, Bersyukurlah kita yang dikaruniakan pasangan. Ada teman untuk bercerita setiap hari, dalam kondisi mudah maupun susah. Mutiara ini yang aku bagikan pada Bapak dan Ibu. Sudah tua, kiranya tidak bertengkar melulu, tapi mensyukuri pasangan yang Tuhan anugerahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun