Bukannya tidak pernah, kami membelikan mainan dalam jumlah seperlunya. Bukan membelikan berbagai jenis mainan, apalagi yang harganya mahal, yang akan membuat anak bahagia. Tapi, meluangkan waktu bersama anak, itu yang jauh lebih penting. Entahkah untuk bermain bersama, membacakan cerita, atau jalan-jalan ke tempat wisata.
Selain itu, mengajari anak bertanggung jawab atas mainannya juga penting. Menjaganya agar terawat, lalu mengembalikan ke tempat yang benar selesai dipakai. Ini lebih penting dari banyaknya mainan yang kita bisa berikan.
Mungkin sebagian Anda punya helper di rumah. Jika tidak, biasanya mamanya yang akan kelelahan membereskan mainan yang berceceran di seluruh sudut rumah. Poinnya, kalau kita tidak mengajari anak menjaga mainannya, ia akan sulit menjadi orang yang bertanggung jawab. Anda mau anak seperti itu?
Kenapa anak sulit berbagi?
Guru Sekolah Minggu anakku pernah berujar, anak batita yang sulit berbagi adalah sesuatu yang wajar. Kita tidak boleh melabeli dengan "pelit", "egois", "nakal", atau kata-kata lain yang nadanya negatif.
Melansir dari haibunda.com, anak usia 1-3 tahun belum paham artinya berbagi. Mereka belum bisa melakukan apa yang tidak dipahami. Jika anak belum siap berbagi, jangan dipaksa saat itu juga. Anak batita masih dalam proses membangun percaya diri, kebanyakan dengan cara memiliki. Yang mereka tahu, benda miliknya adalah miliknya. Orang lain tidak boleh meminta atau meminjam. Ini justru menjadi cara anak belajar bahwa mereka adalah individu.Â
Selain itu, ada tiga faktor lain mengapa anak belum mau berbagi yakni rasa kepemilikan yang kuat, empati  yang masih terbatas, dan pengaruh lingkungan. Faktor pertama dan kedua internal dalam diri anak, sedang faktor ketiga adalah eksternal di mana orang tua bisa mengajar dan memberitahu anak.
Pentingnya melakukan review
Setelah kejadian rebutan itu, aku dan istri melakukan review (mengulas). Review di sini adalah untuk mengkonfirmasi dan menanamkan nilai yang benar kepada anak. (Kami juga melakukannya menjelang anak tidur.) Meski tak langsung paham, kami terus mengajarinya. "Kamu kan juga minjem tembakan ini. Kalau ada teman lain yang mau pinjam, ya harus dipinjamkan" ujarku seperti mengajar di kelas. Wajah anakku masih merengut (kusut).
"Kalau kamu ndak mau berbagi, nanti temanmu nangis, sedih. Nanti kamu ndak ada temannya lho!" istriku menyambung. Ini yang penting. Kami sepakat dalam mendidik anak tentang nilai-nilai yang benar, termasuk agar mau berbagi.Â