Kami bertiga di tenda, dengan perlengkapan terbatas, harus bertahan di tengah guyuran hujan semalaman. Dinding tenda basah, alas tenda tergenang air, dan merembes masuk. Bak di tengah lautan.
Berikut ini 3 keterampilan bertahan hidup yang kami latih pada anak. Semua dilakukan di dalam tenda, dari sore sampai esok pagi.
1) Bisa tidur
Mirip kami, anak kami mudah beradaptasi. Meski di luar rumah sendiri, ia bisa tidur lelap asalkan ada susu dan selimut. Selama ini tidur di luar rumah tapi di gedung.
Kali ini di tenda, bisakah ia tidur nyenyak? Polah aktifnya membuatku sangsi, kalau ia tak betah di dalam tenda bagaimana mau tidur? Syukurnya, meski hujan deras dan banjir ke dalam tenda anak kami bisa tidur lelap sampai pagi, no rewel.
2) Bisa makan
Anak kami relatif mudah makan. Hampir semua jenis makanan ia bisa makan. (Bahkan minuman jamu yang pahit!) Kuncinya satu: orang tua membiasakan. Istriku produsen jamu, kami juga biasakan mengonsumsi makan sehat yakni sayur, buah, dan lauk pauk bervariasi. Kedua, jangan biasakan beri jajan bermicin.
Syukurnya, meski cuma nasi putih anak kami mau makan. Camping ini istriku membawa nasi putih, udang (favorit anak), jamur, dan tempe. Ia pun bisa makan lahap meski harus diselingi nonton video di HP.
3) Bisa bermain
Flash card dan bola adalah dua mainan yang bisa mengalihkan anak dari handphone. Entah kenapa istriku keidean membawa bola. Namun, itu terbukti ampuh.
Sore sebelum makan kami bisa mengajak anak bermain di tenda 2x2 m. Tebak-tebakan gambar, lempar bola, bahkan berlari-melompat di dalam tenda. Efek samping: badan papa-mamanya didorong, ditindih, dan diinjak.
Malam sebelum tidur, kami ajak si anak main kembang api sisa lebaran. Tak bisa melihat bintang malam, ia bahagia bermain kembang api. Esoknya, si anak bisa jalan-jalan naik tangga dan berlarian di sekitar.
***