Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Anak 2,5 Tahun Lepas Popok, Emang Bisa?

5 Mei 2024   23:15 Diperbarui: 7 Mei 2024   22:51 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak lepas popok. (iStock/Natalya Trofimchuk via parapuan.co)

"Papa, aku mau pipis." Lantai dan kakinya tetiba basah. Mengompol. Tak hanya di lantai, air seni itu sering muncul di kasur, maupun di lantai tanah (saat di rumah Mbah).

Anak kami, bayi 2,5 tahun ini bilang mau pipis setelah celananya basah. Jadi becek, berwarna kekuningan, dan... bau.

Itu dimulai saat anak kami usia 1 tahun, istriku mengajarinya lepas popok. Istriku sudah berkali-kali bilang, "Kalau pipis bilang, ya." Pada 6 bulan pertama (usia 1,5 tahun), mulanya ia akan ngompol di lantai dan terpeleset. Berbahaya kalau jatuh.  Istriku sempat memakaikan popok lagi kalau siang.

Lalu 6 bulan terakhir ini, istriku mengajari anak kami dengan kata-kata yang lebih lengkap. "Kalau mau pipis bilang ya, pipis di toilet," ujar istri. Jawaban "Iya" dari si anak sedikit membuat lega. Meski ya itu, bilang pipis setelah celananya basah, ompolnya malah dibuat mainan. Tapi, kami tak menyerah untuk mengajarinya.

Dalam sehari, sehari bisa sampai lima kali mengompol. Lima kali juga istriku harus membersihkan bekas ompol. Belum kalau di kasur, harus mengganti sprei, dan menjemur kasur. Repot.

Aku beberapa kali bertugas untuk membereskan ompol anak. Mengganti popok OK, mengelap bekas pipis...? Aduh, bergejolak hati ini. Kain lap di mana? Kain pel bisa? Padahal tidak setiap waktu, tapi aku sudah mengeluh. Istriku yang tiap hari tiap waktu mengurus anak, piye kabare?

Kalau tidak diajari sekarang, kapan bisanya?

Dengan ringan, istriku membalas keluhanku. "Kalau tidak diajari sekarang, kapan bisanya? Kan dia perlu terbiasa juga pergantian dari popok ke celana kain." Mustahil disanggah.

Mulanya istriku mengganti popok dengan celana kain di siang hari. Efek sampingnya ya itu tadi, ngompol berkali-kali di lantai. Malamnya masih dipakaikan popok supaya tidak membasahi kasur.

Setelah mulai terbiasa, istriku memberanikan melepas popok di malam hari. Menjelang bobok, kami membawa anak ke toilet untuk pipis. Meski ribet, kadang si anak rewel, atau kami yang kelupaan lalu mengompol lagi.

Enam bulan kemudian...

Pas usia anak kami 2,5 tahun dia bisa bilang, "Pipis mami.",  dan itu sudah bisa diajak ke kamar mandi. Anak kami sudah sangat jarang telat bilang pipis. Ia sudah lebih cakap dan pintar. Sekali dua kalau dia pas tidak konsentrasi, atau pas kantong kemihnya sudah sangat penuh, bisa juga mengompol. Tapi itu sudah sangat jarang.

Kapan lalu, temanku, seorang ibu merayakan kemenangan anaknya, perempuan, berusia 2,5 tahun juga bisa lepas dari popok. Padahal baru saja ia membeli satu pack popok, hanya berkurang beberapa biji. Alhasil, popok selebihnya dihibahkan pada anakku. Bahagianya bapak ini. Hemat.

Anak kami pun baru 2,5 tahun sudah bisa lepas popok. Kami anggap itu tanda kemajuan, bahkan pencapaian. Berkat kerja keras, keteguhan, dan kesabaran istriku.

Ilustrasi anak lepas popok | foto: iStockphoto/Capuski via haibunda.com
Ilustrasi anak lepas popok | foto: iStockphoto/Capuski via haibunda.com

Hari-hari ini...

"Aku mau pipis." Dengan sigap si anak berjalan cepat ke kamar mandi, aku mengekor. Aku buka celananya, lalu celana dalamnya. "Haaa... Haaa.... Seperti pemadam api!" seru si bayi, lega bisa mengeluarkan air seni. Imajinasinya tinggi, pipisnya dianggap seperti selang pemadam kebakaran. Ia ngefans berat pada mobil pemadam kebakaran memang.

Anak 2,5 tahun lepas popok, emang bisa?

Orangtua memegang peran kunci. Apakah orangtua mau melatih anak dan meninggalkan kenyamanan atau tidak. Bagi kebanyakan orangtua, apalagi milenial, biasanya tidak ingin repot. Biar anak diam, berikan handphone. Daripada repot dengan ompol, pakaikan saja popok. Sampai si anak besar, bisa jadi anak masih sulit lepas dari popok. Padahal, pemakaian popok dalam waktu lama bisa membuat kulit iritasi dan ruam-ruam.

Istriku menjadi salah satu teladan ibu yang bijak. Meski harus repot dengan ompol anak berkali-kali, ia tidak keberatan melatih anak menjadi mandiri. Hanya dalam waktu sekitar dua bulan, anak kami sudah bisa lepas popok. Malah ia tidak mau lagi memakai popok. Baginya, celana kain lebih nyaman dibanding popok.

Buah dari perjuangan melepas diri dari popok

1) Lebih hemat

Biasanya istri membeli satu pack popok ukuran L isi 28 pcs Rp48.000. Kalau si anak ganti popok 3x sehari, jelas satu pack tidak cukup sebulan. Sebulan malah bisa beli 3 pack. Itu belum termasuk biaya beli susu formula (sekitar Rp80.000/kotak). Bagiku guru swasta dan istri yang mengurus rumah tangga, ini berat.

Istriku sempat mengakali, kalau sehari itu si bayi belum pup dan popoknya masih kering, diganti dulu dengan celana kain, lalu sorenya dipakaikan popok lagi. Seringnya benar, ia pup sore harinya.

Kini, setelah si anak lepas popok, biaya beli popok bisa dialihkan untuk kebutuhan lain. Jadi lebih hemat untuk pengeluaran. Pernah aku sarankan supaya istri tetap membeli sekedar satu pack untuk jaga-jaga kalau mengajak anak keluar rumah. "Tidak usah," kata istri. OK.

2) Anak lebih mandiri dan percaya diri

Untuk anak 2,5 tahun, kemandirian itu digambarkan dengan keinginan untuk pipis di toilet, bukan langsung di celana. Berarti logikanya sudah terbentuk, kalau mau pipis harus ke toilet.

Kepercayaan diri ditunjukkan dengan berani bilang pada kami orangtuanya, "Mau pipis!" Lalu segera menuju toilet. Dengan dua karakter dasar ini, kami percaya anak kami bisa menghadapi tantangan lain dalam hidupnya kelak.

3) Mengurangi sampah popok

Sebelum lepas popok, tempat sampah kami cepat penuh dalam 2-3 hari. Salah satu penyebabnya ya popok. Apalagi kalau popoknya penuh menampung ompol. Untuk sampah organik kami pisahkan untuk pupuk kompos.

Kini, tempat sampah kami lebih longgar karena tidak ada lagi sampah popok. Dengan begitu bisa mengurangi sampah popok di TPA.

Demikian kisah kami tentang anak kami dan popok. Sejak dini, anak bisa dilatih untuk mandiri, lepas popok salah satunya. Kuncinya, orangtua mau melatih atau tidak? --KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun