Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

"Mengejar Pelangi" untuk Menyentuh Kaum Muda

4 April 2024   23:23 Diperbarui: 6 April 2024   19:40 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Mengejar Pelangi | foto: dokpri

Kaum muda bak anak burung rajawali yang sejak lahir disuapi induknya dan berlindung di dalam sarang. Tanpa dipaksa latihan terbang, anak rajawali akan kesulitan bertahan hidup. Maka, induk memegang peran penting sebelum melepas sang anak rajawali.

***

Suatu hari, saat bermain dengan anakku, aku menemukan harta karun di antara tumpukan buku--pemberian seorang teman. Mulanya, sepintas tidak ada judul yang menarik dan cocok untukku. Siapa sangka, salah satu buku memikat mataku.

Mengejar Pelangi, itulah judul bukunya. Berisi lebih dari 70 kisah untuk membuka dan menyentuh hati kaum muda yang dikompilasi oleh Alice Gray. Kemasannya mirip dengan buku Chicken Soup for the Soul. Sederhana, lekat dengan keseharian anak muda, tapi inspiratif. Berikut ini aku rangkum beberapa kisahnya.

1) Dari Chicago dengan Cinta

Di usia 9 tahun, Marvin sudah harus bekerja. Ia meminta tetangganya, Pak Miceli untuk menjadi pengantar koran. Syaratnya, ia harus punya sepeda. Ayahnya punya empat pekerjaan (serabutan), dari membuat lampu neon di sebuah toko plat baja sampai sales asuransi. 

Ayahnya membelikannya sepeda bekas. Namun, tetiba ayahnya harus diopname karena pneumonia dan tak sempat mengajarinya naik sepeda. Mulanya, Marvin menaruh kantong berisi gulungan koran di gagang kemudi dan menuntun sepedanya. Pemandangan ganjil. Maka, ditinggalkannya sepeda di rumah. Ia meminjam kereta belanja ibunya untuk mengantar koran.

Mengantar koran sebenarnya menyenangkan. Cukup dilempar, korannya mendarat di beranda pelanggan. Sedangkan dengan kereta ibunya, Marvin harus memarkir kereta di trotoar dan berjalan kaki ke beranda. Mengantar koran dengan kereta memang lebih lambat, tapi ia tidak keberatan. Ia justru bisa berjumpa dengan banyak tetangga di lingkungannya.

foto: shutterstock via suara.com
foto: shutterstock via suara.com

Ayahnya pulang dari rumah sakit dan kembali bekerja meski daftarnya tidak sebanyak dulu. Setiap sen upah Marvin untuk membayar tagihan. Sepeda bekasnya yang tak pernah ia tumpangi pun dijual.

Marvin mendapat 1 sen untuk setiap koran pada Senin-Sabtu, dan 5 sen pada hari Minggu. Kebanyakan pelanggannya memberi tip 1 sen, sehingga tipnya hampir setara upahnya. Ayahnya belum bisa bekerja terlalu keras, dan ia harus memberikan hampir semua upahnya pada ibunya.

Pada Kamis petang sebelum Natal 1951, Marvin menekan bel pintu salah satu pelanggannya. Di sinilah adegan yang menyentuh hidupnya. Meski lampu menyala, tak seorang pun membuka pintu. Ia pergi ke rumah sebelah, tak ada jawaban. Hal sama terjadi di rumah sebelah, dan sebelahnya lagi. Mungkinkah semua orang berbelanja menjelang Natal? Marvin cemas, karena ia harus menyetorkan uang koran setiap Jumat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun