Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Perjuangan Menjadi Orang Tua di Era Postmodern

4 Maret 2024   00:30 Diperbarui: 4 Maret 2024   00:30 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Putri Ariani di AGT | dok. Rizal Badudu

Terlalu mudah bagi Tuhan untuk mengubah anak kita. Tapi Tuhan ingin kita berubah lebih dulu. --Rizal Badudu

Pada pertengahan Februari 2024 aku dan istri beserta dua kakak pasutri mendapat kesempatan belajar seminar parenting yang diadakan di Kaliurang, Jogja. Informasi ini kami terima dari kakak KTB Pasutri. Biayanya 1,5 juta. Wah, biaya ini terlalu besar bagi kami, sedang untuk harian saja sudah engap.

"Ini seminar bagus, pembicaranya bagus. Kami sudah beberapa kali ikut. Masih ada 3 bulan lebih, bisa menabung tiap bulan." demikian Kakak kami memberi motivasi. Tetap saja, untuk bisa menabung minimal 500 ribu tiap bulan menjadi perjuangan tersendiri. Sebab berbarengan dengan wisuda adik ipar dan kedatangan mertua dari Medan. Bakal cukup banyak pengeluaran.

Menyerah? Tidak. Prinsipnya, sebagai orang tua kami harus terus belajar memperlengkapi diri agar bisa mendidik anak dengan benar di era digital ini. Terkait biaya, kami akan mengusahakan.

Kami pun kembali menggiatkan usda dengan jualan bermacam barang, khususnya makanan. Dari durian, mangga, sampai alpukat. Sebab, kalau dari gaji bulanan saja takkan cukup. Biaya 1,5 juta untuk menginap 2 hari 1 malam di hotel bintang 4 dengan pembicara profesional, sebenarnya sudah sangat terjangkau. Tapi, kami perlu upaya ekstra.

Selain kesempatan belajar dari pembicara profesional dan pasutri lain, panitia seminar memberi fasilitas lain. Di antaranya voucher 50% masuk Suraloka Zoo (bersebelahan dengan hotel) dan free kids activity. Seminar ini juga menjadi salah satu cara Tuhan menjawab doa kami. Sudah lama kami ingin menginap di hotel, menikmati suasana di luar rumah. Yang Tuhan berikan justru melebihi ekspektasi. Ya belajar, ya liburan di hotel.

Singkat cerita, sekitar sebulan kemudian kami berhasil mengumpulkan uang, cukup untuk membayar DP kontribusi seminar. Memang, hasil takkan mengkhianati usaha. Dari beragam usaha yang ditempuh, kami bisa menabung melebihi jumlah kontribusi, bahkan lumayan untuk tambahan jalan-jalan dengan opung (Batak: kakek-nenek).

Selain kutipan di atas, Pak Rizal membuka dengan beberapa kutipan lain yang menarik. "Kalau anak kita baik, bukan karena kita yang hebat. Tapi karena Tuhan yang hebat." "Kita orang dewasa, masih sering melakukan kesalahan."

Wah, dari kutipannya saja menarik ya!

Pak Rizal meminta setiap keluarga berkenalan dan membagikan apa harapan mengikuti seminar ini. "Saya ingin diperlengkapi lagi sebagai orang tua yang takut akan Tuhan, khususnya di era digital ini." demikian aku membagikan harapanku.

Orang tua milenial menghadapi tantangan besar dalam parenting di era postmodern. Postmodern (pascamodernisme) diartikan bentuk radikal dari kemodernan yang akhirnya "mati sendiri" karena kesulitan menyeragamkan berbagai teori. (Derrida, Foucault dan Baudrillard) Ciri pemikiran pada era pascamodern ini adalah pluralitas berpikir dihargai, setiap orang boleh berbicara dengan bebas sesuai pemikirannya. Postmodern ditandai dengan adanya perbedaan generasi dan sudut pandang akan segala sesuatu.

Ada 4 sesi selama seminar ini. Aku merangkum dari tiap sesi.

Sesi 1

2 Timotius 3:1-3 Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik,

Di era postmodern, kita hidup di zaman tsunami informasi. Ada orang tua yang menjadikan HP sebagai peace setter bagi anaknya yang berusia 2 tahun. Apakah anak terjamin tenang? Ya. Tapi, orang tua bakal mengalami beragam masalah saat anak di usia 7 tahun.

Generasi postmodern (sebutan kemudian: postmo) ingin hidup sebebas-bebasnya. Tidak perlu pengajaran Alkitab, aturan agama maupun rasionalitas. Mereka kecewa dengan otoritas, sehingga kebenaran hanya ada di dalam diri. 

Generasi postmo menghadapi berbagai ancaman, seperti seks bebas, LGBT, bingung memilih gender, ada artis yang bercerai tapi baik-baik saja. Selebgram, Tiktoker dan para influencer menampilkan paham ini secara masif. Lama-lama, diterima anak sebagai kebenaran. Inilah bahayanya kalau mempercayakan anak pada HP yang dianggap membuat tenang.

Berikut ini beberapa contoh perbedaan sudut pandang orang tua VS anak-anak generasi postmo:
Baby boomers dan Gen X: "Tuhan menciptakan pernikahan.", "Anak adalah berkat bagi keluarga.", "Aborsi=pembunuhan!"

Millennials dan Gen Z: "Gak perlu nikah zaman sekarang.", "Aku gak mau punya anak! (child-free)", "Aborsi itu pilihan."

Sesi 2

Kita sebagai orang dewasa harus bisa menghadirkan komunitas yang otentik, bukan jaim. Anak-anak zaman sekarang bakal tahu kalau kita jaim. Misal, kalau kita bersalah maukah kita meminta maaf?

Dalam Yohanes 15:15, Yesus menyebut para murid sahabat. Kita sebagai orang tua nantinya juga harus menjadikan anak-anak sahabat, khususnya memasuki remaja. Dengan begitu, kita bisa memasukkan kebenaran absolut yang diajarkan dalam Alkitab. (pen. anak remaja hanya akan percaya pada sahabat)

Saat anak berusia 8 tahun, orang tua harus menerapkan pola hubungan relasi. Supaya nanti saat anak usia 10 tahun kita tidak perlu memberi banyak koreksi/ interupsi. Orang tua juga bisa melibatkan anak dalam tugas-tugas di rumah. Ini akan menolong anak menyadari tanggung jawab sejak dini. Selain itu bisa membuat anak menjadi lebih percaya diri.

(Aku sendiri mengalami, karena sejak kecil hingga remaja tidak banyak dilibatkan dalam pekerjaan di rumah, aku tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri. Merasa tidak mampu, diremehkan.)

Beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk membangun bonding dengan anak: story telling, bermain dan melakukan aktivitas/ hobi bersama. Misalnya, Pak Rizal dengan anak laki-laki membahas tentang bola, sedang dengan anak perempuan menonton K-Pop.

Terdapat empat fase dalam mendidik anak, dijelaskan dalam grafik berikut. Fase I disiplin (usia 0-5 tahun), fase II training (usia 6-12), fase III coaching (usia 13-19), dan fase IV sahabat (19+). Di fase awal, otoritas orang tua masih dominan, sedangkan di fase IV pengaruh orang tualah yang harus lebih menonjol. Di masa transisi (peralihan fase II ke fase III) penting agar prosesnya berjalan lancar.

Empat fase mendidik anak | dok. Rizal Badudu
Empat fase mendidik anak | dok. Rizal Badudu

Anda ingat kisah Putri Ariani? Gadis 18 tahun disabilitas bersuara emas kelahiran Bangkinang Riau ini berhasil memikat para juri di America's Got Talent. Ayahnya sampai rela resign dari pekerjaan sejak Ariani masih kecil agar bisa mendukungnya secara penuh. 

Putri Ariani di AGT | dok. Rizal Badudu
Putri Ariani di AGT | dok. Rizal Badudu

Hubungan yang kuat antara orang tua dan remaja memberi banyak manfaat, misalnya anak lebih mudah taat pada otoritas, menjadi jembatan yang kuat saat anak menghadapi masalah/ tekanan, menumbuhkan anak menjadi semakin percaya diri dan mencapai potensi maksimalnya serta membuatnya berani menolak hal-hal yang tidak benar.

Sesi 3

Khusus para ayah, harus punya jadwal dating dengan anak secara rutin. Dalam dating tidak boleh ada interupsi atau koreksi. Hanya nikmati saja waktu berkualitas bersama anak. Beberapa konten kreator di FB bisa diadaptasi untuk melakukan aktivitas dengan anak, misalnya Manti Rivai, Nidya Mawarsari, dan Febe Ariyanti.

Dalam 1 Petrus 3:15 orang tua harus memberi pertanggungan jawab dengan lembut dan hormat. Misal, jika anak menyampaikan tentang suatu yang aneh, orang tua harus tetap tenang. Justru orang tua bisa:
1) Menceritakan semua kegagalan dan kebodohan Anda di masa lalu.
2) Menceritakan kejadian menarik dan bagaimana menghadapinya.
3) Membagikan prinsip dan nilai hidup, bagaimana Anda berhasil atau gagal.
4) Membagikan pergumulan dan tekanan yang dialami dalam pekerjaan.

Ayah dan ibu harus berbagi tugas dengan anaknya untuk dating. Ayah dengan anak lelaki (men's talk), ibu dengan anak perempuan (women's talk). Bisa juga bergantian untuk berbagi sudut pandang.

Sesi 4

Markus 12:30-31 memberi petunjuk agar kita mengasihi Allah dan sesama manusia seperti diri sendiri, BUKAN mengasihi diri sendiri. Bandingkan dengan tren di medsos saat ini, banyak konten yang mengkampanyekan tentang self love.

Tren child-free misalnya, alasannya capek dan repot. Tidak salah dengan tidak memiliki anak, yang keliru adalah alasannya. Seperti artis Gita Savitri dan suaminya yang memutuskan child free agar lebih awet muda. Ini namanya mengasihi diri sendiri.

Perintah mengasihi Allah dan sesama bukanlah urutan. Mengasihi diri dulu, baru mengasihi Allah dan sesama. Saat kita merasakan anugerah Allah, lalu mengasihi Allah, maka kita dengan mudah bisa mengasihi diri dan sesama.

Ingat prinsip desain asli dari Tuhan. Ada 10 hal dalam diri kita yang tidak bisa diubah, misalnya fisik, gender, urutan lahir, kewarganegaraan, dll. Memahami desain dari Tuhhan atas diri kita adalah bentuk mengasihi diri yang benar.

Sebagai penutup sesi 4, Pak Rizal memberi analogi tentang pilot pesawat dan petugas ATC (Air Traffic Controller). Anak kita adalah pilot, mereka yang mengendalikan laju dan gerakan pesawat. Orang tua tidak perlu menerobos masuk ruang kokpit. Orang tua cukup memandu pilot dari menara ATC. Harusnya orang tua bisa membangun kerja sama dengan anak dalam transisi usianya (10-12 tahun).

***

Mengakhiri semua sesi, putra ke-6 JS Badudu--penulis Kamus Bahasa Indonesia--ini meminta peserta menuliskan komitmen setelah mengikuti seminar ini, kami harus berubah. Setiap kami diberi selembar kertas, diisi, difoto dan lembarannya dikumpulkan. Aku dan istri berkomitmen:
1) Meminimalisir penggunaan HP, memperbanyak aktivitas yang interaktif.
2) Mengusahakan minimal 1x seminggu untuk keluar rumah bermain bersama anak.
3) Mengurangi ekspresi/ emosi negatif di depan anak.

Demikian sharing kami tentang seminar parenting di era postmodern. Semoga bermanfaat! Semangat mendidik anak kita! --KRAISWAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun