Tidak selalu dengan bambu runcing atau senapan, pengorbanan mengisi kemerdekaan bisa dilakukan dengan mengorbankan perasaan, tenaga, waktu, hingga kenyamanan.
***
Pemilu 2024 menjadi pertarungan sengit antar-capres-cawapres maupun para caleg. Tidak hanya bagi para calon, aura persaingan juga dipancarkan oleh para pendukung dan tim sukses.
Di pusat sana, ada usaha babat alas dilakukan para pemegang kekuasaan. Hal ini lalu melahirkan kekecewaan masyarakat sehingga salah memilih, tidak memilih, atau bahkan merusak kertas suara saking kecewanya.
Ini eranya mengisi kemerdekaan, bukan lagi zaman penjajahan. Daripada menuruti rasa kecewa yang tidak membawa manfaat apa pun, mari kita singsingkan lengan, dan melakukan bagian kita, sekecil apa pun.
Awal Januari, tetanggaku (sebut saja Pak Koko) mampir ke rumah. Wah, dari koalisi apa ini?
Rupanya, Pak Koko mengajakku mendaftar sebagai KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara). Eh, makanan apa itu? Setahuku, KPPS itu yang mengurusi pencoblosan gitu.
"Tapi di tempat kerjaku susah izinnya, Pakde," balasku. "Kan tanggal 14 Februari semua libur." Oh iya... Tanpa pikir panjang, aku setuju. Asalkan Pak Koko juga ikut. Aku segera mengisi data diri via Google Form. Lanjut menyiapkan berkas dan tes kesehatan. Singkat cerita, aku pun lolos sebagai anggota KPPS.
Selesai soal? Tidak.
Kesibukan dimulai dengan acara pelantikan dan bimbingan teknis (bimtek, ada yang memplesetkan bimbingan teknologi). Kembali ke hal izin di tempat kerjaku. Aku harus mengomunikasikan pada waka agar dicarikan guru pengganti buat muridku. Ini tentu merepotkan teman-temanku. Mengorbankan perasaan dan kenyamanan.