Liburan Natal dan tahun baru kali ini beda. Lebih meriah, setidaknya pasca-pandemi Covid-19. Umat Nasrani bisa merayakan Natal dengan tenang tanpa hambatan. Kita bisa berkumpul maupun liburan bareng keluarga.
Tapi, habis liburan kok malah galau. Apakah kamu mengalaminya? Bukankah habis liburan harusnya senang, bahagia, dan bersemangat untuk kembali bekerja?
Jika begitu, bisa jadi kamu mengalami post holiday blues, yakni rasa sedih yang dirasakan akibat liburan telah berakhir. Perasaan ini diikuti dengan mager, sedih, dan tidak bersemangat. Meski biasa terjadi dalam jangka pendek, ada juga lho yang mengalami post holiday blues berkepanjangan. Ini akan mengganggu aktivitas sehari-hari, mengurangi produktivitas, menguras emosi dan bahkan bisa menyebabkan stres.
Liburanku sepi
Aku mendapat jatah libur dua minggu dari sekolah. Durasi ini cukup panjang dibanding tempat kerja lain di perusahaan atau pabrik. Meski ada juga yang dapat libur lebih dari dua minggu.
Tidak seperti liburan-liburan sebelumnya, liburanku kali ini terasa sepi. Apa sebab? Tidak dapat THR? Dapat kok. Tidak punya teman? Ada dong, anak dan istri. Tidak tahu mau ke mana? Tidak juga.
Satu minggu pertama liburan, aku dan istri banyak menghabiskan waktu di tempat Mbah. Kami membereskan ladang Mbah dari semak belukar untuk nantinya ditanami pohon duren dan buah lainnya. Disebabkan jarang berladang, kami perlu kerja keras. Ilalang di ladang Mbah sampai setengah badan orang dewasa tingginya. Kulit tanganku sampai luka-luka seperti disayat pisau. Keringat pun bercucuran.
Namun kerja keras ini perlu untuk mendapat hasil. Namanya juga bekerja. Kami ingin berinvestasi dengan menanam pohon durian di ladang Mbah. Kami beli bibit cangkokan, harapannya lima tahun ke depan (anakku mulai masuk SD) sudah berbuah. Berangkat dari pengalaman jualan durian di akhir tahun 2023 yang cukup menjanjikan. Pasti akan lebih menarik kalau panen dari pohon sendiri.Â
Minggu kedua, saat kerjaan di ladang mulai beres, malah anak kami sakit. Mulanya demam, lalu diare, muntah-muntah, dan susah makan. Badannya sampai kurus. Duh, sedih hati kami sebagai orang tua melihat kondisinya.Â
Kami sempat memberi susu sapi pada anak kami. Aku menduga, jangan-jangan pencernaannya belum kuat. Tapi pemberian susunya di minggu pertama, muntahnya di minggu kedua. Jeda waktunya cukup lama. Berarti ada penyebab lain.