Debat Capres menjadi ajang uji kompetensi para kandidat. Masyarakat bisa tahu, mana kandidat yang punya gagasan, mana yang cuma bisa beretorika dan joget-joget.
Pada 12/12/2023 KPU menggelar debat Capres I, disiarkan di beberapa stasiun TV. Dari beberapa konsolidasi tiap Paslon pun kita sudah paham. Mana yang kaya gagasan, mana yang nol gagasan. Tapi melalui debat ini, bakal makin benderang.
Dalam debat pertama ini Anies bertanya pada Prabowo tentang MK yang ditetapkan melakukan pelanggaran etika berat terkait perubahan UU batas usia capres-cawapres. "Apa perasaan bapak ketika mendengar bahwa ada pelanggaran etika di situ?"
Sulit. Jangankan perasaan, gagasan pun Prabowo tak punya. Anies memang pintar, mantan rektor dan Mendikbud gitu loh. Dia bertanya dengan data, ada gagasan.
Kompak dengan wakilnya, Prabowo menjawab dengan retorika. Muter-muter dulu, biar kelihatan pinter ngomong. Prabowo berujar, para pakar hukum yang mendampinginya menyampaikan bahwa dari segi hukum (keputusan MK) tidak ada masalah.
Masalah yang dianggap pelanggaran etika sudah diambil tindakan dan keputusan. Makanya, namanya kan tetap ada pelanggaran etika, Wowo... Buktinya, sudah diambil tindakan.
"Dan kita ini," lanjut Prabowo, "bukan anak kecil Mas Anieeeeesss" (nada ngebas, ngegas.) Sontak, Gibran merah padam wajahnya, ia mewakili kelompok usia yang disebut di ruangan itu.
Nampaknya Prabowo-Gibran sudah diset oleh timsesnya supaya rajin memakai psikologi asam sulfat. Maksud? Jika ada komentar nyinyir atau yang menyudutkan, pakai kekuatan rakyat.
"Intinya rakyat yang putuskan. Rakyat yang menilai. Kalau rakyat tidak suka Prabowo dan Gibran, nggak usah pilih kami saudara-saudara sekalian." ujar Prabowo. O, tidak segampang itu, asam sulfat.
Di Indonesia ada dua kelompok rakyat, yakni yang melek informasi dan yang terhimpit. Yang melek dan berakal budi, jelas menuruti Prabowo untuk tidak memilih dia dan Gibran. Tapi bagi rakyat di pedalaman yang terhimpit perekomian dan terpinggir, kalau diberi martabak dan susu gratis mereka bisa salah pilih!
"…Dan saya tidak takut tidak punya jabatan, Mas Aniesss! Sorry ye. Sorrryyy yyeee!", ujar Prabowo. (Loh makin ngegas, baru kemarin membuat citra gemoy) Pak Prabowo bisa ndak jawabnya santuy, nggak usah ngegas.
"Mas Anies, Mas Anies, saya tidak punya apa-apa. Saya sudah siap mati untuk negara ini!" pungkas Prabowo dengan tenaga penuh, kembali ke setelan pabrik. Publik takkan lupa, dalam acara Mata Najwa, Prabowo mengungkap, banyak usahanya mandeg karena tidak dapat kredit, karena tidak berkuasa selama 20 tahun. Pak Prabowo ini fleksibel omongannya. (tonton di sini, mulai menit ke-11.20)
Jokowi yang pernah sangat dicintai rakyat pun bisa berubah, berbalik menyakiti hati rakyat. Pak Prabowo, apa jaminannya tidak berubah kalau baru nyapres saja sudah berubah-ubah omongannya.
Begitulah psikologi asam sulfat. Meski tak punya gagasan, suka beretorika, berhalusinasi, melawak, dan berkata-kata lebay adalah solusi. Tak soal jika omongan hari ini berlawanan dengan yang kemarin.
Sontak, Gibran yang duduk di barisan pendukung Prabowo mengerahkan tangan macam dirigen pada penonton agar memberi dukungan. Loh, emang boleh? Jangan lupa, anak presiden…
Kita beralih ke Capres 03, Ganjar Pranowo. Prabowo menanyakan bagaimana pandangan Ganjar tentang pengangguran yang masih banyak, khususnya lulusan sekolah atau sarjana yang belum punya pekerjaan.
Ganjar menjawab dengan elegan. Pertama, membuka ruang investasi yang besar dengan penegakan hukum berjalan dengan baik. Kedua, ketika pusat-pusat pertumbuhan telah diberikan pemerintah kepada investor. Berikutnya disiapkan ketangguhan SDM yakni dengan sekolah vokasi. SDM ini harus dipastikan bahwa hingga 12 tahun harus sekolah dan gratis.
Ada pula tindakan afirmasi sekaligus untuk menurunkan kemiskinan, yakni tiap satu keluarga miskin akan diberi kesempatan satu anaknya sampai ke perguruan tinggi. Strategi ini yang memberikan ruang pekerjaan yang jauh lebih banyak pada masyarakat.
Beralih ke Capres 01, Anies Baswedan. Ganjar ingin mendapat pendapat yang clear dari Anies, ketika Indonesia sentris dipindahkan dari Jakarta ke IKN di Kalimantan Timur. Dengan penuh gagasan, Anies menjawab, “Kalau ada masalah, jangan ditinggalkan, diselesaikan, itu filosofi nomor satu.”
Anies adalah salah satu yang menolak pemindahan ibu kota ke Kalimantan. Master filosofi ini berujar, ketika Jakarta menghadapi berbagai masalah, ini yang harus diselesaikan. Kalau ditinggalkan, tidak membuat masalah otomatis selesai.
Masalah di Jakarta harus diselesaikan, dengan transportasi umum berbasis elektrik, dan taman yang dibangun. Hal itu akan membuat Jakarta menjadi kota yang nyaman, aman, dan sehat. Anies menyinggung pemerintah Belanda yang membangun Kota Tua. Ketika Kota Tua turun permukaannya, mereka pindah ke Selatan di sekitar Monas.
Anies menilai, di Kalimantan, salah satu masalah di depan mata yakni banyak sekolah yang rusak perlu dibangun. Sedangkan proyek IKN adalah membangun tempat para Aparat Sipil Negara untuk bekerja, bukan untuk untuk rakyat maupun pusat perekonomian.
Anies memang manusia gagasan. Tapi ia lupa bahwa kajiannya tidak utuh. Beban di Jakarta sudah terlalu berat dan padat. Anies juga lupa, Indonesia tidak hanya Jakarta. Pembangunan harusnya dilakukan juga di daerah lain, termasuk Kalimantan.
Sedangkan beragam patung hingga sumur resapan gagasan Anies bahkan tidak sanggup mengatasi banjir Jakarta. Bagaimana mau diselesaikan?
Ganjar menanggapi Anies dengan sebuah kesimpulan. Anies, sebagai oposisi pemerintah menolak beberapa kebijakan pemerintah, termasuk proyek IKN. Alih-alih berjoget, Anies senyum atas kesimpulan Ganjar.
Demikian paparan debat Capres dalam satu segmen. Dari sini rakyat bisa melihat mana Capres yang punya gagasan, mana yang tidak. Mana yang menanggapi pertanyaan dengan gagasan, mana yang ngegas saat ditanya hal sensitif. Ada yang elegan, ada yang teoritis, ada pula yang sinis. –KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H