Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Filosofi Buah Durian: Nikmat, tapi Tak Semua Orang Suka

27 November 2023   14:15 Diperbarui: 28 November 2023   00:48 2045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon durian di kampung | foto: KRAISWAN

Hidup itu seperti durian. Sekeras apa pun kita mencoba menjadi sempurna atau baik, tetap akan ada orang yang tak menyukai kita.

***

Siapa yang sanggup menolak buah yang paling nikmat dan lezat ini. Saking nikmatnya, orang rela membayar harga mahal bahkan berburu ke kampung-kampung untuk mencari durian dengan rasa ternikmat.

Sejak aku kanak-kanak hingga menikah dan punya anak, durian adalah buah paling enak. Tidak berubah. Dulu lezat, sekarang pun nikmat.

Nama tumbuhan tropis asal Asia Tenggara ini diambil dari ciri khas kulitnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam menyerupai duri. Buah durian (Durio ziberthinus) mendapat gelar "raja dari segala buah" (King of Fruit).

Melansir dari wikipedia.org, pusat keanekaragaman durian di Indonesia adalah Pulau Kalimantan. Di daerah lain durian dikenal dengan banyak nama. Di Jawa dikenal sebagai duren (bahasa Jawa, bahasa Betawi), dan kadu (Sunda). Di Sumatra, durian atau duren (bahasa Gayo). Di Sulawesi, duriang atau duliang. Di Ambon disebut doriang. Di Pulau Seram, rulen. Orang Batak menyebutnya tarutung.

Aku punya beberapa kisah tentang buah durian (duren). Di sekitar kampung kami, sebagian besar warga memiliki pohon durian. Setiap musim durian, banyak tauke datang membeli durian warga. Pemilik pohon durian itu "Dapat durian runtuh".

Pakde punya lahan yang banyak pohon duriannya. Di masa panen, sesekali kami diberi buahnya, gratis. Sedang di lahan Bapak, ada dua pohon besar buahnya tidak enak, lalu ditebang. Satu dua pohon kecil lainnya jarang berbuah.

Jika pohon durian Bapak berbuah barang dua biji, kami tidak pernah melihat wujudnya. Ia menyimpan dan menjualnya demi alasan ekonomi.

Setelah menikah, kecintaanku pada durian tetap eksis. Istriku orang Batak, penggemar durian juga. Cocok? Tidak, kami saling mendukung dan melengkapi.

Belakangan, kami punya banyak daftar kebutuhan. Harus mengikuti seminar pasutri (pasangan suami-istri) di luar kota, dan wisuda adik ipar di awal tahun 2024. Orang tua dari Medan akan datang ke Jawa.

Pas banyak kebutuhan, pas musim durian, pas juga Mbah (Bapakku dan Paman-Bibi) di kampung ada panen duren. Jiwa wirausaha kami yang sudah terbangun sejak mahasiswa kembali membara. Dulu kami sering melakukan usda (usaha dana) untuk kegiatan ret-ret, Natal maupun kegiatan kampus lainnya.

Siapa sangka, kami bisa meneruskan usda ini setelah menikah. Kami berjualan durian. Bukan uang, modal kami adalah kepercayaan. Kami bawa dulu duren milik Mbah atau tetangga untuk kami jualkan. Jika sudah laku kami baru bayar dengan mengambil sedikit laba.

Jika dikerjakan dengan tekun, hasilnya lumayan. Kami kalah jumlah dengan pemodal besar. Tapi kami bisa jamin bahwa duren dari Mbah adalah matang, jatuh dari pohonnya. Panennya hampir tiap hari, jadi buahnya dijamin segar.

Omong-omong, dari mengerjakan usaha dana berikut ini aku merangkum filosofi buah durian.

1) Kasar di luar, lembut di dalam

Kepribadian orang dinilai dari penampilannya. Penampilan rapi, kepribadiannya baik. Demikian pula sebaliknya. Tapi, di era media sosial penampilan tidak lagi menjadi tolok ukur. Orang 'dipaksa' tampil sempurna agar mendapat like dan positive comment. Entahkah kepribadian dan perilakunya sebagus penampilan, itu soal belakang.

Orang yang memakai hijab (representasi kesopanan), tapi banyak yang korupsi atau bertindak arogan sampai viral di medsos. Ada yang penampilannya cantik atau ganteng, tokoh agama, maupun pejabat publik, tapi selingkuh dan melakukan tindak kriminal. Orang yang demikian seperti buah kedondong, mulus di luar, tapi 'berduri' di dalam.

Sebaliknya, ada orang yang tato-an dan rambut gondrong seperti preman, tapi hatinya lembut dan suka menolong.

Panen buah duren | foto: dokumentasi pribadi
Panen buah duren | foto: dokumentasi pribadi

Demikian pula dengan duren. Orang gampang menghakimi dari penampilan luarnya. Kulitnya kasar, berduri, tajam. Jangankan menyentuh, melihatnya saja sudah ngeri. Sakit kalau tertusuk.

Tapi, di balik durinya yang tajam, tekstur buah di dalamnya sangat lembut. Lezat pula. Kasar di luar, tapi lembut di dalam.

2) Kulit berduri, tapi banyak dicari

Di negara mana pun di bumi ini, orang baik selalu diterima masyarakat. Tapi kan ada para penjahat yang diculik dari penjara untuk menangkap penjahat lain yang lebih berbahaya. Itu di film.

Di dunia buah-buahan juga begitu. Orang suka makan buah yang halus, lembut, dan enak. Lembut di luar, ya enak di dalam. Tidak seperti durian.

Tapi, meski berduri durian banyak dicari orang. Mereka ini adalah kaum omnivora yang bisa melahap apa saja. Mau harganya mahal, aromanya menyengat tak hilang-hilang. Mau susah dicari, kulitnya berduri, mau di kampung-kampung sekalipun, orang akan tetap mencarinya.

Kita juga ingin nilai diri kita seperti durian. Penampilan luar mungkin tak mulus-mulus amat, tapi tetap dicari dan diinginkan orang. Tentunya karena kita bisa memberi manfaat dan 'rasa lezat' bagi orang lain.

3) Rasanya nikmat, tapi tak semua orang suka

Buah durian, betapa pun lezat dan nikmatnya, merupakan buah yang kontroversial. Meski banyak orang menyukainya, tapi sebagian lainnya tidak menyukai karena aromanya yang bisa mengganggu kinerja saraf. Khususnya ibu hamil.

Ada pengalaman saat istriku hamil. Jangankan aroma durian, semua benda yang menghasilkan aroma adalah musuh baginya. Meski berjarak lima meter darinya, ia sudah tahu bau keringatku. Emejing.

Duren, rasanya nikmat meski tak semua orang suka | foto: KRAISWAN 
Duren, rasanya nikmat meski tak semua orang suka | foto: KRAISWAN 

Hidup kita pun begitu. Sekeras apa pun kita mencoba menjadi sempurna atau baik (seperti malaikat kalau bisa), tetap akan ada orang yang tak menyukai kita. Jika menjadi biasa-biasa dikritik orang. Berusaha menjadi sempurna juga tak disukai orang.

Jadilah versi terbaik dari diri sendiri seperti durian. Ada orang yang suka, ada pula yang tidak. Kulitnya tajam berduri, aromanya menyengat, tapi memberi rasa nikmat. --KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun