Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Beda Adat, Siapa Takut? #43

9 November 2023   23:39 Diperbarui: 10 November 2023   10:29 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teater terbuka di Museum Hutabolon Simanindo | dokumentasi pribadi

Agenda berikutnya, yang sudah sangat ditunggu-tunggu yakni jalan-jalan. Kali ini, aku dan Yanti akan menyeberang ke Samosir bersama bapak-mama dan adik-adik. Samosir, I'm coming!

Menurut legenda setempat, Samosir adalah anak dari Toba dengan istrinya Jelita---seorang putri yang dikutuk menjadi seekor ikan. Pulau seluas 1.444,25 km2 ini dikelilingi Danau Toba yang memiliki panjang 100 km, lebarnya 30 km, dan kedalaman 508 m (terdalam kedua di Indonesia).

Kami berboncengan dengan sepeda motor. Dari Pelabuhan Tigaras menyeberang ke Samosir menggunakan kapal motor, perjalanan kurang lebih 40 menit. Akhirnya berkesempatan mengunjungi danau legendaris yang aku pelajari di buku paket SD!

Istimewanya lagi, aku mengunjungi Danau Toba dengan sang kekasih, calon istri yang rumahnya dekat dengan tepian Danau Toba. Aku bangga menjadi Orang Indonesia. Aku diberkati punya calon istri Orang Batak.

Pemandangan di tengah Danau Toba | foto: KRAISWAN
Pemandangan di tengah Danau Toba | foto: KRAISWAN
Dari pelabuhan Simanindo, Samosir kami memacu motor sekitar 15 menit. Tujuan pertama adalah Pantai Batu Hoda. Menurut Yanti, pantai danau di Samosir lebih bagus daripada di daerah Tigaras. Konturnya berpasir berwarna keputihan, bukan berbatu maupun pasir yang kehitaman.

Naik kapal menyeberang Danau Toba | dokumentasi pribadi
Naik kapal menyeberang Danau Toba | dokumentasi pribadi

Bagi Yanti dan adik-adik (satu adik masih kuliah di Salatiga), ini adalah piknik baru sejak terakhir mereka piknik zaman sekolah. (Dulu, Yanti dan adik-adik sering diajak piknik oleh bapak-mama.) Demikian pula bagi bapak-mama yang hari-harinya sudah dihabiskan untuk bekerja di ladang. Bersyukur dalam momen kunjungan Kris bisa sekalian piknik meski sederhana.

Berfoto di Pantai Batu Hoda | dokumentasi pribadi
Berfoto di Pantai Batu Hoda | dokumentasi pribadi

Selain pasirnya yang putih, Pantai Batu Hoda menyajikan pemandangan menawan. Airnya jernih, tidak banyak sampah (semoga terus terjaga kebersihannya ya!), dan bebatuannya halus. Di belakang sana Tuhan sajikan latar belakang perbukitan yang kebiruan diselimuti awan putih. Indahnya!

Setelah cukup berfoto, kami rehat di pondok yang disediakan pengelola pantai. Kami sudah membawa bekal makanan dari rumah. Cukup membeli kelapa muda untuk minuman.

Kemesraan bapak dan mama | dokumentasi pribadi
Kemesraan bapak dan mama | dokumentasi pribadi

Selepas dari pantai, kami mampir ke Batak's Museum Hutabolon/ Museum Hutabolon Simanindo. Museum ini tidak terlalu luas. Berdiri di sebuah rumah adat Batak (rumah bolon). Di dalamnya disajikan beberapa perlengkapan nenek moyang Orang Batak, termasuk kain ulos yang menjadi ciri khas Orang Batak.

Isi Batak's Museum Hutabolon | foto: KRAISWAN
Isi Batak's Museum Hutabolon | foto: KRAISWAN

Di sekitar museum terdapat teater terbuka yang 'dipagari' beberapa rumah bolon. Melihat arsitektur rumah adat Orang Batak ini aku dibuat kagum. Di zaman pra-teknologi, Orang Batak bisa membangun rumah semegah ini. Bahan dasarnya sebagian besar dari kayu, tidak ada menggunakan satu pun paku.

Dekorasi luarnya berupa ukiran yang dicat dengan kombinasi warna merah, hitam dan sedikit putih. Menawan!

Bapak, mama, Yanti dan adik-adik | dokumentasi pribadi
Bapak, mama, Yanti dan adik-adik | dokumentasi pribadi

Biasanya, di teater terbuka ini ada live performance tarian adat Batak. Sayang, saat kami datang tidak pas waktu pertunjukan. Pasti menarik bisa menonton pertunjukan langsung tarian adat Batak.

Berfoto di depan rumah Bolon (prewed?) | dokumentasi pribadi
Berfoto di depan rumah Bolon (prewed?) | dokumentasi pribadi

Di sekitar museum juga terdapat makam para keluarga pendahulu kampung (sepengetahuan Yanti). Makam Orang Batak tidaklah semenyeramkan namanya seperti halnya di Jawa. Makam di sini didesain sedemikian hingga menyerupai rumah. Alih-alih seram, justru kesan rapi, elok dan indah yang ditampilkan. Tentunya dengan biaya pembangunan dan perawatan yang tidak murah. Uniknya kebudayaan Indonesia!

Makam pendahulu kampung di Museum Hutabolon Simanindo | dokumentasi pribadi
Makam pendahulu kampung di Museum Hutabolon Simanindo | dokumentasi pribadi

Setelah puas berkunjung, kami segera melanjutkan perjalanan. Harus segera menuju pelabuhan supaya tidak ketinggalan kapal. Jarak museum ke Pelabuhan Simanindo sudah dekat, cukup 5 menit dengan motor. Jalan-jalan kali ini cukup memuaskan. Sekali dayung tiga pulau terlampaui. Satu perjalanan bisa mengunjungi beberapa tempat wisata menyeberangi Danau Toba dan menginjak Pulau Samosir. Sambil berkenalan dengan keluarga Yanti juga bisa mengunjungi tempat wisata di sekitar Danau Toba. --KRAISWAN 

Referensi: 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun