Dinamika seperti ini yang kami harus pastikan sebelum mengajak anak bayi. Perlu kesiapan tenaga, mental dan bekal. Rupanya ada pohon besar tumbang yang menghalangi jalur utama.
Kami sempat istirahat di tepi aliran air. Istri mengeluh, sepertinya lututnya sakit. Wah, belum apa-apa sudah sakit, bagaimana pulangnya?
Semakin dekat ke air terjun, kami disajikan beberapa titik longsor dan pohon tumbang. Di daerah curam seperti ini memang rawan longsor. Sehingga disarankan tidak berkunjung saat musim hujan.
Sepanjang perjalan menuju air terjun, aku leluasa bercerita dengan istri, mengenang masa-masa pacaran. Sesekali aku menggandeng tangannya. Tidak terasa, sejam kemudian kami tiba di air terjun Curug Lawe.
Pemandangannya? Keren! Sayang, tertutup ratusan manusia. Kami mencari tempat duduk untuk mengobrol berdua. Sekitar 30 kemudian, para pengunjung yang kebanyakan anak SMA undur diri. Nampaknya sudah mulai kedinginan.
Kami pun tak ketinggalan mengabadikan momen dengan berfoto. Untuk pemandangan alam semenakjubkan ini, trek satu jam perjalanan dengan gerak santai tidaklah seberapa. Keindahan dan kemegahan air terjun ini cocok dinikmati baik sendiri, maupun bersama teman-teman atau keluarga. Apalagi jika bareng kesayangan, heyah...
Jika ada yang mau prewed di Curug Lawe, cocok banget loh! Seandainya ada spot camping di sini, wah sempurna!