Sultan tak sadarkan diri, lalu segera dilarikan ke RSUP Fatmawati. Dari penjelasan sang ayah, Fatih, dokter memvonis Sultan tenggorokan atau tulang muda di tenggorokannya patah dan berantakan sampai terlepas dari luring-luringnya.
Hal ini membuat Sultan kesulitan bernafas dan berbicara selama tujuh bulan ini. Meski secara fisik sudah lebih baik, Sultan tidak bisa menelan air liur. Sehingga setiap 2 menit sekali harus mengeluarkannya. Ia juga harus cuti kuliah lebih dari satu semester.
Sultan harus memakai alat bantu di tenggorokannya untuk bernafas. Tak hanya itu, Sultan tak bisa makan-minum menggunakan mulut layaknya orang normal. Ia harus memakai selang khusus untuk menyalurkan kebutuhan nutrisi hariannya. Hanya makanan cair, susu dan air putih yang bisa masuk ke perutnya. Sultan mengalami penuruan berat badan, sebelumnya 69 kg sekarang hanya 46 kg.
Anggota komisi B DPRD DKI Jakarta Farazandi Fidiansyah buka suara atas insiden ini. Ia menilai, provider jasa telekomunikasi melakukan kelalaian pemeliharaan rutin dan pengawasan kabel yang membentang di udara. Komisi B harus memanggil Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel).
Apjatel adalah organisasi induk yang bertanggung jawab memastikan para provider menjalankan Pergub 106 tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Utilitas, khususnya penataan kabel udara. Masih banyak laporan warga tentang kabel udara yang semrawut.
Perda SJUT, imbuh Fidiansyah, sudah diselesaikan DPRD, secara masif harus dijalankan. Tidak boleh ada lagi kabel yang membentang di udara. Semuanya pindah bertahap ke bawah tanah. Provider yang melanggar dan izinnya tidak sesuai, bisa dicabut izinnya. Ia meminta Pj. Gubernur Heru Budi Hartono lebih serius menyikapi hal ini agar korban tidak bertambah.
Partai PSI juga mendorong Pemprov DKI Jakarta memastikan perusahaan pemilik fiber optik bertanggung jawab penuh pada Sultan Alfatih. Kejadian ini bisa jadi momentum Pemprov melakukan pembenahan instalasi kabel fiber optik yang semrawut. Jakarta harus berbenah dan mempercantik diri. Kabel optik tidak ada lagi yang di udara, melainkan di dalam tanah.
Setelah dilakukan penyelidikan, ketahuanlah perusahaan pemilik kabel optik yang mengakibatkan Sultan celaka, yakni PT Bali Towerindo.
Pengacara Sultan Alfatih, Tegar Putuhena, menjelaskan pihak PT Bali Towerindo sudah mendatangi kliennya dan menawarkan ganti rugi Rp 2 miliar tunai pada Jumat 28/7/2023. Namun, Sultan menolak uang tersebut.
Kunjungan pada Sultan terjadi setelah berita ini viral, bukan inisiatif dari rasa tanggung jawab. Lagi pula yang datang adalah pengacara, bukan pihak Bali Tower yang bisa mengambil keputusan. "Karena itu sangat menyakitkan, sangat menghina rasa kemanusiaan kita semua," jelas Tegar.