1) Medsos jadi pedang bermata dua
Semua konten yang diunggah di medsos jadi pedang bermata dua. Bisa menguntungkan maupun merugikan. Misalnya foto/ video yang kita unggah di medsos bisa digunakan oleh orang jahat untuk melakukan penipuan pada teman/ keluarga kita.
Contoh lainnya mengunggah dokumen penting seperti tiket pesawat, ijazah atau dokumen lain yang berisi data pribadi. Kumpulan data tersebut menjadi kunci bagi para hacker untuk membobol privasi bahkan menguras isi rekening kita.
Dalam kasus foto santriwati yang memegang airsoft gun ini juga ada keuntungan dan kerugian. Kerugian bagi pihak PT Airsoft Pelajar Indonesia, karena batal dilakukan kerja sama. Tapi keuntungan bagi murid, orang tua dan pihak ponpes. Orang tua dan anak bisa saja dirugikan karena penyalahgunaan senjata bagi anak-anak.
Lembaga sekolah, apalagi ponpes yang terkenal eksklusif harusnya lebih selektif dalam mengadakan ekstrakurikuler. Kalau salah pilih, bisa merugikan pihak ponpes. Apalagi santriwati memegang senjata laras panjang, diindentikkan dengan terorisme dan kekerasan.
2) Orang tua harus lebih perhatian
Aturan di pondok pesantren memang ketat. Orang tua tidak bisa setiap saat bertemu anak-anaknya. Meski begitu, orang tua harusnya terus memantau kegiatan dan apa saja yang diajarkan di sekolah. Kalau ada indikasi menyimpang orang tua bisa memberi kritikan dan saran.
Syukur foto enam santri itu viral di medsos dan mendapat banyak kritikan dari netizen. Bisa jadi orang tua juga baru tahu kejadian ini setelah viral.
3) Ekstrakurikuler harus lebih tepat
Ponpes sebagai lembaga penyelenggara pendidikan harusnya lebih selektif memilih jenis kegiatan ekstrakurikuler. Yakni kegiatan yang aman, tepat dan bermanfaat bagi siswa serta tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Lagi pula, ekstra menembak dengan airsoft gun tersebut belum ada izin pada pihak kepolisian. Polres Magetan baru tahu karena viral di medsos.
Klarifikasi pihak PT Airsoft Pelajar Indonesia