Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Beda Adat, Siapa Takut? #33

27 Juli 2023   00:24 Diperbarui: 27 Juli 2023   00:29 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkesempatan berkunjung ke Jakarta | dokumentasi pribadi

Kondisi Kris bisa dikatakan hampir miskin semiskin-miskinnya, meski sudah (baru) mendapat pekerjaan. 'Hampir', karena bukannya tidak memiliki apa-apa (masih dipercayakan motor, gadget maupun laptop). Melainkan karena tidak punya cukup uang untuk kebutuhan yang seabrek.

Sejak pelayanan di PPA dan Lombok selesai, Kris menganggur hingga awal 2019. Baru mendapat pekerjaan di akhir bulan Januari. Gaji pertama Kris masih dihitung harian, hanya cukup untuk membayar tagihan deposito yang sudah menunggak dua bulan. Sedih, kan?

Fasilitas uang makan yang diberikan seminggu sekali dialokasikan untuk BBM dan kopi (aku pecinta kopi hitam). Sedangkan untuk makan siang Kris membawa bekal masakan ibu. Harus mengikat pinggang sekencang mungkin, sampai harus menahan godaan membeli buku.

Maret 2019 adalah jadwal Kris mengunjungi Yanti ke Jakarta. Selain membayar rasa kangen, ada 'hutang' bahan PA yang harus kami selesaikan. Kenapa tidak bertemu bulan berikutnya saja, setelah gajian?, pikir Kris. Itu bisa jadi pilihan paling aman.

Lagi pula, ngapel ke Jakarta tidak hanya butuh biaya transport, tapi makan dan akomodasi. Kris tidak punya pikiran untuk berhutang pada orang tua atau teman, sebab aku tidak suka berhutang. Meminta Yanti untuk membelikan tiket? Gengsi dong, meski dengan pacar. Kris belum melihat adanya peluang (biaya) untuk bisa mengunjungi Yanti.

12 Maret 2019 adalah satu tahun kami jadian. Pertama kali pacaran, tahun pertama jadian. Harusnya sayang untuk dilewatkan. Harus diusahakan bertatap muka. Tapi, bagaimana Kris mau berangkat, sedangkan keuangan tidak mendukung.

Kondisi ini sangat kontras saat Kris masih bekerja di Surabaya. Saat itu Kris masih punya cukup tabungan, takkan kesulitan untuk sekedar membeli tiket kereta, bahkan tiket pesawat kalau perlu.

Kris benar-benar tak berdaya. Membeli tiket kereta saja tidak mampu. Dalam kondisi begini, mana bisa bertemu bapak-mama Yanti? Modal tampang dan niat baik pun takkan cukup!

Syukur kepada Allah, Yanti mau memberi pinjaman dengan membelikan tiket PP Semarang-Jakarta tanggal 9-10 Maret 2019. Tidak pas di tanggal jadian, setidaknya mengusahakan bertatap muka. Sedangkan Kris baru akan gajian lima hari lagi.

Dalam masa LDR yang penuh tantangan ini, Kris dan Yanti saling mendukung. Kami berjuang untuk bisa saling bertatap muka. Ini menjadi prioritas dalam relasi kami. Meski dalam momen ini, Kris yang belum gajian menghadapi kendala dari dalam diri.

Melalui pertemuan ini, selain saling melepas kangen, kami membayar 'hutang' untuk menyelesaikan bahan PA yang kami bahas di Salatiga sejak dua bulan lalu. Di hari Minggu, kami beribadah di salah satu gereja dekat kompleks kampus ternama di Jakarta.

Masalah tiket ke Jakarta selesai, hadir masalah lain. Rencananya, pertengahan 2019, bertepatan dengan libur semester dan lebaran, Kris akan ke Medan---kampung halaman Yanti. Ini menjadi misi kami yang sejak Desember lalu batal.

Di masa liburan, harga tiket pesawat melambung. Harus booking jauh hari agar dapat harga terjangkau. Masalahnya, uang untuk booking pun juga belum ada. Dulu, akhir 2018 saat merencanakan hendak ke Medan, kami berekspektasi Kris sudah mendapat pekerjaan.

Namun, realita jauh dari angan. Hingga beberapa bulan Kris tak berpenghasilan. Di sisi lain, Yanti punya banyak tanggungan dan harus berbagi adiknya yang masih kuliah. Cintaku berat di ongkos.

Terkait kendala pembelian tiket ini, Yanti dengan besar hati membelikan tiket kami dengan gajinya. Tidakkah Kris kehilangan harga diri di depan Yanti, karena urusan tiket saja harus menumpang. Lelaki macam apa itu? Jika bapak-mamanya tahu, bisa saja Kris langsung tidak mendapat restu. Tak bisa diandalkan.

Namun, Kris tidak menetapkan nilai diri serendah itu. Kris dan Yanti percaya, justru di saat-saat seperti ini kami harus saling menopang. Aku juga dibukakan, jadi lelaki tidak boleh gampang gengsi. Itulah alasan laki-laki butuh penolong yang bernama perempuan. --KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun