Melalui pertemuan ini, selain saling melepas kangen, kami membayar 'hutang' untuk menyelesaikan bahan PA yang kami bahas di Salatiga sejak dua bulan lalu. Di hari Minggu, kami beribadah di salah satu gereja dekat kompleks kampus ternama di Jakarta.
Masalah tiket ke Jakarta selesai, hadir masalah lain. Rencananya, pertengahan 2019, bertepatan dengan libur semester dan lebaran, Kris akan ke Medan---kampung halaman Yanti. Ini menjadi misi kami yang sejak Desember lalu batal.
Di masa liburan, harga tiket pesawat melambung. Harus booking jauh hari agar dapat harga terjangkau. Masalahnya, uang untuk booking pun juga belum ada. Dulu, akhir 2018 saat merencanakan hendak ke Medan, kami berekspektasi Kris sudah mendapat pekerjaan.
Namun, realita jauh dari angan. Hingga beberapa bulan Kris tak berpenghasilan. Di sisi lain, Yanti punya banyak tanggungan dan harus berbagi adiknya yang masih kuliah. Cintaku berat di ongkos.
Terkait kendala pembelian tiket ini, Yanti dengan besar hati membelikan tiket kami dengan gajinya. Tidakkah Kris kehilangan harga diri di depan Yanti, karena urusan tiket saja harus menumpang. Lelaki macam apa itu? Jika bapak-mamanya tahu, bisa saja Kris langsung tidak mendapat restu. Tak bisa diandalkan.
Namun, Kris tidak menetapkan nilai diri serendah itu. Kris dan Yanti percaya, justru di saat-saat seperti ini kami harus saling menopang. Aku juga dibukakan, jadi lelaki tidak boleh gampang gengsi. Itulah alasan laki-laki butuh penolong yang bernama perempuan. --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H