Kami menunggu cukup lama. Malah angkot biru yang paling sering lewat. Jika busnya tidak datang juga, kami ingin naik taksi online. Ide istri, bagaimana kalau naik angkot saja?
Kami sempat ragu karena angkot yang lewat sering kosong penumpang dan pintu selalu tertutup. Akhirnya kami bertanya pada sopir apakah lewat terminal. Ya, katanya. Kami pun naik. Pintu angkot diberi tuas mekanik. Canggih. Ternyata angkotnya ber-AC. Selain itu lebih aman.
Ini menjadi pengalaman baru buat kami. Kami pun membayar cash. Di jendela angkot ada informasi biaya tiap penumpang Rp3.700/ orang. Jalannya memang agak jauh mengikuti rute, tapi harganya sangat terjangkau. Angkot ini disebut "teman bus", dan berplat merah.
Tiba di terminal, kami segera mencari bus jurusan Semarang. Syukur, menunggu sebentar di dalam, lalu segera berangkat. Waktu menunggu itu, ada kerabat (sepantaran Mbahku) yang juga naik bis. Malah kami yang dibayarkan ongkosnya. Puji Tuhan.
Meski sudah mengantuk, anak kami tetap terjaga. Rugi kalau ditinggal tidur. Kami kembali dapat bangku paling depan. Setengah jam kemudian, anak kami terlelap juga, diikuti istriku.Â
Syukurlah, kami bisa menepati komitmen untuk mengajak anak bayi berpetualangan naik bus dengan lancar dan aman. --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H