Aksi Soh Rui ini pun banjir pujian oleh warganet Indonesia khususnya. Rui meraih medali perak dengan capaian waktu 31 menit 10,7 detik di garis finish---di belakang Rikki yang menyabet emas dengan capaian waktu 31 menit 8,85 detik.
Kemenangan Rikki adalah kemenangan Rui juga. Kenapa bisa begitu? Bagi Rikki, inilah kali pertama dia ikut dan menang SEA Games sekaligus. Pertama kalinya ia bertemu Rui dan pertama kali mendapat perlakuan istimewa dari atlet negara lain.
Rikki pun mengucapkan terima kasih, tapi justru dibalas oleh Rui. Baginya, Rikki ternyata berperan dalam mendorongnya untuk mencetak rekor baru sepanjang sejarah Singapura. "Saya berterima kasih kepada Rikki," ungkapnya pada VOA Indonesia.
"Dengan Rikki yang terus dorong kecepatannya, menantang saya untuk bisa lebih baik lagi... Ternyata pecahkan rekor nasional sekitar 1,3 detik lebih cepat." Bagi Rui, inilah medali emas pertama bagi Singapura setelah 40 tahun penantian!
Mari kita ambil benang merah dari kisah Rui dan Rikki. Bertanding mewakili negara adalah sebuah kebanggan sekaligus tanggung jawab yang tidak mudah. Jika menang, apalagi jika meraih medali emas negara kita ikut dipuji. Jika belum meraih juara, ada rasa sedih atau menyesal karena belum bisa mengharumkan nama bangsa.
Namun, dalam sisi kemanusiaan ada pertalian yang melebihi batas negara. Pertalian itu disebut sportivitas. Di lapangan, peserta dari negara lain adalah lawan. Namun, dalam kehidupan ia adalah kawan--sesama manusia.
Nilai-nilai kemanusiaan yang dibungkus dalam sportivitas berhasil dikristalkan oleh Soh Rui dalam lomba lari di SEA Games 2023. Respect buat Soh Rui!
Sportivitas semacam ini harusnya dijunjung tinggi oleh semua peserta maupun suporter olahraga. Dalam sepak bola khususnya, di mana seringkali terjadi pertikaian antar-suporter. Entah sesama negara Indonesia, atau antar-negara. Tidak perlu mengedepankan ego dalam olahraga.
Akhir kata, selamat untuk atlet Indonesia untuk semua pencapaiannya. Junjung tinggi sportivitas! --KRAISWANÂ