Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jepang, Negara Maju yang Terancam Punah karena Resesi Seks

11 April 2023   01:26 Diperbarui: 12 April 2023   09:15 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi warga Jepang. (Dok. UNSPLASH/Hakan Nural via kompas.com)

Satu dari ribuan mimpi yang kurajut adalah berkunjung ke Jepang---salah satu negara di Asia yang paling maju teknologinya dan budaya disiplin yang sangat tinggi.

Lihat saja di jalanan Indonesia, dibanjiri kendaraan bermotor merek Jepang. Shinkansen, salah satu pelopor kereta tercepat di dunia buatan Jepang. Lalu, sekolah-sekolah di Jepang mengajarkan kedisiplinan dan kemandirian sejak dini pada anak.

Namun, hidup itu seperti roda yang berputar, kata pepatah.

Beberapa waktu ini, Jepang berada di titik terendahnya. Bukan karena ancaman virus berbahaya. Bukan karena perang dagang. Bukan pula karena serangan bom nuklir. Melainkan karena resesi seks.

Resesi seks diartikan sebagai penurunan frekuensi berhubungan seks. Hal ini berakibat pada menurunnya jumlah anak. 

Meski begitu, resesi seks bukan satu-satunya pemicu penurunan angka kelahiran. Ada faktor lain seperti pilihan untuk childfree, keberhasilan keluarga berencana atau kebijakan perencanaan kehamilan di suatu wilayah.

Jepang pernah mencapai kejayaan pada 1960-an. Kini, hanya ada 799.728 kelahiran di Jepang pada 2022. Jumlah ini adalah yang terkecil dalam sejarah, hanya setengah dari 1,5 juta kelahiran di tahun 1982.

Tingkat kesuburan rata-rata wanita di Jepang turun menjadi 1,3, jauh dari 2,1 yang diperlukan untuk menjaga populasi stabil. Bahkan, kematian telah melampaui kelahiran selama lebih dari satu dekake.

Tidak ada kelahiran, berarti tidak ada anak-anak. Dampak negatifnya ratusan sekolah tutup karena kekurangan murid, khususnya daerah pedesaan.

Menurut data pemerintah, 450 sekolah tutup. Pada tahun 2002-2020 sudah hampir 9.000 tutup selamanya. Kondisi yang tidak kalah mengerikan dari serangan bom atom. Fenomena ini menimbulkan efek berantai. Banyak orang malas tinggal di desa karena fasilitas pendidikan yang kurang.

Penasihat Perdana Menteri Fumio Kushida berujar, jika kondisi ini terus berlanjut, bukan mustahil Jepang akan lenyap di masa depan.

Fenomena resesi seks di Jepang mulai nampak saat mereka gencar mengembangkan robot untuk membantu pekerjaan manusia. Secanggih apa pun robot dibuat, pada akhirnya berpotensi merugikan manusia itu sendiri.

Keberadaan robot menggeser tugas manusia, maka lapangan pekerjaan berkurang. Meski di satu sisi, pekerjaan manusia menjadi lebih cepat, mudah dan efisien.

Teknologi robot juga menggeser kodrat manusia dalam melakukan hubungan seks. Sebabnya, warga Jepang lebih memilih melakukannya dengan robot dibandingkan perempuan (sebanyak 27,1%, lebih tinggi dari AS 15,2%). Ngeri.

Mendengar seks bebas saja sudah mengusik iman kita, khususnya di Indonesia. Perilaku seksual yang dilakukan dengan benda mati adalah kebobrokan akhlak! 

Tuhan menganugerahkan hubungan seksual pada manusia untuk menghasilkan keturunan, bukan sekedar memuaskan nafsu.

Penurunan populasi di Jepang akibat resesi seks | foto: Getty Images/David Mareuil via detik.com
Penurunan populasi di Jepang akibat resesi seks | foto: Getty Images/David Mareuil via detik.com

Kenapa bisa terjadi resesi seks di Jepang?

1) Minim wanita muda menikah

Wanita Jepang yang belum menikah di usia reproduksi puncak 25-34 stabil hingga 1970-an. Namun proporsi ini melonjak di usia 30-34.

2) Minim peluang bekerja

Dari survei yang dilakukan The Yomiuri Shimbun, responden menyebut kurangnya tempat bagi anak muda dan perempuan bekerja. Selain itu, eksodus generasi muda yang tak terhindarkan demi pekerjaan atau pendidikan.

3) Upah yang rendah dan lingkungan kerja tidak stabil

Dua hal ini juga menjadi penyebab eksodus kaum muda dari pedesaan serta menurunnya motivasi masyarakat untuk memiliki anak. Upah yang rendah diperparah dengan kebutuhan ekonomi yang terus meningkat dalam keluarga.

Penting untuk menciptakan pekerjaan berkualitas tinggi di daerah regional. (Hikmah bagi kita di Indonesia, pekerjaan seberat apa pun layak disyukuri.)

4) Peran gender

Secara tradisional, perempuan di Jepang dipaksa berhenti bekerja saat mereka hamil dan harus memikul beban rumah tangga serta mengasuh anak. 

Yuka Minagawa, seorang profesor di Universitas Sophia Tokyo merasa sulit untuk membesarkan anak secara finansial, mental dan fisik (jika tidak bekerja).

Terkait kondisi ini, Perdana Menteri Jepang Fumio Kushida mengatakan pemerintah berupaya mengatasi anjloknya angka kelahiran. Ia berjanji akan menambah tunjangan anak dan meningkatkan jumlah laki-laki yang mengambil cuti pengasuhan anak.

Sebab, diprediksi pada 2030 jumlah anak muda di Jepang hanya akan ada separuh dari jumlah saat ini. Enam hingga tujuh tahun ke depan akan menjadi kesempatan terakhir untuk mengembalikkan angka kelahiran yang menurun.

Jika tidak berhasil? Jepang akan musnah seperti prediksi Kushida. Tinggal sejarah.

Pemerintah Jepang sudah berusaha menangani kesuburan rendah sejak pertengahan 1990-an. Meski dilakukan upaya terus-menerus dan komprehensif untuk mendongkrak kesuburan, kebijakan Jepang rupanya gagal untuk mencapai peningkatan kesuburan.

Mungkinkah ini karma dari Tuhan? Di masa lalu para serdadu Jepang pernah melakukan kejahatan perang dengan melakukan kekerasan seksual pada para gadis di Indonesia. Masa itu adalah saat Indonesia menjelang kemerdekaannya. (Diceritakan Pram dalam "Perempuan Remaja dalam Cengkeraman Militer", Penerbit KPG) --KRAISWAN

Referensi: 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun