Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perjuangan Ibu Rumah Tangga: Mengurus Keluarga Sambil Memberdayakan Sesama

15 Maret 2023   00:44 Diperbarui: 15 Maret 2023   10:24 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Produk dari usaha sampingan istriku | dokumentasi pribadi

Sewaktu mengurus KK dan KTP baru, aku kaget mendapati ada bidang pekerjaan baru yang tercantum di KTP istriku. "Mengurus rumah tangga", menggeser predikat "ibu rumah tangga".

Entahkah pemerintah punya maksud khusus, atau sekedar mengganti namanya---seperti biasa. Yang jelas, rumah tangga harus diurus. Dan sosok yang paling cocok untuk tugas ini adalah perempuan (para istri).

Menjadi sarjana, tapi tidak bekerja

Banyak yang menilai, perempuan yang sudah kuliah hingga menjadi sarjana tapi lalu menjadi ibu rumah tangga itu rugi. Buat apa sekolah tinggi-tinggi, menghabiskan banyak waktu, tenaga dan biaya kalau ujungnya hanya berpakaian daster mengurus dapur...?

Memangnya, mengurus rumah tangga tidak butuh ilmu dan keterampilan?

Aku tidak bermaksud menyinggung para istri yang bekerja. Justru aku kagum, sudah lelah bekerja masih harus mengurus rumah tangga. Entah dengan bantuan helper atau tidak, perempuan memang sosok yang tangguh.

Istriku berhasil meraih gelar sarjana dari Fakultas Kesehatan Masyarakat di salah satu kampus negeri di Semarang. Merantau jauh dari kampung di Sumatra Utara hingga lulus, itu semua berkat kemurahan Tuhan. Meski menjadi sarjana, istriku tidak bekerja.

Mendapat gelar sarjana artinya telah mengantongi ilmu yang lebih tinggi, berpotensi untuk bekerja dan mendapat gaji yang sesuai. Memilih untuk tidak bekerja bukanlah hal yang mudah.

Secara internal, ada risiko menjadi bosan bahkan baby blues karena mengurus anak dan rumah 24 jam seminggu. Sedangkan secara eksternal, ada kemungkinan gaji suami kurang untuk memenuhi kebutuhan harian. Belum lagi, tidak bisa bersosialisasi dengan teman kerja. Pemandangannya hanya anak dengan beragam tingkah, dapur, cucian dan rumah yang berantakan. Ngeri ya...

Komitmen mengurus rumah tangga setelah menikah

Keputusan istriku bukan diambil dalam kondisi terdesak atau terpaksa. Sejak pacaran dan mempersiapkan pernikahan kami sudah mendiskusikan bagaimana akan mengelola keuangan dan mengurus rumah tangga. (Keren kan, memikirkan prosesi pernikahan saja sudah pening, ini jauh banget sampai ke pengelolaan rumah tangga.)

Kami sepakat, aku sebagai suami yang akan menjadi penafkah utama dalam keluarga. Sedangkan istriku akan fokus mengurus anak dan rumah tangga sambil mengerjakan usaha sampingan di bidang herbal. Hal ini bercermin dari orang-orang sekitar yang anaknya diasuh oleh helper. Kami ingin menanamkan nilai dan pondasi yang benar pada anak, khususnya dalam 5 tahun pertama usianya (golden age).

Mengerjakan usaha sampingan

Sebelum menikah, istriku bekerja di rumah industri minuman herbal di Jakarta. Pengalamannya sekitar tiga tahun menjadi bekal untuk memulai usaha sendiri. Usaha istriku dimulai sejak kami masih pacaran, dan aku mendukung.

Waktu menjemput di stasiun, sambil membawa barang pribadi pacarku dan satu pak botol kosong untuk wadah minuman. Dipromosikan kepada teman-teman via medsos maupun dititipkan di warung-warung. Pelan, tapi pasti usaha istriku ini terus berjalan.

Produk dari usaha sampingan istriku | dokumentasi pribadi
Produk dari usaha sampingan istriku | dokumentasi pribadi

Hingga anak kami berusia 1,5 tahun, istriku tetap berjuang mengerjakan usaha ini. Dulu semasih bayi, anak kami bisa ditaruh di kasur disambi produksi. Sekarang, saat anak kami sudah mulai aktif bergerak, aku harus ganti menjaga sepulang kerja. Inilah berkat kalau menggumulkan pasangan hidup sungguh-sungguh. Saling mendukung dalam semua hal yang dikerjakan.

Pelan tapi pasti, usahanya terus berjalan | gambar: KRAISWAN
Pelan tapi pasti, usahanya terus berjalan | gambar: KRAISWAN

Dalam usaha yang digarap istri, kami juga mendoakan supaya suatu saat bisa memberi dampak kepada lingkungan, khususnya di bidang herbal. Mungkin menjadi pembicara dalam lokakarya, atau hal lainnya. Setidak-tidaknya bisa menjual produk yang terjangkau namun berkualitas.

Promosi "gethok tular"

Kami sadar, mengerjakan bisnis di bidang herbal banyak tantangannya. 'Jamu itu pahit', 'untuk perempuan saja', atau 'hanya untuk orang yang sakit'; merupakan stigma umum di masyarakat. Alhasil, peminatnya minim.

Aku juga tidak punya mental sales, tidak berani door to door kepada pelanggan. Pasang iklan? Belum cocok dengan modal dan pemasukan. Praktis, melalui kontak dan kenalan produknya dipasarkan. Apalagi produk minuman ini tidak tahan lama, tidak bisa dikirim ke luar kota.

Namun, siapa sangka promosi "gethok tular" (dari mulut ke mulut) masih berlaku. Beberapa pelanggan merekomendasikan kepada temannya dan temannya lagi. Ada tetangga yang berlangganan jamu kami. Pada Oktober 2022, kenalannya bertanya siapa yang tetangganya yang bisa memberi pelatihan tentang toga (tanaman obat keluarga).

Ibu rumah tangga dengan koleksi tanamannya | dokumentasi pribadi
Ibu rumah tangga dengan koleksi tanamannya | dokumentasi pribadi
Istriku pun dihubungi, ditawarkan apakah bisa memberi pelatihan dimaksud. Tanpa pikir panjang, langsung sat-set istriku mengambil kesempatan ini. Tak tanggung-tanggung, langsung melaju ke tingkat kelurahan. Ada banyak peserta dari lingkup RW yang datang pelatihan.

Jawaban doa: memberi dampak bagi lingkungan

Entah bagaimana tetangga kami itu dihubungi oleh orang kelurahan, lalu teringat pada kami. Kami memang masih minim jejaring, jadi sulit untuk memulai. Tapi dengan pertolongan Tuhan, justru dibukakan jalan melalui tetangga kami. Tak pernah kami pikirkan sebelumnya.

Pelatihan yang dilakukan istriku di kelurahan Salatiga itu menjadi jawaban doa kami, yaitu ingin memberi dampak pada lingkungan, khususnya kalangan ibu-ibu rumah tangga. Siapa sangka, empat bulan berikutnya (Februari 2023), istriku kembali diundang untuk memberi pelatihan di salah satu RW di kelurahan Salatiga. Pengundangnya ternyata hadir saat pelatihan di kelurahan. Gayung pun bersambut.

Kembali diundang untuk memberi pelatihan | dokumentasi pribadi
Kembali diundang untuk memberi pelatihan | dokumentasi pribadi

Memberdayakan sesama perempuan melalui toga

Kenapa materinya tentang toga? Tanaman obat keluarga menjadi sesuatu yang seharusnya wajib dimiliki oleh setiap keluarga. Selain banyak manfaat yang akan diterima, juga penting untuk menjaga kewarasan ibu-ibu rumah tangga, dibandingkan hanya bermain medsos dan menggosip.

Bagaimana kalau di perkotaan yang tidak ada lahan? Itu bukan alasan, karena tanaman toga bisa ditanam di pot, polibek, bahkan plastik bekas kemasan minyak. Media tanamnya dijual di toko tanaman, Rp20.000/karung.

Istriku berani memberi pelatihan karena, pertama punya pengalaman di bidang herbal, baik penanaman maupun produksi. Kedua, istriku sendiri menanam tanaman toga di rumah. (Tanaman hias juga ada). Jadi tinggal menyusun materi di PPT dan membagikan pengalaman.

Dalam salah satu pelatihan tersebut, istriku melakukan mini demo membuat jamu kunyit yang dikombinasi dengan santan menjadi varian latte. Ini menjadi salah satu strategi bahwa jamu yang terkenal pahit bisa dibuat enak namun tetap sehat. Harapannya anak-anak juga akan menyukainya.

Semoga pelatihan yang diberikan istriku, dan usaha-usaha kecil di bidang herbal bisa menginspirasi sesama, khususnya ibu rumah tangga agar tetap produktif di rumah. --KRAISWAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun