Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menulis Teks Pidato Itu Susah, tapi Jangan Menyerah!

9 Februari 2023   15:20 Diperbarui: 15 Juni 2023   08:36 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Murid-murid berpidato di depan kelas | foto: dokumentasi pribadi

Masihkah Anda ingat saat guru SD meminta Anda berpidato? Anak SD, berpidato? Ya. Di usia SD saat itu, kelas 6, aku tidak berkutik jika mendapat tugas ini. Menjawab soal pertanyaan dari guru saja sudah panas dingin, apalagi berbicara di depan kelas. Berpidato...? Halah, mending tak usah. Dari pada ngompol di kelas. Sudah malu, bau lagi!

Anda tentu juga masih ingat materi pelajaran Bahasa Indonesia "Mengarang itu tidak mudah". Mengarang saja tidak mudah, menulis pidato lagi. Susah! Apalagi di zaman kita dulu, era 90-an, sebelum zaman internet anak dipaksa berimajinasi tanpa stimulus yang cukup. Ya mati kutu!

Dalam pelajaran Tematik kelas 6, Tema 7, salah satu materinya adalah tentang pidato. Mulanya aku menjelaskan apa itu pidato, apa syarat pidato, struktur, contoh beserta latihan cara membacanya.

Aku juga memberi contoh pidato yang dilakukan bapak proklamator kita, Soekarno, sebagai pidato paling bersejarah yang pertama pada momen berdirinya negara Indonesia. Meski dilakukan dalam waktu mendesak dan durasi yang singkat, pidato Bung Karno itu adalah yang terhebat sepanjang masa.

Bung Karno juga membuat naskah (draf) dari tiga orang pengusul (Soekarno, Moh. Hatta dan Ahmad Soebardjo) dengan tulisan tangannya sendiri sebelum diketik oleh Sayuti Melik. Aku memberi tugas pada murid untuk menulis teks pidato. Aku membagi para murid ke dalam beberapa tema supaya beragam. Tak hanya menulis, tapi juga membacakannya.

Pemberian tugas ini menjadi tantangan bagi guru, maupun murid. Bagi guru, harus menjelaskan berulang-ulang, menjawab dengan sabar pertanyaan murid, baik yang memang belum dimengerti, atau yang sudah berkali-kali ditanyakan temannya. Bagi murid, karena era digital membuat mereka jarang menulis manual, apalagi teks pidato. Kan sudah ada komputer dan internet!

Yang jelas, aku tidak akan menempuh cara guru-guru generasi old. Mereka memberi tugas yang sebatas muatan hapalan, yang jawabannya ada di Google, itu pun muridnya belum tentu bisa mengerjakan karena memang tidak diajari berpikir kritis.

Kelebihan menulis manual

Meski sudah ada teknologi komputer dan internet, aku ingin para muridku tetap bisa menulis manual. 

Menulis (mengetik) dengan komputer memang lebih cepat, mudah dan praktis. Tapi menulis manual memiliki banyak kelebihan dibanding dengan komputer.

Pertama, menghindari anak melakukan copy-paste. Ketersediaan informasi hampir tak terbatas di dunia maya membuat anak-anak sekolah zaman sekarang memiliki daya kritis yang minim. Kalau malas berpikir, malas menulis, tinggal copy-paste saja. Jika begitu, keterampilan apa yang mau dinilai? Menulis manual juga mengajarkan anak untuk hidup jujur.

Kedua, menulis dengan tangan melatih motorik. Kelak jika sudah di jenjang SMA atau kuliah, mereka akan terbiasa mengetik dengan komputer. Bagiku, selagi masih SD mereka masih perlu menulis manual. Ini penting untuk perkembangan motorik mereka.

Pidato bersejarah Bung Karno | foto: Istimewa via pontianak.tribunnews.com
Pidato bersejarah Bung Karno | foto: Istimewa via pontianak.tribunnews.com

Ketiga, melatih daya nalar. Aku mengarahkan para murid, mereka boleh melihat dari referensi dari buku, majalah, maupun internet. Namun aku tidak mengizinkan mereka menjiplak, melainkan menulis ulang dengan kalimat mereka sendiri (memparafrase). Lembar kerja dikumpulkan di sekolah, jadi mereka meringkas dari rumah.

Di sekolah, mereka bisa menuliskannya di lembar kerja. Proses menulis manual ini bisa melatih daya nalar mereka. Apakah kalimatnya sudah benar, tanda baca sudah tepat, kalimatnya sudah sesuai atau belum, tulisannya rapi atau tidak. Meski tidak semua mahir, tapi langkah ini lebih cocok diterapkan.

Keempat, memantau pemahaman murid. Teks pidato ini aku minta untuk dikerjakan beberapa hari secara bertahap, 1 jam pelajaran setiap hari. Dimulai dari kerangka pidato, lalu mulai mengembangkannya menjadi paragraf. Dari setiap hari pengerjaan akan kelihatan progres tiap anak. Mana yang sudah paham, mana yang masih bingung. Untuk yang masih kebingungan, aku memberi bimbingan lebih intens.

Menulis itu susah, menulis teks pidato apalagi

Perlu setidaknya empat hari para muridku menulis teks pidato. Itu pun masih ada satu dua yang belum selesai. Tak apa, tidak semua murid memiliki keterampilan dan kemampuan yang sama. Meski sudah, mereka harus memiliki keterampilan menulis sebagai salah satu bentuk mengolah informasi.

Aku memberi dua hari untuk presentasi, kebanyakan justru bisa presentasi di hari pertama, kecuali yang sakit dan (alasan yang menjadi karakter) ketinggalan--H-1 praktik aku izinkan teks dibawa pulang untuk latihan. Bagi murid yang sudah selesai lebih dulu, mereka mendapat kesempatan untuk latihan di luar kelas, disaksikan beberapa teman sebagai penonton.

Menulis teks saja sudah susah setengah mati, bagaimana membacakannya di depan teman-teman? Makanya, latihan tadi dimaksudkan supaya bisa menolong mereka dalam mempersiapkan mental sebelum praktik.

Menulis itu susah, tapi jangan menyerah!

Murid-muridku bukannya kekurangan sumber informasi maupun referensi. Yang perlu adalah mereka harus dibiasakan mengolah informasi dengan benar untuk menyelesaikan tugas. Susah, tapi jangan menyerah! Beberapa murid bahkan bertanya padaku apakah kalimatnya sudah benar, apakah nyambung atau tidak. Itulah esensi belajar: berani mencoba.

Hari ini dua kelas telah melaksanakan praktik. Secara umum, mereka antusias dan berani untuk berpidato di depan teman-temannya. Padahal, sebelumnya mereka mengajukan seribu alasan untuk berpidato. Belum dilakukan, panik duluan. Anda pernah mengalaminya?

Salah satu murid yang terkenal panikan memberi kesaksian. "Mr, lain kali Mr minta saya saja, agak dipaksa begitu."

"Lho, kok pakai acara dipaksa? Kalau dipaksa, malah mendapat motivasi dan jadi bisa praktik, kan?" balasku. Si murid tersenyum, lalu beranjak. --KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun