Atau mereka yang dulunya nyaman dan mapan dengan gaji yang besar, kini harus menganggur entah karena efek pandemi Covid-19 maupun krisis ekonomi global. Atau mereka yang berjuang mengajar murid hanya dibayar Rp500.000/bulan. Kalau tidak terlambat. Kalau ada dananya.
Dalam banyak momen krisis, aku dan teman-teman guru tetap boleh menikmati pekerjaan dengan gaji penuh, dalam kondisi sehat. Bukankah itu lebih dari cukup untuk sekadar mengingat kata "syukur". Masih masih bisa cukup makan, sedikit berbagi pada sesama, bahkan bisa menabung sedikit.
Itu semua karena pemeliharaan Tuhan. Nah, ini juga ciri bahwa yang aku jalani adalah panggilan hidup: Tuhan yang memelihara.
Akankah beralih profesi?
Kalau ada pekerjaan lain yang memberi gaji lebih besar, akankah aku beranjak? Entahlah. Sejauh ini, aku meyakini Tuhan masih menghendaki aku menjadi guru. Berproses bersama murid-muridku.
Semoga ada kesempatan aku menorehkan warisan karakter dan nilai-nilai kasih, keadilan dan kebenaran di hati murid-muridku. Kelak, saat dewasa mereka boleh mengingat pernah ada bapak/ibu guru yang pernah belajar bersama mereka.
Kepada muridku terkasih, sudah tahu kan kenapa Mr bertahan menjadi guru meski gajinya kecil? --KRAISWANÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H