Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak Merusak Barang di Sekolah, Beranikah Bertanggung Jawab?

12 Desember 2022   15:03 Diperbarui: 13 Desember 2022   07:41 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau kamu bertanggung jawab, kamu akan disegani dan dihormati orang lain. Demikian nasihat orang dewasa pada anak-anak.

Hak dan kewajiban (di dalamnya ada tanggung jawab sebagai aksi konkret) diajarkan sejak anak di Sekolah Dasar (SD). Karakter ini penting, karena jika tidak diajarkan di sekolah di mana lagi mereka akan belajar. 

Meski sebenarnya karakter ini harusnya diajarkan pertama kali oleh orangtua di rumah. Hari-hari ini, banyak orangtua melimpahkan tugas ini pada guru di sekolah, betul?

Tanggung jawab murid di sekolah di antaranya datang ke sekolah tepat waktu, menghargai perbedaan antarteman, menjaga kebersihan dan ketertiban ruang kelas, dan tentunya mengerjakan tugas sesuai petunjuk yang diberikan dan mengumpulkan tepat waktu. Hal pengumpulan tugas menjadi "penyakit" tahunan bagi anak-anak.

Guru dan wali kelas seperti debt collector menjelang rapotan (penerimaan rapor). Harus mendesak para murid yang tidak bertanggung jawab, tidak disiplin mengerjakan tugas. 

Jadi guru harus sabar menghadapi para murid sejenis ini. Harus makin sabar kalau tidak ada kerja sama yang baik dari orangtua, yang merasa (menuntut) anaknya harus membereskan semua urusan sekolah tanpa kesalahan; sedang mereka tidak memberi dukungan.

Ilustrasi anak-anak bermain | foto: kidsgearguide.com
Ilustrasi anak-anak bermain | foto: kidsgearguide.com

Selain tanggung jawab utama dalam pelajaran, ada tanggung jawab lain yang melekat pada murid di sekolah. Akhir-akhir ini, murid-murid di sekolahku bergerak dengan sangat aktif dan lincah. Sayangnya, keaktifan ini kadang melebihi batas. Dampaknya, beberapa perlengkapan sekolah menjadi rusak.

Misalnya, meja yang dicoret-coret dengan correction pen, dengan gunting/ benda tajam, layar proyektor yang sobek, hingga kabel HDMI (kabel penghubung tampilan di komputer ke LCD proyektor) yang patah. Bagaimana bisa? Ya karena aktif yang kelewat batas tadi.

Beberapa kali aku mendapati aksi tidak bertanggung jawab murid, maupun kesaksian dari murid lain. Aku langsung tegur dengan keras dengan ultimatum "harus mengganti alatnya dengan yang baru". 

Ada juga anak yang menulis dengan spidol melebihi white board sampai mengotori tembok putih. Pikirnya, dia bisa bersihkan dengan penghapus, alhasil malah tambah kotor.

Aku meminta pokoknya bagaimana caranya coretan itu harus bersih. Besoknya coretannya sudah hilang. Ternyata si murid (pelaku) membersihkan dengan handsanitizer di kelas. Kreatif ya. Minimal dia mau bertanggung jawab.

Untuk kasus layar proyektor yang robek tidak diketahui pelakunya. Sulit dideteksi lewat CCTV kelas karena tidak masuk frame. Sungguh tindakan tidak bertanggung jawab. Kalau aku tahu pelakunya, aku pasti meminta orangtuanya untuk mengganti.

Uniknya, ada satu kejadian tentang patahnya kabel HDMI yang membuat takjub. Sebab, si anak dengan berani mengaku di depan teman-temannya. Tidak banyak murid yang punya jiwa ksatria seperti ini.

Saat hendak memulai morning service (kegiatan kerohanian di sekolahku) dan menyalakan proyektor LCD, tampilan di komputer tidak mau terhubung. Aku cek di CPU, ternyata kabel HDMI-nya bengkok. Kalau sampai bengkok begini, pasti karena tindak kekerasan.

Selesai kegiatan morning service (terpaksa dilakukan tanpa menampilkan di layar), aku "menginterogasi" para murid. Aku mengulas tentang tanggung jawab terhadap peralatan sekolah yang dipakai dan harus dijaga bersama. 

Aku menanyakan, adakah dari mereka yang merasa menyenggol/menyentuh CPU kelas sampai kabel HDMInya bengkok? (Sebab, murid-murid kelas kecil juga sering main ke kelas sambil berlari-larian.)

Memang posisi kabelnya memakai sambungan (extension), sehingga lebih menonjol dan rawan tersenggol. Posisi CPU-nya juga terbalik, bertolak belakang dari posisi yang seharusnya. Siapa yang membaliknya? Apakah guru, atau murid?

Mulanya, kukira tidak ada yang berani mengaku. Tak sampai mengulang pertanyaan, ada salah satu murid laki-laki yang mengangkat tangan. "Sepertinya saya, Mr." Langsung aku beri pujian atas keberanian murid ini. Meski tetap ada konsekuensi atas tindakannya.

Aku juga harus mengecek rekaman di CCTV apakah benar anak tersebut pelakunya. Siapa tahu saat menyenggol CPU, kabel HDMI-nya memang sudah bengkok. Aku segera ke ruang IT untuk meminta izin melihat rekaman CCTV sejak pagi sebelum memulai kegiatan. Harus beberapa kali memutar mundur untuk menemukan pelakunya.

Perlu sekitar 15 menit, akhirnya ketemu juga. Ternyata ada anak yang memutar posisi CPU 180 derajat. Akibatnya kabel HDMI tertarik dan terdesak sehingga bengkok. Kabel yang terpasang sudah diatur sesuai posisi CPU yang tepat. Jika diputar, apalagi sampai 180 derajat, itu bisa menimbulkan kerusakan. Pelakunya terang anak yang mengangkat tangan di kelas tadi.

Akhirnya aku memanggil murid terkait ke kantor guru. Waktu aku menanyakan alasan dia melakukannya, katanya hanya ingin melihat komputernya. (Posisi si anak sedang duduk di belakang CPU) Mungkin karena suka main game di komputer, dia penasaran dengan CPU di kelas.

Padahal saat kejadian anak-anak lain bermain dengan wajar. Lari-larian, maupun mengobrol. Bahkan anak ini sempat rebahan di lantai kelas, santai seperti di pantai. Ada-ada saja kelakuannya.

Aku segera menyampaikan hal ini pada orangtua, aku ajak mengobrol saat menjemput si murid. Syukurnya, orangtuanya kooperatif. Ibunya menyampaikan bahwa mereka memang mengajari si anak untuk jujur dan bertanggung jawab dengan tindakannya. Wah, keren! Semoga dilakukan dengan konsisten ya!

Perilaku bertanggung jawab ini penting. Kalau tidak bertanggung jawab, akan merugikan diri sendiri (bisa tidak dipercaya orang lain) dan orang lain (menerima dampak dari ketidakjujurannya). Untuk bisa bertanggung jawab harus didasari sikap jujur yang dilatih sejak dari rumah bersama orangtua. --KRAISWAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun