Aku beberapa kali menerima hadiah
Bowo Irianto (Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta) memaklumi jika hadiah yang diberikan berupa kue atau makanan lain. Bukan benda berharga yang bisa ditukar benda lain/ diuangkan.
Aku pernah menerima beberapa hadiah dari orang tua setelah pemberian rapor. (Catat, setelah pemberian rapor).
Hadiahnya dari kue, makanan ringan, pakaian, arloji pintar, kain batik sampai botol minum berlabel nama. Tidak ada pemberian berupa uang atau barang mewah. Kesemuanya diberikan setelah pemberian rapor.
Bahkan, ada orang tua yang berkatnya berlebih mau memberikan barang kepada seluruh guru, tidak hanya wali kelas. Hal ini lebih objektif, jadi tidak ada konflik kepentingan.
Mengikis potensi gratifikasi
Beberapa hal bisa dilakukan untuk mengikis potensi gratifikasi. Pertama, hadiah diberikan pada akhir tahun pelajaran, untuk mengapresiasi jasa guru.
Jadi jauh dari konflik kepentingan (conflict of interest). Kesaksian seorang warganet, dosen, melarang memberi hadiah padanya selama menjadi mahasiswa. Semangat belajar dan sanggup memahami apa yang diajarkan sudah menjadi hadiah buat sang dosen.
Secara hukum, saat ini gratifikasi diatur khususnya bagi pegawai negeri. Alangkah baiknya dibuat aturan baku terkait penerimaan gratifikasi di lingkungan sekolah, baik negeri/ swasta. Berapa batasan nilai, frekuensi pemberian, dan lain-lain. Mana saja yang boleh diberikan pada guru, mana yang tidak.
Penutup
Pemberian hadiah kepada guru janganlah selalu dijustifikasi sebagai gratifikasi. Untuk ASN yang sudah mendapat gaji dan berlimpah tunjangan, tidak tepat menerima hadiah.