"Males nih mau beberes..." 'Penyakit' ini tidak ada obatnya, kecuali lawan! Aku mengenal beberapa orang yang kamarnya berantakan. Lebih berantakan dari kapal dicumbu bola meriam. Katanya, orang yang kamarnya berantakan tanda orang cerdas. Tapi, kalau kamar berantakan karena tak mampu mengatur waktu dan aktivitas namanya payah.
Dengan kapasitas saat ini kami harus rajin beberes rumah. Mengeluarkan sampah ke tong di depan rumah, memilah bekas dus, bubble wrap dan plastik yang bisa dipakai kembali dan membuang selebihnya. Biasanya istri yang lebih telaten beberes. Sedang aku mengerjakan bagian yang berat, harus angkat-angkat atau nukang, misalnya. Suami dan istri harus saling melengkapi, heyah...
Jika ada dus yang jumlahnya banyak, bisa dijual pada tukang rongsok. Lumayan untuk tambahan jajan.
Simpan dalam rak
Kebetulan aku suka membuat perkakas, salah satunya rak kayu untuk buku. Melihat barang-barang kami yang berantakan, aku pun membuat rak kayu.
Bahan kayu lebih murah dan cukup kokoh (meski bukan jangka panjang karena bisa diserang tortor).Â
Selain itu mudah diolah dengan peralatan yang sederhana seperti gergaji, tatah, palu dan paku. Dengan rak, barang-barang bisa disusun ke atas, jadi lebih menghemat ruang.
Jangan simpan banyak pada item yang sama
Aku dan istri berniat melawan plastik, meski dampaknya sangat kecil. Kami membawa tas dari rumah tiap belanja. (Paling sulit menolak plastik di pasar tradisional) Meski begitu, tetap ada saja plastik bekas yang menjadi sampah atau ditimbun di rumah.
Apalagi kalau belanja ikan dan daging. Susah kalau tanpa plastik. Istri sudah berniat memakai toples-toples plastik, tapi belum kesampaian juga. Toples plastik ini pasti bisa menekan penggunaan plastik sekali pakai.
Supaya barang tidak tertimbun di rumah, kami menyeleksinya. Item yang sama, hanya satu dua saja yang disimpan. Selebihnya dibuang. Dus dan botol-botol bekas biasa diambil pemulung di kompleks kami tiap pagi. Nah, dengan merelakan beberapa barang malah bisa berbagi rezeki kepada yang lain. --KRAISWANÂ