Menurut orang tuanya, si murid cerdas, banyak akalnya. Dalam porsi tertentu Wawan sepakat. Namun, muridnya ini moody. Seringkali, murid Wawan melakukan sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Menyalakan laptop, memegang lembar kerja lain, bermain lego, sampai peralatan praktikum fisika! (Pernah si murid ini mainan solder, padahal Wawan tidak mengajar kalor atau kelistrikan.)
Tingkah murid Wawan tadi adalah alasan karena si anak tidak mau belajar sungguh-sungguh. Anak ini pintar, tapi malas menulis, mengerjakan soal semaunya jadi jawabannya salah. Jika sedang "kumat", ingin rasanya Wawan berhenti. Tapi jika dia melakukannya, mengharap murid hanya yang mudah diajar, apa perannya sebagai pendidik?
Itulah sebabnya, Wawan harus "memaksa" muridnya. Memaksa supaya muridnya mau belajar sungguh-sungguh. Membaca teks, mengerjakan soal dengan teliti, dan menulis jawaban dengan rapi dan benar. Ini termasuk pemaksaan etis dalam pendidikan. Memang itu tugas Wawan, membuat muridnya mau belajar.
Penutup
Mau atau tidak, suka atau tidak, setuju atau tidak; suatu sistem pendidikan mengandung unsur pemaksaan. Namun, pendidik dan pelaku pendidikan hendaknya membedakan pemaksaan etis dari yang non-etis. Pemaksaan pendidikan etis diperlukan agar seseorang mencapai tujuan tertentu dalam proses pembelajaran, salah satunya menjadi mandiri dan bertanggung jawab. --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H