Kebanyakan kita akan meminta tanda tangan orang yang kita gemari jika bertemu. Pemain bola, artis, penyanyi, pemain sinetron, pak RT, presiden atau penulis buku. Sebegitu berartinya tanda tangan seseorang.
Hari ini di sekolahku melaksanakan try out untuk kelas 6. Lima belas menit sebelum mengerjakan, aku mengedarkan lembar presensi.Â
Salah satu murid menginterupsi, "Mr, saya tidak punya tanda tangan." Waduh... Haruskah aku memanggil orang tuanya? Atau guru lesnya supaya diajari dulu caranya tanda tangan?
Di belahan bumi mana dalam peradaban manusia tidak memerlukan tanda tangan? Banyak kepentingan manusia terkait dengan lembaga, dinas atau pemerintah, pasti butuh yang namanya tanda tangan.
Mengutip bobo.grid.id, tanda tangan akan kita gunakan saat membuat KTP jika sudah berumur 17 tahun. Selain itu tanda tangan diperlukan sebagai identitas diri, untuk membuktikan keaslian surat/ dokumen, dan tidak boleh sembarangan diganti-ganti.
Masih ingat tanda tangan anda saat masih SD, SMA atau kuliah? Sudah berapa kali anda menggantinya? Ada teori yang menyatakan tanda tangan merepresentasikan kepribadian seseorang. Tapi artikel ini tidak membahas itu. Betapa tanda tangan adalah sesuatu yang penting bagi setiap orang.
Ada yang membuat tanda tangan serumit mungkin supaya tidak mudah ditiru, dan seindah mungkin, diberi lope-lope kalau perlu.Â
Namun, makin tinggi jabatan/ strata sosial seseorang tanda tangannya biasanya makin simpel. Jika dibuat ribet, bayangkan betapa capeknya jika harus menandatangani ribuan dokumen. (Memang sekarang sudah ada stempel tanda tangan, tapi tanda tangan langsung tetap diperlukan.)
Meski diperlukan saat seseorang sudah berumur 17 tahun---indikasi seseorang dikatakan sudah dewasa---namun tanda tangan sudah harus dimiliki anak-anak sekolah.Â
Sebab, mereka perlu melakukan tanda tangan pada presensi saat tes tengah dan akhir semester. Menjelang lulus, mereka juga harus membubuhkan tanda tangan pada ijazah.
Yang tidak sekolah, tidak punya tanda tangan
Mendapati muridku yang tidak punya tanda tangan itu, aku jadi gemes. Memangnya sejak kelas 1 dia tidak pernah tanda tangan? Mungkin segala sesuatu dalam hidupnya selama ini diurus orang tua atau helper, mungkin (?), sampai tidak perlu tanda tangan.
Ibuku adalah perempuan yang unik. Meski sudah melintasi bermacam belantara kehidupan sejak muda, dia paling takut jika harus ke kantor kelurahan dan bank. Kenapa takut? Siapa yang ditakutkan? "Ibu takut kalau disuruh tanda tangan. Ibu tidak bisa tanda tangan."
Ibu bukannya tidak punya tanda tangan. Ia pernah diajari cara membuat tanda tangan, namun karena jarang dipakai, ia pun lupa. Ibu memakainya sekali dua pada akte pernikahan. Aku bantu mengingatkan ibu tentang tanda tangannya. Yakni terdiri dari huruf kapital pertama namanya, lalu digambar rumput (garis zig-zag) dan diberi "ekor".
Wajar saja ibuku tidak bisa tanda tangan, sebab sepanjang hidupnya ia tidak pernah menyentuh bangku sekolah. Lha muridku di atas, sekolah di sekolah swasta terkenal setingkat kota, sudah kelas 6, masa tidak punya tanda tangan...
Masih mending muridku itu tidak membuat tanda silang atau centang di samping kanan kolom namanya. Jika begitu, kan gampang ditiru sambil memejamkan mata. Lha kalau memang tanda tangannya seperti itu mau apa? Ya nasib...
Supaya tidak menimbulkan kericuhan dalam kelas, aku menawarkan solusi. "Tulis saja nama panggilanmu tegak bersambung," ujarku pada murid itu.
Omong-omong tentang tanda tangan, beri tahu anak kita agar tidak membuat tanda tangan yang aneh-aneh, apalagi sering diganti-ganti. Tidak konsisten itu namanya.Â
Ada pengalaman unik yang aku alami dengan tanda tangan. Waktu SMA, awal membuat KTP, aku membubuhkan tanda tangan yang gaul, lebay dan berbelit.
Semenjak lulus kuliah dan bekerja, aku mengganti dengan yang lebih elegan. Tanda tangan di ijazah pun sudah memakai yang terbaru. Menjadi masalah saat aku memperbaharui data di KTP setelah menikah.Â
Aku berniat memakai tanda tangan terbaru. Oleh pihak kelurahan, aku tidak diizinkan melakukan hal itu. "Harus sama dengan yang di KTP, Mas."Â
Tapi tanda tanganku sudah ganti bu. "Kalau ganti ya urus ke kelurahan." Ke kelurahan distrik kabupaten? Repot! Terpaksa aku memakai tanda tangan lama.
Kalau anda punya tanda tangan kan? --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H