Suatu siang gerimis aku mendapat panggilan masuk, nomornya tidak tercatat. Waktu aku tanya siapa namanya, si penelpon balik bertanya, "Hayo ini suaranya siapa, masa tidak ingat saudaranya sendiri?"Â
Aku dikondisikan bersalah jika tidak bisa menyebutkan nama. Pernah senasib? Ini hipnotis, pemirsah!
Tanpa curiga, kukira si penelpon adalah Bogel, yang namanya diharapkan membereskan urusan SIM.Â
Mengakunya, si Bogel menabrak seseorang. Aku tidak boleh menceritakan pada siapa pun. Bogel minta tolong diisikan pulsa untuk menghubungi keluarganya, nanti segera diganti. Mintanya pun lumayan, seratus ribu. Angka yang besar untuk mahasiswa waktu itu.
Keluarga si korban sedang di ruang ICU menemani korban. (Hah??) Ia menuntut Bogel mengisikan pulsanya juga, aku yang disuruh mengisi. Sampai dua kali. Waktu aku ke ICU rumah sakit dimaksud untuk meminta uangku diganti, Bogel terus mengelak, padahal aku ada urusan lain. Bahkan si Bogel minta ditransfer 1 juta. Buset! Sebab aku tidak punya sebanyak itu, aksi Bogel gagal.
Keesokan harinya waktu aku panggil nomor yang dipakai Bogel, tidak aktif. Kenapa tidak telepon nomor yang tersimpan di HP?Â
Telepon tersambung, tapi si Bogel---yang ini---mengaku tidak pernah menelpon untuk ditransfer pulsa. Aku sedih. Bogel yang ini menipuku. Akibatnya, relasi kami jadi renggang. Belakangan aku sadar, Bogel yang menipuku bukanlah Bogel yang kucatut namanya waktu membuat SIM. Aku tertipu, hiks...
***
Akhir Januari kemarin aku hampir jadi korban penipuan bukti transfer. Ceritanya begini, istriku produsen minuman herbal rumahan.Â
Satu adik rohaniku berlangganan, bayarnya transfer. Aku kenal loh dengan adik ini. Suatu kali dia menunjukkan tangkapan layar bukti transfer. Tapi, ada yang aneh.