Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Atap Bocor: Biar Beres, Buka Plafonnya

25 Januari 2022   23:36 Diperbarui: 25 Januari 2022   23:40 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Plafon yang dibongkar untuk mencari tahu titik kebocoran. | foto: dokumentasi pribadi

Rumah kami dan tetangga adalah satu bangunan yang dibatasi satu tembok. Struktur kayu penahan atapnya langsungan. Biasa, pemborong kan ngejar murahnya.

Upaya Om belum berhasil. Aku terus mengamati di mana titik bocornya. Pas datang hujan, aku harus naik ke genteng, mencari tahu. Berkali-kali aku harus melakukannya sampai suatu hari kutahu seng tetangga yang tertindih genteng kami yang terlalu sempit memberi celah kebocoran.

Logikanya: sambungan antara genteng kami dan seng tetangga harus ditutup rapat. Bisa dicor, tapi susah membongkarnya kalau ada perbaikan ke depan. Ada karpet talang menganggur. Aku pakai itu untuk menahan air agar tidak menimpa ke sambungan genteng. Aku tindih dengan genteng cor agar tidak terbang kalau angin kencang.

Karpet talang untuk menghalau air di sambungan genteng | foto: dokumentasi pribadi
Karpet talang untuk menghalau air di sambungan genteng | foto: dokumentasi pribadi

Beberapa kali hujan deras, dan---eureka!---tidak pernah bocor lagi. Dari pengalaman ini, aku menganalogikan hidup manusia kadang seperti atap yang bocor. Berikut tiga filosofinya.

1) Rumah bertalang: kuno

Rumah yang modern atapnya langsungan, tak perlu talang. Atau bisa juga di-dak (dicor) sehingga tidak ada lagi kasus atap bocor. Dampaknya, ruangan jadi pengap. Tapi yang jelas rumah dengan talang adalah model kuno. Ketinggalan zaman.

Rumah yang kami tinggali adalah model lama. Bagian depan masih bangunan asli. Sedangkan milik tetangga sudah banyak yang dimodifikasi. Ditinggikan strukturnya agar tidak bergesekan dengan genteng tetangga. Banyak dari kita juga pola pikirnya kuno. Kaku. Saklek. Susah beradaptasi dengan perubahan. Enggan mempelajari hal baru. Akibatnya, ada risiko kebocoran talang. Jadi tidak efisien dan merugikan.

Misalnya, dalam urusan pernikahan, lahiran anak, masuk rumah baru harus melakukan ritual dengan menggunakan barang-barang tertentu. Kalau ditanya apa maksudnya, "Kata orang zaman dulu begitu" tanpa tahu penjelasan ilmiah. Susah.

2) Biar beres, buka plafonnya

Hidup di era media sosial memberi untung di satu sisi, dan rugi di sisi sana. Sumber berita dan informasi, promosi atau kampanye adalah baik. Tapi keindahan yang sering ditampilkan tak sejalan dengan realita. Ada yang gaya hidupnya glamor, tapi utang di sana-sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun